2

6.7K 157 29
                                    

Raka membuka mata. Dia mendapati sisi sebelahnya kosong. Dia tersenyum kecut, memang dia mengharapkan apa? Raka lalu memejamkan mata. Tapi, seingatnya dia semalam berbuat kesalahan.

Seketika Raka membuka mata, ingat dengan siluet wanita lalu memeluknya. Raka seketika terduduk. Dia menunduk menyadari masih berada di sofa.

"Di mana wanita itu?" gumam Raka sambil mengedarkan pandang.

Raka beranjak, tanpa mencari wanita itu. Padahal, dia sangat penasaran.

Raka berjalan menuju pintu dan membukanya. Bertepatan dengan itu, ada seorang wanita yang hendak masuk.

"Udah bangun?" Mira tersenyum manis melihat Raka. Ia mendorong dada lelaki itu hingga kembali masuk ruangan. Mira lalu meletakkan sandwich yang tadi dibeli di restoran sebelah ke atas meja. "Kita sarapan dulu, yuk!"

Raka menatap Mira dengan pandangan meneliti. Dia semalam bersama Mira? Raka menggeleng, ingat jelas aroma wanita itu, tak sama dengan aroma Mira.

Raka membuka mulut, hendak menanyakan apa sebenarnya terjadi. Belum sempat sepatah katapun keluar, Raka menutup mulut. Tak penting juga mengetahui.

Sesuatu yang kenyal terasa di bibir Raka. Dia melihat Mira menatapnya dengan marah.

"Lo nggak kayak biasanya."

"Gue harus pulang." Setelah mengucapkan itu Raka berbalik. Dia berjalan keluar, tanpa memberi ciuman perpisahan yang sering dilakukan ke Mira. Pikiran Raka sekarang sedang kacau. Dan kekacauan itu berasal dari wanita itu.

"Pelet apa, sih, yang lo pake? Sampe gue kepikiran gini," gumam Raka.

Raka menuruni tangga dengan cepat. Dia ingin buru-buru sampai rumah dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin.

Usai kepergian Raka, Mira kembali ke ruangannya--nomor tujuh. Mira membuka pintu dengan kasar dan menutupnya kencang. "Kita pergi sekarang!"

"Gimana? Tuh, cowok udah pergi?"

Mira menoleh, menatap model yang sedang naik daun itu. Dia memendam amarah, kesal, mengapa Raka malah ke ruangan model itu daripada menemuinya.

***

"Break!"

Teriakan dari sang fotografer membuat beberapa kru mendesah lega. Pasalnya hari ini mereka bekerja ekstra karena model yang tak bisa berpose sesuai permintaan.

"Lo kenapa? Tumben hasil foto jelek-jelek. Sampai si bos marah-marah." Ucap Eca--sang asisten.

"Nggak mood gue."

Nera model yang hari ini tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Dia memakai jaket yang disodorkan Eca dan memakainya. Nera lalu duduk di kursi depan kaca untuk membenahi tatanan make upnya.

Alnera Maharani atau yang akrab dipanggil Nera adalah wanita berusia 30 tahun yang berprofesi sebagai model. Setahun ini, kariernya sedang melejit karena tampil cukup berani di salah satu majalah akhir tahun lalu.

Menjadi seorang model bukan cita-cita seorang Nera. Dia bercita-cita memiliki cafe sendiri, tapi karena masalah keluarga membuatnya menerima pekerjaan itu. Nera membutuhkan uang cepat.

Nera sebenarnya sudah tidak betah menjadi seorang model yang seperti boneka. Di atur sana-sini, harus senyum sana-sana di saat dirinya sedang enggan melakukannya.

"Ner. Ayo cepet. Udah mulai lagi ini."

Bisikan Eca membuat Nera tersentak. Dia menatap ke sekeliling dan mendapati beberapa kru telah siap di tempatnya masing-masing. Nera lalu berjalan ke dekat kolam tempat berpose.

Conquering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang