20

153 20 3
                                    

Raka terbangun dan mendapati sisi ranjang sebelahnya kosong. Dia terlentang sambil tatapannya menyapu kamar Dia merasa sendirian. Perlahan Raka bangkit, yakin wanita yang tidur di sebelahnya tengah berkutat di dapur.

Usai turun dari ranjang, Raka memungut celana pendeknya yang dibuang semalam lalu keluar kamar. Saat dia berdiri di depan pintu, dia mencium aroma kopi. Raka berjalan ke dapur sambil tatapannya tertuju ke wanita yang berdiri memunggunginya. Dia melihat siluet wanita itu dari belakang. Mata Raka bergerak dari bawah ke atas. Mengamati Nera yang memakai celana super pendek dan tank top.

Perlahan Raka mendekat tanpa menimbulkan suara.Dia lalu mendekap wanita itu dari belakang. Raka sempat merasakan tubuh Nera menegang sesaat lalu kembali relaks di pelukannya.

"Ka. Lo ngangetin!" Nera memukul kedua tangan Raka yang berada di atas perutnya. Dia sedang membuat roti bakar, tapi tiba-tiba ada yang memeluknya. "Sarapan pake roti sama kopi nggak apa-apa, kan? Semalem lupa kita nggak belanja dulu."

"Nggak masalah. Tumben lo bikin kopi? Biasanya lo nggak mau bikinin."

Ya, Nera memang bawel jika Raka meminta dibuatkan kopi. Nera selama ini hanya tidak ingin kafein masuk ke lambung Raka, sebab masih mengonsumsi obat. Sedangkan sekarang, Raka tidak lagi mengkonsumsi obat.  "Nggak apa-apa. Kasihan aja ngeliat lo udah jarang minum kopi." Nera menjawa sambil menoleh ke Raka. Tindakannya itu membuatnya mendapat kecupan singkat. Nera menjauhkan saat roti dipanggangan muncul keluar.

Raka melepas pelukan, walau enggan. Dia menerima piring berisi dua buah roti di atasnya.

"Ka! Lo sering minum kopi?" Pertanyaan itu Nera lontarkan saat Raka baru saja duduk.

"Sering. Tapi, nggak setiap hari."

"Gue nggak bisa bayangin gimana lambung lo. Udah kena alkohol, kena kafein."

Raka merasa Nera kembali peduli. "Tenang aja. Gue tetep jaga kesehatan kok."

"Sebenernya gue jarang sarapan, Ka." Nera mulai menceritakan kebiasaannya.

Raka tampak tertarik dengan cerita itu. Dia membenarkan posisi duduknya hingga menatap Nera dari arah samping. "Oh, ya? Gue mesti nyempetin sarapan, sih. Meski kadang udah mepet sama jam makan siang."

"Ya. Jadi waktu gue di sini dan ikut lo sarapan kadang perut gue rasanya sakit." Kedua tangan Nera mendorong piring yang masih ada satu potong roti di atasnya. Dia sudah kenyang dengan memakan satu helai roti.

"Kenapa lo nggak bilang? Gue sering maksa lo ikutan sarapan, Sayang."

"Nggak masalah kok."

"Tapi, perut lo jadi sakit kan sekarang?" Tangan kiri Raka terangkat ke puncak kepala Nera.

"Udah ah kenapa kita jadi bahas sarapan gini."

"Terus lo mau bahas apa? Kegiatan semalam kita?"

Nera melotot. Dia memukul pundak Raka hingga mengaduh. "Bisa nggak sih nggak usah dibahas!"

Raka terkekeh melihat pipi wanita itu memerah. Dia mencubit pipi Nera hingga pipi itu semakin merah. "Gemesin banget."

Kedua tangan Nera mengusap pipinya yang panas. "Sakit tahu pipi gue."

Rengekan Nera membuat Raka turun dari kursi. Dia memutar kursi hingga Nera menghadap ke arahnya. Dia menunduk dan mencium pipi itu beberapa kali. "Gimana? Masih sakit?"

Nera menunduk.

"Kenapa nunduk? Malu?" Raka terkekeh dengan tindakan Nera. Mana Nera yang keras kepala?

"Nggak. Cuma pengen nunduk doang." Nera menegakkan tubuh lalu melingkarkan lengannya ke pundak Raka.

"Lo hari ini kerja?"

"Enggak. Lo ke kantor hari ini?"

Raka mengangguk. Sejak gips di lengannya di lepas, dia kembali bekerja. "Ikut gue ke kantor aja yuk."

Dalam hati Nera mengingat-ingat kalau sekarang jika bulan. Jadwalnya membayar hutang. "Nggak ah ngapain ikut? Oh ya nanti sore gue keluar bentar, ya. Ada janji."

"Oke. Pulangnya jangan malem-malem."

"Siap Pak Bos."

Raka terbahak lalu menarik wanita itu ke dalam pelukan.

***

"Kayak gini kok ganteng. Gantengan gue."

"Tubuh gue juga tegap. Tegapan gue."

"Dia cuma menang bule doang."

Gertutuan itu mengiring setiap foto yang muncul di layar laptop. Raka sedang melihat brand yang menggunakan Nera dan Edmun sebagai modelnya. Tadi Raka sedang asyik browsing, lalu iklan pakaian itu muncul.

"Jam empat. Nera lagi ke mana ya?" Raka menyandarkan tubuh, bosan melihat foto Nera dan Edmun. Baginya dirinya lebih segalanya dari Edmun. Raka lalu menggapai ponsel dan mengetikkan pesan untuk Nera.

Lagi di mana?

Setelah mengirim pesan itu Raka membuka galeri ponselnya. Dia melihat foto-fotonya dan Nera. Ada foto saat mereka bangun tidur, saat Nera terlelap dan saat Nera sedang sibuk memasak. Itu semua menambah koleksi foto pribadinya tentang Nera.

Saat sedang asyik melihat foto, ponsel Raka bergetar. Dia membuka notif dan membaca pesan dari Nera. Raka tersenyum manis, ia beranjak dari duduknya dan pergi ke kafe ke tempat Nera hendak pergi itu.

Satu jam kemudian Raka telah sampai di depan kafe. Dia menatap dari jendela depan mencari keberadaan Nera. Hingga tatapannya tertuju ke seorang wanita yang duduk di depan lelaki setengah baya. Raka mengernyit, Nera tak bilang kalau menemui lelaki itu. Lalu lelaki itu siapa?

Raka hendak berjalan ke arah pintu masuk, tapi Nera beranjak dari kursi, membuatnya tetap berdiri di tempat. Tatapan Raka tertuju ke Nera yang baru keluar dari kafe dan tidak menyadari keberadaannya.

"Ner."

Nera yang baru dua langkah keluar, menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke sumber suara dan menemukan Raka berdiri dengan satu alis terangkat. Tubuh Nera menegang, apa Raka mengetahui dirinya bersama Koko di dalam? Nera lalu mendekat. "Hai. Kok udah di sini? Baru mau ke kafe depan."

Nera tadi melakukan hal bodoh dengan memberitahu cafe tempatnya janjian dengan Koko. Lalu tak lama Nera mengirimkan pesan agar Raka menunggu di depan kafe, tepatnya restoran yang ada di depan cafe.

"Lo lagi sama siapa?" Raka melirik ke dalam. Lalu tatapannya tertuju ke Nera yang tampak gelagapan. Apa yang terjadi?

"Bukan siapa-siapa. Cari makan yuk. Gue laper." Tangan Nera melingkar ke lengan Raka.

"Nggak ada yang lo sembunyiin kan?" tanya Raka masih penasaran.

"Enggak, Sayang."

***

Tett....

Raka dan Nera masih berbaring di ranjang saat mendengar suara itu. Keduanya saling pandang. Nera lalu perlahan berguling ke samping dan turun. "Siapa, ya?"

"Rachel. Dia bilang hari ini mau ke sini."

Nera mengambil kaus Raka dan memakainya. Setelah itu dia berjalan ke depan kaca, menyisir rambutnya yang berantakan.

"Habis itu balik ke sini," pinta Raka manja.

"Iya." Nera berjalan keluar kamar. Dia membuka pintu tanpa mengintip terlebih dahulu siapa yang berkunjung. Saat melihat siapa yang berdiri di depannya, tubuh Nera menegang.

Conquering LoveWhere stories live. Discover now