"Bisul! Berisik lo!"kesal Bintang.

"Abang, ngatain Bunda bisul dan berisik. Abang jahat, bunda kesel. Bye!"

"Halo! Bunda? Bunda? Yoboseyo eomma?" Bintang mengacak rambutnya frustasi, "Yoboseyo?? Yash! Sial, kutil onta lo Gigi!" Bintang mengumpat sebal.

"Baru denger onta bisa kutilan,"kekeh Gigi tak berdosa.

"Tahu!" Bintang beranjak pergi. Dia butuh menghirup udara segar. Sebelum keluar dari kosan Yuda ia kembali melirik layar tv, masih menampilkan berita yang sama tentang dirinya dan Bulan. Sekali lagi Bintang hanya bisa menghela napas.

Oh! Bahkan foto perdebatannya di bandara bersama Bulan turut ditampilkan sebagai lampiran pendukung berita.

Kampret!

****

Ketika Bulan menginjakkan kakinya di halaman pagar rumah, hal pertama yang ia temui adalah sekumpulan wartawan yang langsung mrngerubunginya tanpa minta ampun. Bahkan Bulan merasa kewalahan sendiri karena tubuhnya tenggelam diantara kamera yang menyala dan merekam dirinya.

"Sejauh mana hubungan Anda dengan Bintang Pramuja? Apakah benar kalian sudah bertunangan?"

"Apakah benar kalian menghabiskan waktu berdua di Yogyakarta? Kapan acara pesta pertunangan kalian dilakukan?"

"Sudah berapa lama kalian berhubungan? Jadi itu alasan Anda putus dengan Devin?"

Bulan mengatupkan mulutnya rapat-rapat, kedua telapak tangannya bergerak menutupi telinga. Terkadang ia dilanda rasa panik, bulir-bulir keringat dingin sebiji jagung menetes dari dahinya. Serbuan pertanyaan yang terus memberondongnya membuat Bulan semakin panik, tubuhnya luruh jongkok ditengah-tengah kerumunan wartawan. Biasanya di saat seperti ini Dera datang dan menariknya atau Galaksi yang selalu menjaganya.

"Pergi!" lirih Bulan hampir tak bersuara. Wajah Bulan semakin memucat ketika Papanya keluar ke teras, menerobos wartawan dan mengangkat tubuhnya ke dalam gendongan. Raut ketegasan dari Ananta--Papa Bulan membuat kerumunan itu akhirnya membelah memberi jalan.

"Lebih baik kalian bubar!"

Bulan menangis dalam gendongan Ananta, sedari Smp ia memang sering mengalami kepanikan. Memasuki rumah megah yang tampak sepi itu, Annta menaiki satu persatu anak tangga menuju kamar Bulan, membaringkan putri semata wayangnya itu di atas kasur lalu menghela napasnya berat.

Bulan masih meringkuk, tubuhnya sedikit bergetar, mengelus puncak kepalanya dengan sayang, Ananta membuka laci nakas. Mengambil pil obat yang memang diresepkan untuk Bulan, "Ini alasan papa gak suka kamu masuk dunia entertain, sayang."

"Pa...!" Bulan meraih tangan Ananta, menggenggamnya erat mencari perlindungan.

"Minum obatnya dulu ya!"

Bulan menggeleng, tangisnya bukannya mereda justru semakin tersedu. Butuh waktu lama untuk dia kembali tenang, Renata masuk tak lama kemudian, membawa nampan berisi susu hangat dan salad buah.

"Papa keluar dulu ya," pamit Ananta lantas keluar kamar. Pria paruh baya itu berjalan tenang menuju teras rumah. Ia perlu mengusir kumpulan wartawan itu dari halaman rumahnya.

****

"Setelah digosipkan putus dari Devin Agnya, Lentera Bulan kini dikabarkan telah bertunangan, hal ini telah ia akui sendiri di salah satu siaran radio, menghabiskan waktu bersama di Yogyakarta, mungkinkah aktris cantik ini berencana melanjutkan ke jenjang yang lebih serius lagi?"

"Saya telah berada di depan kediaman Lentera Bulan," kata salah seorang host acara gosip sembari menampilkan latar belakang rumah Bulan. Tak lama wajah Bulan menghiasi kaca tv namun tak bersuara.

Wajah pucat dan panik Bulan terpampang tak lama kemudian. Insiden penggendongan oleh sang Papa pun tak ayal masuk dalam liputan.

"Tunggu konferensi pers resmi dari pihak kami, silahkan kalian bubar!"

Klik.

Layar pipih itu lalu dimatikan sepihak oleh Bintang, cowok dengan rambut basah dan hanya mengenakan kaos oblong tanpa lengan itu diam tak berekpresi. Tubuhnya dihempaskan di sofa empuk yang ditempati Raga tidur. Mengambil ponsel di meja, Bintang mendial nomor Bulan. Sebelum nada dering terdengar nyatanya ia langsung berubah pikiran mematikan sambungan telepon.

"Shit."

Bintang kalut namun egonya juga tinggi. Mengacak rambutnya kasar, ia hanya bisa mengucapkan sumpah serapah yang tak tertahan hingga pesan masuk dari Ayahnya terpampang di layar.

De real ma Dad : Pulang sekarang atau kamu bukan anak ayah lagi.

Satu tanda titik di akhir kalimat yang menjadi suatu tak bisa terbantahkan. Titik.

Tbc

Tinggalkan vote dan komennya ya gaes,
Gue lagi update cepet kan, wkwk.

Ef

Bulan & BintangWhere stories live. Discover now