kenyataan-

279 9 0
                                    

Happy reading👏👏👏

Pagi ini aku berniat mengunjungi papi Antoni dan Venda untuk mengabari tentang Kelulusanku. Aku juga ingin bermain disana dengan Venda yang baru saja pulang untuk mengunjungi papanya. Setelah bersiap diri dan sarapan pagi, aku menghubungi Ravail untuk mengingatkan bahwa pagi ini ia ada janji denganku.

Dan ternyata ia tidak melupakan itu semua karena ia kini sedang menuju rumahku. Aku menyiapkan tas selempang yang akan kubawa. Kumasukan dompet dan poselku kedalamnya lalu kupaikai. Aku mematut diriku dicermin, kurasa ini hampir mendekati sempurna. Kataku dalam hati.

Setelah merasa cukup aku langsung berjalan menuju teras rumah untuk menunggu Ravail datang. Saat aku akan sampai untuk membuja pintu depan ternyata sudah terdengar suara ketukan pintu. Itu tak lain adalah Ravail yang sudah datang.

Kuhampiri pintu itu dam membukanya.

"Hai Rav." kataku menyapanya.

"Halo sayang, bagaimana tidurmu? Kau tidak terjaga sepanjang malam kan? Katanya menanyaiku.

Karena tadi malam aku meneleponya karena aku susah tidur. Ia akan tau jika aku menelponya tengah malam mungkin aku tidak bisa tertidur.

"Hanya sebentar. Lalu aku tidur setelah menelponmu tapi tidak kau angkat." kataku sambil mengerucutkan bibirku.

"Maaf aku kemarin sedikit mengerjakan sesuatu hingga aku lelah lalu tertidur."

"Iya aku kasih maaf kok."

"Hm... Yaudah ayo kita berangkat. Katanya udah kangen papi Antoni." kata Ravail sambil mengusap rambutku.

Mobil Ravail berjalan menyisuri jalanan kota. Jalanan kota tampak sepi karena ini masih hari efektif sekolah dan kerja. Itu sebabnya jam 9 jalanan seperti tak bepenghuni. Karena mereka berkutat dengan pelajaran dan pekerjaan masing masing. Tapi lain denganku, karena memang aku sudah lulus dan menunggu untuk menjadi maba di universitas yang ku impikan.

Dan memang benar, selain aku lulus dengan nilai memuaskan aku juga dinyatakan diterima di universitas yang aku impikan sedari dulu. Aku memilih jurusan sastra indonesia sebagai jurusanku. karena aku ingin mengembangkan minatku menjadi penulis satra yang hebat.

Aku memang suka menulis dari dulu. Dan kemampuan bahasaku sejak remaja memang sudah diatas rata-rata. Tak banyak penerbit yang menawarkan dirinya untuk mencetak naskahku. Tapi itu semua ku tolak dengan lembut karena memang aku menulis  hanya sekedar mencurahkan emosiku.

Tapi mereka mereka menganggapnya itu adalah hal spekta yang dilakukan oleh remaja labil yang masih bersekolah di sekolah menengah pertama.

Itu semua berkat mereka yang selalu menolakku. Mengacukanku seperti barang tidak berguna dan menghinaku sesukanya. Ideku dalam menulis selalu saja mengalir begitu saja saat aku tengah tersakiti itu mengapa tulisanku dapat membuat mereka terhanyut dengan alur yang kubuat karena aku juga merasakannya.

Ilmuku tidak cukup untuk menerbitkan buku meskipun semua menawariku untuk mencetaknya. Karena aku sadar tulisanku hanyalah karya abstrak yang tidak sengaja membuat siapa saja yang membacanya ikut terenyuh. Dan aku menulisnya dengan asal terbukti aku tidak pernah selalu konsisten dalam hal menulis. Aku menulis hanya saat sedang mood saja dan selebihnya tidak ada. Terlebih lagi aku sekarang yang merasa cukup bahagia dengan Ravail yang menerima dan mencintaiku apa adanya.

Saat seperti ini yang kurasakan adalah dilema. aku merasa buntu untuk sekedar menulis 1-2 bagian karena saat ini kurasa tidak ada yang pernah menyakitiku. Aku selalu bahagia karena mereka yang selalu hadir menemaniku dan melimpahkan rasa sayangnya kepadaku. Itu sebabnya aku memutuskan untuk memperdalam ilmu kepenulisan, sebenarnya aku menulis hanya iseng. Tapi ternyata aku bisa membuat hati siapapun bahagia dan merasa berguna ketika membaca tulisanku. Dengan begitu aku memutuskan niatku untuk memperdalam ilmunya.

Kiss Me Before FligthWhere stories live. Discover now