22

152 20 1
                                    

Nera membaca surat pernyataannya sekali lagi. Keputusannya sudah final, dia akan mengundurkan diri dari agensi yang selama ini membesarkan namanya. Nera lalu membubuhkan tanda tangan di bagian bawah yang telah Dia tempeli kertas materai.

"Beneran yakin?"

Nera mengangguk menatap Mama Dave yang duduk di depannya. "Sudah, Tante."

"Semoga ini yang terbaik, ya."

"Ya." Perlahan, Nera beranjak dan memeluk wanita itu erat. Dulu saat dirinya sedang dalam masalah, Nera sengaja menghindar dari keluarga Dave. Karena dia malu, tapi nyatanya Dave dan mamanya selalu ramah.

"Setelah ini jadi bikin cafe kecil-kecilan?"

Nera melepas pelukan dan mengangguk mantap. Selama sebulan dia belajar beberapa kue dari Mama Dave. Dia sudah memikirkan tempat dan konsep yang akan dijadikan kafenya nanti, atas bantuan Dave.  "Tante, Nera berangkat dulu, ya."

Hari semakin beranjak siang, Nera ingin segera ke kantor agency dan menyerahkan surat jika dia tidak memperpanjang kontrak. Dia merasa akan berjalan mudah. Nera memasukkan kertas perjanjian itu ke amplop coklat dan mendekapnya di depan dada.

"Biar kamu dianter sama orang-orang tante, ya."

"Ya, Tante. Nera pamit dulu." Nera lalu keluar rumah.

Selama sebulan, Nera dikawal oleh bodyguard suruhan Dave. Itu semua atas usul Dave karena tidak ingin Nera disakiti oleh Mira atau Raka. Karena hal itu Nera bersyukur bisa terhindar dari Raka.

Dua minggu yang lalu saat selesai pemotretan Raka datang dan ingin menemuinya. Nera berlari menghindar, dan untung saja bodyguard-nya menghadang Raka hingga Nera bisa lepas.

Mengingat Raka, hati Nera terasa sakit. Setiap malam dia merindukan pelukan hangat Raka, merindukan senyum menggoda Raka dan semua hal yang pernah dia lakukan dengan Raka. Andai Nera boleh egois, dia ingin tetap bersama Raka meski Mira akan membencinya. Tapi, dia tidak bisa seperti itu ke wanita yang telah membantunya.

Dua jam kemudian, Nera sampai di ruangan Mira. Dia meletakkan suratnya di meja Mira. Nera lalu beebalik hendak keluar. Tapi, si pemilik ruangan datang dan berdiri mematung di depan pintu. Nera bungkam, tidak tahu harus bersikap bagaimana ke Mira.

"Ngapain lo di ruangan gue?" Mira yang lebih dulu sadar dari keterkejutannya membuka suara. Dia berjalan masuk lalu duduk di kursi kebesarannya. Tatapan Mira tertuju ke map coklat di depannya.

"Surat pernyataan kalau gue nggak perpanjang kontrak." Nera menatap Mira yang mulai membuka isi amplopnya. Nera berdiri, tidak berniat mendekat dan duduk di depan Mira. Suasana canggung masih terasa di antara mereka berdua.

"Oke. Semoga dapet kerjaan yang lebih baik."

"Makasih."Setelah mengucapkan itu Nera berbalik.
"Gue ada sesuatu buat lo. Nanti gue kirim di whatsapp."

Satu alis Nera terangkat. Dia berbalik dan melihat Mira yang menunduk berkutat dengan berkasnya. Nera lalu menutup pintu dan pergi. Dalam hati Nera bertanya-tanya. Apa maksud ucapan Mira tadi?

***

"Lo kenapa sih? Patah hati?"

Raka menatap Birzy yang duduk di kursi di depanya. Dia mendesah sambil mengusap wajah. Sampai saat ini dia belum bisa menemui Nera. Wanita itu seolah menghindar bahkan sengaja membawa bodyguard. Raka tidak bisa mengajak wanita itu berbiara, bahkan tidak bisa menelepon. Entahlah, sepertinya Nera memblokir nomornya.

"Gue jatuh cinta ke Nera, Bir."

Birzy tidak kaget. Dia sudah menebak Raka dan Nera cepat atau lambat saling jatuh cinta. Birzy memajukan tubuh, menatap playboy yang sedang patah hati itu. "Dikejar dong, Ka."

Conquering LoveWhere stories live. Discover now