Selanjutnya suara tepuk tangan terdengar dari Tante Yasmin dan Tante Nana.

"Kayanya mba, kita harus telpon Gita deh, ayuk mba video call aja deh lewat laptop aku."

Aku hanya menganga entah sudah selebar apa.

"Argaaaaaaa!" Aku berteriak dalam hati.

Bagaimana ini benar-benar terjadi? Aku bahkan mengira semua perkataan Arga tadi tidak serius tapi keadaannya malah jadi begini.

.
.

Pagi ini mobil Bang Andra baru diderek oleh salah satu pegawai bengkel langganan papa. Dan aku terpaksa harus kembali pergi ke sekolah bersama Arga.

Awalnya aku sudah meminta Dira untuk menjemputku namun karena ini adalah tanggal 23 dimana hari jadi Dira dengan Bian maka dia tidak membawa motor. Hari ini dia akan diantar jemput oleh Bian bahkan mereka akan jalan-jalan sepulang sekolah. Mereka menawarkan aku untuk ikut seperti biasanya dan mentraktirku, aku mengiyakannya. Aku telah mempersiapkan hari yang kira-kira akan lebih buruk lagi dengan meminta Dira menjagakan bangkuku di sebelahnya.

"Jadi kalian beneran pacaran? Pantesan kemarin pas gue mau ngantar Nessa balik, lo bilang gue dipanggil Bu Iis padahal Bu Iis gak manggil gue sama sekali." Kak Nugi menyambut kehadiranku dengan bertanya pada Arga yang saat ini tengah memasang tali sepatu.

Apa?! Jadi Si Agar ini kemarin bohong!

"Kemarin-kemarin aja bilangnya nggak." Bang Andra tak berhenti meledek ku sejak makan malam.

"Eh jangan digodain mulu dong yang baru pacaran." Tante Nana keluar dari rumah membuatku merasa sangat malu.

"Iya nih, udah merah tuh muka dua-duanya." Tante Yasmin menimbali.

"Arga berangkat ya, Ma." Arga menyalami Tante Nana membuatku mengikuti.

"Banyakin sabar ya, Ca ngadepin Arga."

Kayanya sabar nggak bakal cukup, Tan.

Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Tante Nana.

"Mana pacar Arga?" Kali ini seorang pria yang menurutku beberapa tahun umurnya di atas papaku itu telah keluar dari rumah besar ini.

Bokap Arga? Ganteng! Sebelas-dua belas sama papa. Pantesan anak-anaknya gini.

"Ini loh, Pa. Imut kan? Anaknya Gita sama Dean."

Papa dari Arga dan Kak Nugi itu hanya tersenyum ke arahku lalu akupun mendekat untuk menyalaminya.

"Arga berangkat, Pa." Kini giliran Arga berpamitan dengan papanya.

Selanjutnya aku menyalami Tante Yasmin diikuti dengan Arga.

Bang Andra masih menunggu Kak Nugi yang baru mulai memakai sebelah sepatunya.

Setelahnya Arga kembali menyodorkan helm ke arahku kali ini dengan cepat aku ambil dan aku pasang sendiri pengaitnya.

"Hmm Kak Nugi, jaketnya besok aku kembaliin ya." Sebelum naik ke motor Arga aku memberitahukan Kak Nugi untuk merelakan jaketnya kucuci terlebih dahulu.

"Iya, santai. Kalau sama kamu lama-lama gakpapa, Nes." Kak Nugi lagi-lagi dengan senyumnya mampu menghalau badai di hatiku.

"Jangan genit sama pacar gue dong, Bang."

Seruan penuh godaan terdengar dari Tante Nana, Tante Yasmin dan Bang Andra.

Tunggu gue meledak, Agar!!

Status sepihak ini masih menjadi kabar bagi dua rumah ini saja. Tidak. Orang tuaku yang sekarang masih berada di Paris pun telah mengetahuinya, selama berhari-hari asyik berbulan madu, tadi malam akhirnya papa dan mama menelpon aku dan Bang Andra, aku kira mereka telah lupa dengan anak-anaknya, panggilan dari mereka itupun hanya untuk membahas hubunganku dengan Arga. Orang tuaku memang membebaskan anaknya berpacaran jika telah masuk SMA. Bang Andra pun sudah tiga kali membawa pacarnya ke rumah namun dia terpaksa putus dengan pacarnya saat naik kelas dua belas katanya ingin fokus UN dan seleksi masuk PTN. Klise!
Untuk Dira aku tidak menceritakan tentang hal ini karena aku yakin Arga tidak seserius itu.

Tuan Rasa [Completed]Where stories live. Discover now