24

181 23 1
                                    

Tatapan Raka tertuju ke kafe minimalis dengan dominan warna coklat. Dia mendesah, sebenarnya tempat itu tak jauh dari tempatnya. Tapi, wanita itu bisa bersembunyi darinya.

Dari dalam taksi, Raka melihat seorang wanita berkaus merah dan rok selutut berwarna hitam berjalan dengan dua kantung kresek besar. Wanita itu berjalan ke tempat bak sampah dan meletakkan dua kresek itu di sana. Senyum Raka mengembang melihat wanita itu menggerutu sambil mengusap peluh di pelipis.

Dada Raka sesak oleh perasaan bahagia. Akhirnya setelah pancariannya dia menemukan Nera. Semalam Mira menjenguknya ke rumah sakit dan memberitahu keberadaan Nera. Sebenarnya malam itu juga Raka ingin menemui Nera, tapi Mira melarang karena kondisinya yang belum pulih.

Jam delapan pagi Raka memutuskan keluar dari rumah sakit. Dia tidak peduli dengan ucapan dokter yang mengatakan tekanan darahnya belum normal. Persetan dengan tekanan darah. Raka ingin segera menemui Nera dan berbicara dengannya.

"Saya turun, Pak. Ini ongkosnya." Raka mengeluarkan beberapa lembar lalu keluar dari taksi.

Raka menyebrang jalan yang masih sepi. Jantung berdetak cepat. Tak pernah jantungnya berulah seperti ini hanya karena ingin bertemu seorang wanita.

"Maaf, kafe belum buka. Silakan..."

Tatapan Raka tertuju ke Nera yang diam matung, bahkan kalimat wanita itu seketika terputus saat menyadari dirinya yang datang. Raka menatap Nera dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tubuh wanita itu sedikit kurus dari terakhir bertemu. Tapi wajah itu, semakin cantik tanpa polesan makeup.

"Nera." Raka berjalan mendekat dan berdiri di depan wanita itu.

Nera tak bisa menggerakkan tubuhnya, syok dengan apa yang ada di depannya. Lelaki yang selama ini dia rindukan di malam-malamnya kini berdiri di hadapannya. Tatapan Nera mengamati wajah Raka yang tampak pucat dan terdapat kantung mata.

Melihat Nera yang tak bereaksi, Raka menarik wanita itu ke dalam pelukan. Dia menyandarkan kepala di pundak Nera. Menghidu aroma lemon yang menguar dari leher wanita itu. Dada Raka terasa sesak oleh perasaan yang sekarang dia alami. Raka mendesah lalu membuang napas pelan. "I miss you."

Nera diam tak bergerak. Kedua tangannya berada di sisi tubuh, tidak membalas pelukan Raka. Apalagi mendengar bisikan lelaki itu, Nera hanya bisa diam dengan jantung yang berdetak semakin cepat.

"Kenapa kamu diam saja?" Perlahan Raka melepas pelukan. Dia menatap Nera yang tetap bungkam. Kedua tangan Raka membingkai wajah Nera. Ibu jarinya mengusap pipi Nera dengan lembut.

"Pergi!" Satu kata keluar dari mulut Nera. Dari sekian banyak kata entah kata itu yang keluar dari bibirnya. Nera masih belum percaya dengan ucapan rindu lelaki itu. Hatinya masih retak dan dia tidak ingin semakin menambah retakan itu.

"Kenapa? Selama ini aku cari kamu Ner." Raka menjawab dengan sedih. Bagaimana bisa wanita itu memintanya pergi? "Aku mencintaimu, Nera."

Air mata mengalir dari mata Nera. Pernyataan cinta Raka membuat hatinya bahagia dan sakit dalam waktu yang bersamaan. Nera menunduk, bahunya bergetar hebat. "Gue nggak percaya Ka! Semuanya terasa sulit dipercaya!"

"Apanya yang sulit dipercaya? Aku mencintaimu. Ada yang tidak kamu mengerti dari kalimatku?"

Nera mendongak, menatap wajah Raka yang tampak sendu. Dia menjauhkan kedua tangan Raka dari pipinya. Setelah itu Nera mundur selangkah. "Maaf Raka gue belum bisa percaya gitu aja.".

Ucapan Nera membuat kepala Raka pusing. Dia menyentuh kepalanya yang terasa berat dan memijitnya. Raka menatap Nera, tapi yang terlihat wajah Nera berputar. Kepalanya terasa berat. Dia memegang sesuatu yang ada di sekitarnya untuk menyangga tubuh.

Conquering LoveWhere stories live. Discover now