12

148 19 1
                                    

Raka memutar pulpen dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Dia menggerakkan pulpen berwarna perak itu di dekat telinga. Satu tangannya bersandar di tangan kursi dan tatapannya tertuju ke layar laptop, tapi pikirannya berkelana ke kejadian semalam.

Sampai saat ini Raka masih kesal ke Nera. Sepulang dari apartemen Mira, dia mencoba menghubungi wanita itu, berniat memarahi, tapi nomornya tak aktif. Seumur hidup, dia tidak pernah dikerjai oleh wanita, kecuali Rachel tentu saja. Nera mencetak sejarah baru yang dengan berani memberi harapan palsu.

Tidak sekali, saat di bar dulu Nera tidak menjabat tangan saat Raka ingin mengajak kenalan. Sebelumnya tidak ada wanita yang Raka ajak kenalan. Justru mereka yang mengajak Raka kenalan lebih dulu.

Dari tadi, Raka terus memikirkan cara untuk membalas perbuatan. Dia tersentak kaget. Selama ini dia mengencani seorang model dan semalam dikerjai. Raka tidak bisa tinggal diam, baginya semua model sama seperti ibu tirinya. Sudut bibir Raka tertarik ke atas, yakin Nera pasti juga banyak berganti pria.

"Sialan!!" Raka melempar pulpen ke atas meja

***

"Jadi apa yang bikin lo nyamperin gue?"

Nera memotong steak di depannya sambil melemparkan pertanyaan untuk Edmun. Saat ini mereka sedang makan di restoran hotel. Sebenarnya Nera enggan menerima ajakan itu, tapi karena Mira yang mengizinkan untuk Edmun mengajak Nera keluar.

"Emang salah?" Edmun menatap wanita di depannya.

Nera meletakkan garpu dan pisau di atas hot plate lalu mendorongnya. Setelah itu Nera meminum orange juicenya dan kembali menatap Edmun. "Gue kerja."

Edmun tersenyum.

"Kalau gue perhatiin, dari tadi banyak senyum. Lagi happy?" tanya Nera penasaran.

Edmun menghentikan tawanya. Ini bukan pertanyaan pertama yang dilontarkan kepadanya atas perubahan sikapnya. Ya dia sangat mengakui dulu sombong dan arogan. Tapi, semua itu dia lakukan agar tidak dianggap remeh oleh orang lain. Hingga akhirnya dia sadar, sikapnya itu malah membuat orang lain enggan dengannya. "Gue banyak belajar, jadi cowok yang lebih santai dan nyenengin."

Sudut bibir Nera tertarik ke atas, turut bangga atas usaha Edmun untuk berubah menjadi lebih baik. Dalam hati dia berharap agar dirinya juga bisa berubah lebih baik seperti Edmun. "Lo lebih asyik sekarang. Sorry ya, tadi gue sempet ngomong kasar ke lo."

"It's oke, Ner. Semua orang pasti bakal kayak gitu. Yah itu semua karena gue yang dulu."

Nera terkekeh kecil. Mungkin saat ini dia bisa berteman dengan Edmun. Dulu Edmun sempat menawarkan pertemanan, tapi dia tolak mentah-mentah. Siapa yang betah berteman dengan lelaki sombong dan arogan.

"Ner. Gue sempet baca artikel. Lo lagi kena gosip, ya?"

Nera tersenyum kecut. Apa beritanya begitu heboh sampai seorang Edmun mengetahui gosipnya? Nera lalu menyandarkan tubuh. "Iya. Gue kira sampai nanti nggak bakal kena gosip. Ternyata gue salah."

"Dunia entertain dan dunia gosip nggak bisa lepas, Ner. Cepat atau lambat semua pasti kena."

Nera mengangguk mengiakan ucapan Edmun. "Lo benar. Tapi, kadang gue kesel. Mereka nyebarin gosip yang enggak-enggak."

"Mereka butuh kerjaan Ner. Dengan membuat berita yang menarik masyarakat semakin besar peluang naik jabatan dan duit yang mereka dapat."

"Lo bener, semua orang butuh duit." Nera menatap Edmun yang duduk santai di depannya. "Sekarang jam berapa? Gue musti balik ke atas."

Edmun merogoh ponsel di saku. "Jam setengah dua."

"Gue pemotretan lagi jam dua. Gue musti balik sekarang."

"Masih ada waktu tiga puluh menit lagi, Ner."

Nera menatap Edmun sambil menggeleng. Waktu tiga puluh menit tidak akan cukup untuk berganti pakaian dan make up. "Nggak cukuplah waktunya."

"Lain kali kita jalan bareng yuk. Lo orangnya asyik Ner."

Nera mengangguk. Tidak ada salahnya menerima ajakan Edmun, apalagi lelaki itu sekarang lebih mengasyikkan.

Conquering LoveWhere stories live. Discover now