17

2.1K 230 111
                                    

"Good morning," suara tegas membuyarkan lamunanku, aku menoleh tepat jarinya menyentil keningku, "melamun terus. Ada masalah?"

Brian duduk di hadapanku sambil mencomot roti bakar keju favorite-ku. Aku melotot ke arahnya namun hanya kekehan khas miliknya yang ku dengar. "Ih, kembalikan! Roti bakarkuuu," ucapku, dramatis.

"Ini hanya roti bakar. Aku bisa membuatnya."

Aku berdecak sebal lalu mengambil sosis panggang yang ada di atas meja makan. "Lalu kenapa kau tidak membuat roti bakar sendiri saja? Kau tau kan kalau aku akan bekerja?! Kau tau kan k--"

"Santai. Jangan ngegas. Ini ruang makan bukan jalan tol dimana mobil bisa melaju kencang."

"BRIAN BERHENTI MEMBUATKU KESAL!" Aku memukul meja makan sambil menatapnya tajam, ya dia adalah kakakku yang benar-benar kelewatan sinting-nya seperti Mike. Ketularan, mungkin? Atau takdir? Bodo amat.

Brian menghela napasnya kemudian memberikanku segelas susu hangat. "Minum. Nanti kurus, tidak enak dipandang."

Aku mengambil gelas yang berisi susu cokelat hangat kemudian meneguknya perlahan. Brian memang pintar, susu cokelat terkadang memang ampuh membuat mood-ku sedikit membaik.

"Boleh aku berbicara sesuatu?" tanya Brian sambil mengunyah roti bakarnya.

"Kau sudah berbicara dari tadi."

Brian menaruh roti bakarnya ke atas piringnya, kemudian manik hijaunya menatap penuh selidik membuatku merasa sedikit ketakutan. "Setelah makan malam semalam, aku memperhatikan dirimu yang melamun. Ada apa? Kau ada masalah di tempat kerja? K--"

"Tidak," potongku cepat.

Brian menghela napasnya, kesal. "Aku paling kesal jika berbicara serius di potong," hijaunya tajam ke arahku membuatku mengigit bibir bawahku menyesali perbuatanku, "berhentilah bekerja, Blue. Penghasilan perusahaanku terbilang cukup untuk memenuhi kehidupan kita bertiga."

"Brian, aku tahu maksudmu baik, aku tahu kau begitu peduli padaku. Namun ada yang harus kau ketahui, cepat atau lambat kita akan mempunyai kehidupan sendiri, maksudku kau bersama isterimu begitupun aku dengan suamiku kelak. Brian, aku bekerja untuk menabung untuk kehidupanku nanti, dan untuk keperluan ibu juga.

Aku mencoba belajar mandiri agar tidak selalu mengirimimu pesan untuk memberikanku uang. Aku sudah besar. Blue bukan anak kecil yang menangis jika ingin ice cream atau balon lagi."

Brian diam selama beberapa detik, mungkin mencerna kalimat yang aku lontarkan. Tapi itu memang benar, aku bukan anak kecil lagi, aku memang harus belajar mandiri.

"Lalu apa kau ada masalah di tempat kerja? Jika kau tidak nyaman, berhentilah. Karna dasar dari semangat bekerja adalah kenyamanan."

Aku tersenyum ke arah Brian kemudian mengelus tangan kirinya. "Pekerjaanku sungguh menyenangkan. Aku melamun karna kelelahan, kau tau kan aku sempat p--"

"Iya. Ibu dan Mike sudah menjelaskan padaku setelah makan malam kemarin. Jadi kau serius tidak ada masalah di tempat kerja?"

Aku terkekeh. "Tentu saja tidak," jawabku mulai mengunyah sosis panggangku.

"Ibu memberitahuku, kemarin atasanmu mengunjungimu. Aku kira perempuan, ternyata laki-laki. Ku rasa ia tertarik padamu. Bayangkan saja, mana mungk-- Blue, are you okay?" Brian memberiku segelas air mineral, sial aku tersedak karna ucapannya, "kau menyukai atasanmu?"

Skak!

*

"Aku akan menjemptmu nanti, okay?"

STAY || H.S✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang