25. Pilihan

1.6K 114 29
                                    

Navintar menatap Voy dengan tangan terkepal di kedua sisi tubuhnya. Bukankah dia berjanji tidak akan mendekati Eann seperti dalam kesepakatan mereka. Lalu bagaimana bisa pemuda itu mengantar Eann pulang? Bukankah seharusnya Eann sedang bersama teman-temannya?

Eann berdiri kikuk di samping Voy, saat melihat Nav berdiri di teras rumahnya. Merasa bersalah pada pemuda itu.

"Masuklah, aku mau ngomong sama Navintar," ucap Voy.

Eann mengangguk, lalu melangkah melewati Nav yang sama sekali tak menoleh padanya.

"Kamu lupa perjanjian kita?" tanya Nav begitu pintu rumah Eann tertutup.

"Perjanjiannya hanya aku yang tidak boleh menemuinya. Bukan dia yang tidak boleh menemuiku kan?"

Navintar menggeram melihat senyum miring Voy. "Licik!" umpatnya.

Voy tertawa lirih. "Kamu salah, Nav. Aku bahkan nyaris gila karena hanya bisa menatapnya dari jauh selama seminggu ini. Saat melihatnya di depan rumahku, aku tidak sempat mengingat lagi apa yang aku janjikan padamu karena terlalu bahagia."

Nav tertegun. Sesaat dia terdiam, sebelum akhirnya ia berkata, "Tetap saja, bagiku kamu melangar janji," ucapnya.

Mata Voy melebar. "Apa lagi maumu, Nav?!"

"Jauhi dia!" teriak Nav kesal.

"Arveann punya hak untuk memilih! Jangan memaksakan kehendakmu sendiri!" balas Voy.

"Dan dia telah memutuskan untuk memilihku."

Voy menatap Nav tajam dengan rahang mengeras. "Kamu tahu pasti, Arveann melakukannya bukan karena masih menyukaimu!"

Pandangan Nav berubah sendu. "Ya, aku tahu. Tapi selama Eann tidak mengatakan apapun, aku akan pura-pura tidak tahu."

"Egois!" desis Voy.

"Aku tidak peduli!" geram Nav.

Voy memejamkan matanya, menghela nafas dalam-dalam. Mencoba mendinginkan kepalanya. "Yang perlu kamu tahu, dia tidak akan menangis meski setelah ini dia merasa sakit dan tertekan. Dia hanya akan kehilangan senyumnya sekali lagi."

Viorentino Samudera berbalik. Meninggalkan Nav yang terdiam di tempatnya berdiri. Sementara di balik pintu Eann mencengkram ujung bajunya dengan erat. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

.

Mayang menggandeng lengan mama Rissa di balik dinding kaca. Mengamati interaksi Rissa dengan kakaknya.

Voy menepati janjinya untuk mengatakan pada Ren tentang usulannya. Dan Ren pun setuju, bahkan bersedia mengajak keluarganya untuk bekerja sama.

Siang ini, mereka merencanakan pertemuan Rissa dan Lanjar, seolah tanpa sengaja, untuk mendekatkan mereka. Orangtua Rissa tidak keberatan dengan rencana itu, bukan hanya karena khawatir dengan keadaan Rissa. Tapi juga karena merasa Lanjar adalah sosok yang cocok untuk menggantikan posisi Voy di sisi Rissa. Sifat mereka nyaris sama. Wajah Lanjar juga di atas rata-rata. Rissa beruntung, ada pemuda yang mau menerima kekurangannya, dan bahkan bersedia membantu kesembuhannya.

"Makasih, ya, May. Tante senang, Rissa punya sahabat sebaik kamu."

Mayang hanya tersenyum, seraya memeluk pundak wanita di sebelahnya. "Ayo Tan, kita gabung. Nanti kalo kelamaan Rissa curiga lagi. Tante duluan yang ke sana. Aku nyusul belakangan."

"Iya."

Mama Rissa berjalan mendekati putrinya. Lalu pura-pura berkenalan dengan Lanjar yang duduk di depan Rissa.

"Oh, kakaknya Mayang? Tadi tante ketemu di toilet. Tapi kok Tante nggak pernah ketemu kamu, ya?"

Lanjar tersenyum. "Iya tante. Saya jarang pulang sejak masuk kuliah."

MY EX-BOY'S FRIENDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang