34 ● Pergi

7.8K 934 53
                                    

Helaan nafas berat berhembus bersamaan dengan semilir angin yang menerpa kulit putih pucatnya. Disaat waktu yang hampir menunjukkan pukul dua belas malam, Jimin masih duduk termenung sambil bersandar pada punggung kursi di balkon apartemennya, ditemani segelas coklat panas yang asapnya tidak mengepul sama sekali lantaran sudah satu jam sejak ia meletakannya di atas meja.

"Kau masih di situ, Hyung?" suara berat yang berasal dari pintu kaca di belakangnya berhasil mengalihkan pandangan lelaki itu. Disusul dengan tangan lain yang mengangkat gelas di atas meja. Menyesap coklat panasnya tanpa izin.

"Bahkan coklat panasmu saja sudah dingin," imbuhnya seraya mengembalikan gelas tadi pada tempatnya. Lalu mengambil tempat kosong di sebelah orang yang satu bulan lebih tidak ia temui itu.

"Bukannya tadi kau bilang mau tidur, Jihyun-ah?" tanya Jimin seraya mengerutkan keningnya. Menatap heran adik satu-satunya yang tadi ingin tidur lebih dulu karena lelah setelah seharian mengudara.

Park Jihyun, seseorang yang menjadi bagian terpenting dalam kehidupan Jimin. Adik yang selalu ia anggap kecil walau nyatanya tinggi lelaki itu sudah hampir menyamai tingginya.

Jihyun menggeleng. Menaikan kedua kakinya ke atas meja lalu bersadar pada punggung sofa. "Aku tidak bisa tidur," jawabnya.

"Kau bilang lelah," gumam Jimin sambil lalu. Mendongakkan kepalanya. Menatap langit polos berwarna pekat tanpa bintang maupun bulan.

Jihyun mengikuti arah padang Jimin. Jari telunjuknya terarah untuk membentuk bintang di udara.

"Hyung, ceritakan tentang gadis tadi," pintanya tiba-tiba saat ia teringat dengan gadis yang datang bersama Jimin. Gadis dengan kulit putih bersih, mata oval, dan senyumnya yang manis.

"Siapa?" tanya Jimin tanpa menoleh.

Jihyun mendengus sebal. Entah Hyung nya itu pura-pura tidak mengerti atau memang bodoh? Lantas ia menurunkan kaki sembari menghentakannya karena kesal.

"Tentu saja Noona yang tadi! Pacarmu, Hyung! Pacar yang ke berapa dia? Kali ini siapa yang menyatakan perasaannya lebih dulu? Kau atau dia? Dia tidak lebih cantik dari mantanmu yang dulu, tapi senyumnya sangat manis sih," ucap Jihyun panjang lebar.

Lelaki yang baru akan menginjak usia tujuh belas tahun itu memang terkenal cerewet sejak kecil. Ah jangan lupakan sifat manjanya! Maka dari itu orang tua mereka selalu membawa Jihyun kalau harus ke luar negeri jika memakan waktu berbulan-bulan, yang menyebabkan ia harus pindah-pindah sekolah. Disamping itu, kesehatan Jihyun memang harus terus di awasi karena ia memiliki kelainan jantung sejak kecil.

Jimin menoleh. Matanya memicing, melihat Jihyun dengan raut wajah tanpa dosa sama sekali. "Mulutmu itu mau aku sumpal dengan kaus kakiku, ya?" ucapnya kemudian.

"Hyung, aku serius," rengek Jihyun. Dia benar-benar penasaran dengan gadis yang baru pertama kali dilihatnya. Terlebih lagi ia tau kalau Hyung nya adalah seorang playboy yang bisa saja memacari dua gadis sekaligus.

Jimin menghela nafas sekali lagi. Memainkan gelas di depannya dengan tangan kanan. "Bukannya tadi kalian sudah berkenalan?" tanya Jimin.

Sebelum menyeret Jihyun masuk ke dalam apartemennya tadi, memang Jimin menyempatkan diri untuk memperkenalkan Sungmi kepada adiknya itu. Hanya sebentar, tidak memakan waktu lama. Itu juga hanya nama dan basa-basi lainnya.

"Ya ampun itu cuma sebentar, Hyung. Bahkan aku hanya tau namannya. Jadi gadis seperti apa dia?" ucap Jihyun sambil menopang dagu. Memperhatikan Hyung nya dari arah samping.

Jimin menghela nafas berat sekali lagi, entah untuk yang ke berapa kalinya malam ini.

"Dia Lee Sung Mi. Gadis cengeng yang sangat aku cintai," ucapnya sembari mengulum senyum tipis yang tiba-tiba saja muncul sendiri karena wajah gadis itu terlintas dipikirannya. "Dia pacarku satu-satunya, dan akan menjadi yang terakhir," lanjutnya kemudian.

TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang