25

373 24 2
                                    

Nera melajukan mobilnya dengan kencang. Dia banting stir ke kanan saat melihat bar yang hendak didatangi. Nera memarikirkan mobil di tempat yang paling dekat. Lalu keluar dan berlari masuk ke bar.

Dua puluh menit yang lalu Nera mendapat telepon dari Avan yang mengabarkan jika Raka tidak sadarkan diri. Sebenarnya Avan sudah menghubungi Nera sejak satu jam lalu. Ponselnya yang diletakkan di kamar membuatnya tak segera mengangkat panggilan itu. Nera tadi sedang sibuk bereksperimen membuat kue. Ya sepulang dari kafe tadi dia terpikir untuk membuat menu baru. Tapi, tidak disangka kegiatannya gagal karena mendapat telepon dari Avan.

"Di mana Raka?" tanya Nera sambil terengah. Kedua tangannya bertumpu di atas meja bar. Tatapan Nera menyapu penjuru ruangan yang tampak sepi.

"Di atas. Ruang nomor satu."

Usai mendapat jawaban dari Avan, Nera berbalik dan berlari ke arah tangga. Dia naik tangga dengan sedikit berlari, beruntung tidak pernah lagi memakai heels sejak keluar dari dunia modeling.

Nera menatap pintu kamar yang tertutup rapat. Napasnya tak beraturan karena aksi lari-lariannya. Nera menunduk, mencoba menormalkan lagi napasnya yang masih memburu.

Tak berapa lama, Nera mendekat ke pintu. Dia menarik knop itu dan membukanya secara perlahan. Matanya memicing saat di kamar itu remang-remang. Perlahan Nera masuk kamar sambil tatapannya menyapu ke kamar yang disinari oleh lilin kecil.

"Raka!" panggil Nera.

Nera berdiri di tengah ruangan. Diq menatap ke arah sofa yang kosong. Nera mengingat-ingat ucapan Avan, takut salah ruangan. Tapi, dia ingat jelas Avan memberi tahu jika Raka ada di ruang nomor satu dan dia tadi sempat melihat nomor terlebih dahulu sebelum masuk.

"Sayang! Kamu di mana?" teriak Nera.

Tidak ada yang menyahut.

Nera mulai gelisah. Dia takut Raka kenapa-napa. "Raka!" panggilnya sekali lagi.

Nera berbalik. Dia tersentak melihat Raka berdiri lima langkah di depannya. Tatapan Nera tertuju ke Raka yang mengenakan pakaian formal. Lalu dia menatap wajah Raka yang tampak segar, tidak terlihat kalau lelaki itu habis pingsan seperti yang dikabarkan Avan.

Di depan Nera, Raka menatap wanita itu intens. Dia melihat jelas raut kehawatiran yang berubah menjadi raut kebingungan dari wanita itu. Raka berjalan dengan satu tangan berada di belakang tubuh. Dia menatap Nera yang mendongak menatapnya. Raka menunduk, mencium kening Nera penuh perasaan.

Mata Nera terpejam menikmati ciuman Raka. Dia menarik napas panjang saat rasa itu menghimpit dada. Saat dirasa bibir Raka tak lagi menyentuh keningnya, Nera membuka mata. Dia melihat wajah Raka tertutup oleh buket mawar putih.

"Itu buat siapa?" tanya Nera.

"Untuk wanita yang paling aku cintai." Raka menyerahkan buket mawar itu yang langsung diterima oleh Nera. Raka melihat wanita itu mencium aroma mawar itu sambil memejamkan mata. Jantung Raka berdetak cepat. Rasanya dia tidak sanggup menahan kegelisahan ini.

"Nera, wanita yang aku cintai."

Tatapan Nera beralih kembali ke Raka. Dia mendapati lelaki itu yang tampak tegang. Satu alis Nera terangkat. Bingung dengan apa yang terjadi.

"Malam ini, di tempat pertama kita memulai cerita. Aku mau nyampaiin suatu hal."

Raka dan Nera sama-sama mengamati ruangan yang menjadi awal mula kisah keduanya. Mereka lalu terkekeh ingat dengan kejadian dulu. Setelah itu mereka saling tatap. Kegugupan yang dirasakan Raka sekarang menular ke Nera. Wanita itu berdiri dengan kaki bergerak-gerak.

"Aku sadar aku brengsek. Aku playboy. Aku keras kepala. Dan aku suka menggoda."

"Itu memang kamu." Nera terkekeh, mencoba mencairkan suasana yang mendadak tegang. Tapi, usahanya gagal, karena lelaki itu tampak tegang dan hanya tersenyum tipis. Nera akhirnya menunduk, tidak ingin memotong ucapan Raka lagi.

"Aku nggak bisa janjiin apa-apa buat kamu. Aku lelaki yang banyak kekhilafan. Tap, aku bakal belajar jadi lelaki satu-satunya yang melindungimu, yang selalu ada buatmu dan lelaki yang selalu kamu banggakan."

Raka menarik napas panjang. Perlahan dia bersimpuh di depan Nera dan mengenggam tangannya erat. Satu tangan Raka merogoh saku dan mengeluarkan kotak berbentuk hati. Dia membuka kotak itu dan memperlihatkan isinya ke Nera.

Nera terkesiap melihat cincin emas bermata putih di atasnya. Tatapan Nera tertuju ke Raka yang tampak kesulitan berkata-kata. Dia mulai gugup, mungkin melebihi kegugupan Raka.

"Alnera Maharani, will you marry me?"

Akhirnya pertanyaan sakral itu keluar dari bibir Raka. Ternyata mengajak wanita untuk membina hubungan yang lebih serius tidak mudah. Apalagi, melamar seperti ini. Demi Tuhan Raka tidak pernah segugup dan tidak bisa berkata-kata. Sebelumnya dia sudah belajar dengan Birzy, tapi sangat berbeda dengan apa yang tengah dia rasakan.

Saat ini, Nera yang tidak bisa berkata-kata. Air mata kebahagian keluar dari mata indahnya. Dia tidak menyangka Raka akan melamarnya. Sebenarnya Nera tidak berharap banyak dari Raka. Dia tahu sepak terjang lelaki itu. Tapi, saat ini sepertinya Raka tengah membuktikan keseriusannya.

"Ya Raka! Aku mau," jawab Nera.

Ucapan itu membuat keduanya menghela napas berat. Mereka saling tatap dengan pancaran cinta yang terlihat dari keduanya. Senyum Raka mengembang. Dia perlahan menyematkan cincin di jari manis tangan Nera. Setelah cincin itu tersemat, Raka mencium punggung tangan Nera.

"Terima kasih, Sayang."

Air mata Nera tak hentinya keluar. Dia sangat bahagia dengan apa yang didapatkan dari Tuhan. Nera lalu merasakan sebuah rengkuhan hangat. Dia mendekatkan wajah ke dada Raka dan menangis. "Terima kasih, Raka. Aku bahagia."

Kedua tangan Raka mengusap punggung Nera menenangkan. Dia menunduk, mencium kening Nera lembut dan lama. Setelah itu dia mengurai pelukan. Ibu jarinya menghapus air mata Nera yang turun ke pipi.

"Apa ini tangis bahagia?" tanya Raka.

Nera mengangguk mantap. Hanya seorang Raka yang bisa membuatnya bahagia sampai menangis. Nera berharap Raka tidak mengecewakannya. Karena hanya lelaki itulah tempat dia bersandar.

"Aku mencintaimu Nera."

"Aku juga mencintaimu."

Raka menarik dagu Nera dan menciumnya lembut. Dia bahagia, akhirnya bisa mendapat wanita yang pas untuknya. Wanita dengan mental kuat, tapi memiliki hati begitu lembut. Alnera Maharani, cinta terakhir seorang Rakarsa Setiohadi.

End.

***

Oh ya aku mau ngasih tahu lagi kalau Conquering Love ada versi yang berbeda, lebih detail dan lebih seru, hanya di Fizzo. Iya, cuma ada di Fizzo, nggak bisa update di sini. Ikuti kisah baru Nera dan Raka, ya.

Terima kasih.

Conquering LoveWhere stories live. Discover now