18 ● Rindu

10.7K 1.4K 96
                                    

Sungmi POV

Sudah satu minggu sejak kejadian di lorong loker, Jimin tidak juga berbicara kepadaku.

Aku bingung. Sungguh. Kenapa kesannya dia menjauhiku? Apa dia marah padaku? Apa dia benar-benar sudah memilih Yura jadi dia mengabaikanku? Tapi kenapa di sekolah, mereka tidak terlihat bersama?

Am I wrong?

Di sekolah, dia benar-benar seperti tidak mengenalku. Setiap kali aku menghampirinya saat dia sedang bersama Taehyung atau dengan gengnya, dia pasti pergi. Setiap kali berpapasan denganku, dia hanya lewat saja tanpa menoleh ke arahku.

Semua itu membuatku kesal!

Aku rindu perdebatanku dengan Jimin. Aku rindu memasak untuk Jimin. Bahkan aku rindu sosok Jimin yang selalu menggodaku? Aku menggeleng. Aku rasa aku sudah mulai gila.

Aku ingat terakhir kali saat dia menggodaku dengan memanggilku 'chagi'. Waktu itu rasanya jantungku benar-benar ingin melompat keluar, dan pipiku dibuat merona olehnya.

Ya walaupun namja itu menyebalkan tapi dia berhasil membuatku rindu setengah mati kali ini.

Aku akui aku memang merindukannya. Aku tidak bisa mengeluarkannya dari pikiranku, dan aku benci itu! Bahkan aku memikirkan apa yang dia makan saat malam hari!

Memikirkannya membuatku pusing. Lebih baik aku pergi ke sekolah sekarang sebelum aku terlambat.

Tanganku masih menempel pada kenop pintu saat seseorang keluar dari pintu apartemen di sebelahku. Orang itu memakai seragam yang sama denganku. Bedanya, dia namja, sedangkan aku seorang yeoja.

Jimin berlalu begitu saja saat dia berjalan melewatiku, kepalanya tidak sedikitpun menoleh ke arahku. Rahangnya terlihat begitu kokoh. Bibirnya mengatup, dan mata kecilnya itu menatap lurus ke depan.

Untuk saat-saat seperti ini aku rindu senyumannya itu. Senyum yang selalu menenggelamkan matanya.

Lagi-lagi aku hanya bisa menghela nafas panjang.

Aku mengekorinya. Tidak, aku tidak bermaksud mengikutinya. Hanya saja tujuan kami sama, yaitu ke sekolah.

Jimin masuk ke lift lebih dulu. Kebetulan di lantai 8 ini, hanya ada kami berdua yang ingin menggunakan lift.

Dia berdiri di dalam, sedangkan aku masih berada di luar lift. Aku terlalu takut kalau harus menghadapi moment akward di dalam sana, jadi aku bermaksud untuk menaiki lift berikutnya saja.

"Kau tidak masuk?" tanya Jimin tiba-tiba. Oh God! Akhirnya dia berbicara kepadaku!

Aku mendongkak, melihat Jimin yang sedang berdiri santai di depanku. Tangannya ia masukan ke dalam saku celana. Di saat seperti ini aku masih bisa-bisanya melihatnya tanpa berkedip. Dia benar-benar tampan.

"Mau masuk tidak?! Kalau tidak menyingkirlah! Kau menghalagi pintunya!"

Aku mengerjap beberapa kali. Aku baru sadar ternyata kakiku sudah melangkah lebih dulu tanpa seizinku. Dalam hati, aku merutuki diriku sendiri.

Tanpa berkata apapun, aku meneruskan langkahku lalu mengambil tempat di belakang Jimin, menyandarkan tubuhku ke dinding.

Setelah keluar dari lift, dia terus saja melangkah, membiarkanku berjalan di belakangnya karena aku tidak bisa mengejar langkah lebarnya. Terpaksa, aku harus berlari kecil supaya bisa satu bus dengan Jimin.

Untuk saat ini, aku merindukan Jimin yang sengaja mengecilkan langkahnya supaya bisa berjalan di sampingku.

Ketika sampai di halte bus, aku berhasil berdiri di sampingnya, walaupun dengan nafas yang sedikit terengah-engah. Sayangnya itu tidak berlangsung lama, karena bus tujuan kami datang.

TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang