23. Terungkap

1.2K 119 27
                                    

Ren menatap kakaknya yang berbaring membelakanginya. Keduanya memang pulang setelah peristiwa di kampus tadi. Dan Rissa langsung masuk ke kamarnya. Ren mengikutinya, mengantar kakaknya ke kamarnya.

Ada yang mengganggu Ren.

Sejak kapan Rissa punya trauma sentuhan? Ya, Ren tahu, sejak pelecehan yang hampir Rissa alami, membuat kakaknya menjaga jarak dari lawan jenis. Tapi tidak ada seorang pun yang mengatakan padanya soal trauma itu. Dan Voy tahu? Ren yakin hanya pemuda itu yang tahu. Karena jika orangtua mereka mengetahuinya, mereka pasti tidak akan mengijinkan kakaknya pergi ke keramaian seperti konser 'Boy Group' yang salah satu membernya mirip dengan Navintar, beberapa tahun lalu.

Apa Ren belum bilang? Wajah Navintar sangat menjual karena kemiripannya yang nyaris 90% dengan seorang artis luar negeri. Itu yang Ren dengar. Dia mana peduli dengan hal semacam itu.

Oke itu sedikit keluar dari jalur.

Dan seingat Ren, kakaknya baik-baik saja saat mengikuti kuis tebak gambar di sebuah acara tujuh belasan di kompleks tempat tinggal mereka, yang mengharuskannya mendapat sentuhan -tepukan di bahu, dari belakang- dari anggota timnya.

Ada yang aneh di sini, dan sepertinya dia perlu bertanya pada Voy. Apa Rissa menyembunyikan ketakutannya seorang diri?

Sementara itu, Eann terdiam di samping Navintar. Tanpa sengaja menguping percakapan di sekitarnya, tentang Rissa dan traumanya. Hampir semua orang bersimpati padanya, meski ada beberapa mulut jahat yang tanpa basa-basi mengejeknya.

Eann memang tidak menyukai Rissa. Tapi dia juga bukan cewek yang akan dengan mudahnya berteriak kegirangan atas rasa sakit orang lain. Dia memang bermulut pedas, tapi dia lebih suka mengatakan rasa bencinya langsung dihadapan orang itu, dari pada menggunjingkannya di belakang.

"Jadi dia pernah mengalami hal seburuk itu di kendaraan umum saat SMA? Pantas saja Voy, Ren dan Alvin sangat melindunginya," ucap Martin. Mayang yang juga tahu tentang hal itu mengangguk kecil.

Mereka sedang berada di salah satu sudut kantin. Menunggu Fani yang belum selesai kuliah.

"Kamu tahu, Nav?" Tanya Martin.

Navintar yang tengah memperhatikan Eann yang tak bersuara, tersentak mendengarnya.

"Apa?" tanyanya.

Martin berdecak sebal. "Kamu kenapa sih, dari tadi ngeliatin Veann terus? Mau cari perhatian lagi biar kalian balikan, ya?" tuduh Martin dengan tatapan menggodanya.

Navin mendengus. "Kalo iya, nggak ngaruh juga sama hidup kamu kan?" jawab Nav.

Martin dan Mayang saling pandang. "Beneran?!" sentak mereka kompak.

Navintar memutar matanya. "Apa ada yang aneh?"

"Aneh jika seorang Navintar Erlando berbalik arah dan mengejar masa lalu," sahut Mayang. Martin terkikik mendengarnya. "Tapi tidak aneh jika Arveann orangnya. Myria udah cerita semuanya. Kamu akan selalu kembali pada Arveann, sejauh apapun kamu pergi."

"Tapi aku tidak setuju. Kamu hanya akan membuat Veann menangis lagi," ucap Martin seraya menoleh pada Eann yang masih tidak focus. "Ve? Kamu sakit?" tanyanya heran.

Arveann tersentak. "Ya?"

"Kalo kamu sakit pulang, gih!" ucap Martin lagi.

Eann mengangguk. "Hmm," jawabnya seraya mengemasi barangnya.

Lagi-lagi Martin dan Mayang saling pandang. Eann mematuhi kata-katanya yang tanpa nada perintah, dan tanpa perdebatan. Dia pasti benar-benar sakit.

Navin mencangklong tasnya, menghabiskan minumannya sembari berdiri dan mengulurkan tangannya pada Eann. Gadis itu menoleh, lalu menyambutnya tanpa banyak bicara.

MY EX-BOY'S FRIENDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang