17 ● Menjauh

11.4K 1.4K 81
                                    

"Melihatmu menangis, rasanya hatiku ikut hancur. Aku ingin menghiburmu tapi aku tidak bisa." - Another Miss Oh

"Jadi apa maumu?!" maki Jimin kepada gadis di belakangnya. Ia marah, tetapi enggan untuk melihat gadis itu yang Jimin yakini kaget karena mendengar kemarahannya. Namja itu lebih memilih memandangi deretan gedung-gedung pencakar langit yang tertata rapi di depannya.

Sejak meninggalkan kerumunan tadi, Jimin membawa Yura ke rooftop sekolah seperti waktu itu. Rasanya hanya tempat itu yang pas untuk berbicara dengan gadis yang satu ini, mengingat rooftop adalah tempat yang sangat sepi, jadi tidak akan ada orang yang bisa mendengar percakapan mereka.

"Aku hanya ingin bersamamu Jimin," lirih Yura. Suaranya terdengar bergetar menahan tangis. Dadanya terasa sesak dan sakit. Bukankah tadi Jimin lebih memilihnya dibandingkan dengan Sungmi? Tapi kenapa yang ia dapatkan hanyalah kemarahan dari Jimin?

Satu tahun sudah Yura jatuh cinta kepada laki-laki di depannya. Satu tahun itu pula ia hanya bisa memandang punggung itu tanpa bisa berjalan di sisinya.

Sekarang, saat ia sedikit lagi bisa membuat namja itu melihat ke arahnya, malah ada gadis lain yang bisa saja merebut posisinya?

Tidak. Yura tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Ia sudah biasa melihat punggung itu tanpa berbalik arah kepadanya. Tidak apa mencintai sendirian, asalkan tidak ada gadis manapun yang berjalan di sisi Jimin.

Sejak satu tahun terakhir ini, Yura memang berusahan merebut hati Jimin. Bahkan, Yura sampai rela membuat gadis yang bersaing dengannya-untuk mendekati Jimin-mundur, tetapi kali ini rasanya tidak mudah.

Lawannya itu memiliki sesuatu yang tidak dimilikinya, yaitu cinta dari Jimin.

Yura tidak sekedar menyukai Jimin karena ketampanannya, bukan juga hanya karena kebaikan hatinya. Ia benar-benar mencintai namja itu sejak Jimin menolongnya saat ia berada di antara hidup atau mati.

Malam itu di musim panas tahun lalu, saat Yura berada di jembatan Sungai Han, saat ia ingin mengakhiri sisa hidupnya, Jimin datang dan mengulurkan tangannya kepada Yura.

Itu memang bukanlah pertemuan pertama mereka, tetapi bagi Yura itu adalah pertama kalinya Jimin mengajaknya bicara.

Namja itu berkata kalau Yura tidak sendirian. Jimin bilang, mau sesulit apapun masalah yang dimilikinya, pasti akan ada jalan keluar, mau setidak adil apapun dunia kepadanya, mengakhiri hidup bukanlah hal yang tepat.

Kata-kata seperti itulah yang akhirnya membuat Yura mengurungkan niatnya, dan menerima uluran tangan Jimin. Jimin juga berjanji untuk tidak memberi tahu siapapun kalau Yura berniat untuk bunuh diri malam itu.

"Yura-ya, mianhae.." Jimin membalikkan tubuhnya, memandang gadis di depannya dengan tatapan bersalah. Ia melangkah mendekat, tetapi itu membuat Yura mundur menjauh. (Maafkan aku)

"Ani," Yura menggeleng. "Malam itu kau yang bilang padaku kalau aku tidak sendirian, kau yang membuatku percaya dengan kata-katmu itu, tetapi kenapa kau tidak bisa bersamaku?" lanjutnya. (Tidak)

Yura menunduk, dadanya bertambah sesak. Ia hanya bisa melihat kakinya yang gemetar sekarang.

"Kau benar-benar tidak sendirian Yura-ya. Kau masih memiliki teman-teman yang baik padamu, kau bahkan memiliki aku sebagai temanmu-"

"ANI! AKU INGIN MEMILIKIMU! BUKAN MENJADI TEMANMU!"

Jimin menghela nafas. "Kalau begitu, kau tidak mencintaiku Yura-ya. Kau hanya terobsesi untuk memilikiku," kata Jimin tenang. Untuk saat-saat seperti ini Jimin sadar kalau emosi hanya akan merusak segalanya. Ia hanya ingin gadis di depannya itu sadar.

TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang