Part 4

376 85 7
                                        

"Kau.. orang yang meninggal itu?" tanyaku.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Ia selalu membalas pertanyaanku dengan pertanyaan lain.

"Kudengar murid yang meninggal dulu bernama Jinhwan." ucapku.

Ia menghela nafasnya pelan. "Yang meninggal itu Nam Jinhwan. Kami memiliki nama yang sama, itu sebuah kebetulan."

"Ja-jadi kau masih hidup?" tanyaku lagi.

"Kau kira aku sudah mati?" Lagi-lagi ia menghela nafasnya. "Haruskah kulanjutkan kisah itu?"

Aku terdiam, mencoba mencerna kata-katanya dengan baik.

"Ceritakan padaku."

***

Setelah meninggalnya Nam Jinhwan, kejadian megerikan terjadi. Tepat setelah angkatan mereka lulus, kejadian dimana setiap murid yang berada di kelas 3-3 akan meninggal satu per satu tiap bulan. Kadang kematian tidak terjadi pada muridnya tapi bisa menimpa keluarganya. Sejak saat itu fenomena ini terus terjadi layaknya siklus yang berulang.

Konon pernah ada angkatan yang bisa menghindari kutukan tersebut. Berdasarkan rumor yang beredar saat itu ada satu orang murid tambahan di kelas 3-3. Siswa tambahan tersebut sebenarnya merupakan sosok orang yang sudah mati namun sulit dibedakan oleh semua orang. Murid tambahan itu terlihat seperti murid biasa dan bisa memanipulasi ingatan orang-orang di sekolah. Karena itu memeriksa daftar absensi siswa pun percuma, karena mereka tidak akan mengetahui siapa murid tambahannya.

Untuk menghindari kutukan itu, mereka harus mengabaikan satu orang murid. Dengan kata lain seisi kelas berpura-pura seolah satu orang murid itu tidak pernah ada. Agar jumlah murid kembali seperti semula.

Itu kisah yang kudengar dari Kim Jinhwan.

"Dan orang yang diabaikan itu... Aku. Karena namaku Jinhwan, mungkin mereka takut denganku. Aku mengajukan diri untuk jadi orang yang diabaikan itu." lanjutnya.

"Kenapa kau harus menjadi orang yang diabaikan?" tanyaku.

"Untuk menggantikan si murid tambahan. Jumlah siswa jadi bertambah karena dia. Untuk mencegah kutukannya, harus ada yang diabaikan agar jumlah siswanya kembali seperti semula." ucap Jinhwan menjelaskan.

"Jadi kutukan itu muncul saat jumlah murid lebih satu karena murid tambahan yang sebenarnya mayat itu? Karena itu murid-murid mati satu persatu? Karena jumlah muridnya tidak stabil?" tanyaku lagi.

"Ya" jawab Jinhwan singkat.

"Aku masih tidak mengerti.." ucapku.

Jinhwan menghela nafasnya. "Memang sulit dimengerti. Yang harus kau tau, ini semua kenyataan." balasnya. "Jadi lebih baik kau tidak bicara lagi denganku."

Aku terdiam mendengar kata-katanya. Sebenarnya aku tidak begitu mengerti. Situasi ini sangat membingungkan.

"Sekarang pergilah" ucapnya.

Aku menatapnya. "Kenapa terdengar seperti jangan pergi di telingaku?"

"Koo Junhoe.."

"Kim Jinhwan! Kau.. sebenarnya tak menginginkan ini kan? Kau tak ingin jadi orang yang diabaikan itu kan? Kenapa kau menyerahkan diri sebagai tumbal di kelas itu?" tanyaku.

"Ini semua demi teman-teman yang lain. Aku lebih baik dianggap tak ada, dari pada harus menerima kenyataan saat mereka mati satu persatu karena keegoisanku." jawabnya.

"Kau tidak egois. Sebagai manusia yang masih hidup kau berhak dianggap ada."

"Cukup Junhoe!" bentaknya.

Class 3-3Where stories live. Discover now