21

150 19 1
                                    

Nera tidak mampu berkata-kata melihat Mira berdiri di depannya. Dunianya seolah runtuh saat itu juga. Nera memang meyakini cepat atau lambat kedekatannya dengan Raka akan diketahui oleh Mira. Tapi, dia tidak tahu akan terjadi secepat ini.

"Ngapain lo di apartemen Raka?" Mira menatap Nera yang diam seperti orang ketakutan. Dia mendengus, tahu Nera kembali dekat dengan Raka. Semalam dia tidak sengaja melihat Nera dan Raka makan di kafe. Mira sebenarnya ingin melabrak saat itu juga, tapi tidak bisa karena ada client. Pagi ini dia sengaja datang untuk membuktikan.

"Siapa, Sayang? Kok lo nggak masuk-masuk?" Raka berteriak sambil berjalan keluar kamar. Saat melihat ke arah pintu, dia melihat  Mira. Tatapan Raka lalu tertuju ke Nera yang menunduk ketakutan. Dengan cepat Raka mendekat, mengenggam tangan Nera yang terasa dingin.

"Sudah lama kalian tinggal bareng? Kalian tega ngelakuin ini semua di belakang gue."

Satu alis Raka terangkat. Tega? Padahal dia tak merasa seperti itu. "Emang kenapa? Gue sama lo nggak ada hubungan."

Mira menatap Raka takk percaya. Dia berjalan masuk lalu duduk di sofa. Tatapan Mira tertuju ke Nera dan Raka yang masih berdiri di posisinya. "Tapi, gue cinta sama lo, Ka! Apa lo nggak sadar?"

Tubuh Nera menegang mendengar pernyataan cinta Mira. Hatinya sakit mendengar ada wanita lain yang mengungkapkan rasa cintanya ke lelaki yang dia cintai. Nera merasakan tangan Raka digenggamannya semakin erat. Dia menoleh dan menatap lelaki itu yang tampak tak percaya.

Raka menatap Mira tajam. Jadi benar apa yang dikatakan Nera jika Mira mencintainya. Raka lalu berjalan ke sofa sambil menarik tangan Nera. Mereka duduk di sofa panjang menghadap Mira yang duduk di sofa sebelah kiri. "Sejak kapan lo cinta sama gue?"

Mira tersenyum manis. "Sejak kita sering bersama."

"Mir! Gue pernah bilang sama lo, jangan bawa perasaan. Gue cuma anggep lo temen, nggak ada perasaan lain."

Nera menunduk, tidak tahu harus berbicara apa. Apalagi dalam pembicaraan ini dia tidak terlibat.

"Apa nggak ada perasaan sedikitpun?" Mira berkaca-kaca.

Raka menggeleng tegas. Dari dulu dia tidk pernah memiliki perasan lebih ke Mira. Raka lalu menoleh ke Nera, menatap satu-satunya wanita yang membuatnya jatuh cinta.

Tatapan Mira tertuju ke Raka yang menatap Nera. Mira tersenyum sinis.  "Apa karena Nera? Ner! Lo kan tahu gue cinta sama Raka. Kenapa lo tetep deketin Raka? Nggak cukup sekali gue minta lo jauhin Raka!"

"Jauhin gue?" Tatapan Raka tertuju ke Mira yang tampak gelagapan. Raka tersenyum miring. Dugaannya memang benar kalau Miralah yang membuat Nera menjauh. "Lo kenapa sih, Mir? Emang salah kalau gue deket Nera? Lo nggak berhak ngatur gue harus deket sama siapa!"

Nera menunduk. Air matanya menggenang di pelupuk mata. Dia merasa bersalah, tapi di satu sisi dia merasa tidak bersalah atas ini semua.

"Tapi, gue cinta lo Ka. Lo udah gue anggep pacar gue." Mira menjawab dengan nada sedih.

"Tapi, kita nggak pacaran Mir! Dan lo kan yang bilang ke Nera kalau gue pacar lo? Itu semua nggak bener!!"

Mira mendengus menatap Nera yang menunduk tidak mengeluarkan suara sama sekali. "Ner, lo puas udah buat gue sama Raka berantem kayak gini?"

"Ini semua bukan salah Nera." Raka menjawab cepat.

"Lo bela dia? Sebelum dia ada lo selalu care sama gue."

Raka mengusap wajah dengan satu tangan. Perhatiannya pasti disalah artikan oleh Mira. Kenapa wanita itu rumit dengan perasaan yang selalu mendasari mereka untuk berbuat suatu hal? "Udahlah, Mir. Gue minta lo nggak usah ikut campur urusan gue sama Nera. Ini hidup gue. Dan maaf, gue nggak bisa bales perasaan lo."

Conquering LoveDonde viven las historias. Descúbrelo ahora