[28] Behind The Mask

Depuis le début
                                    

Janji sialan yang buat pada Kartika.

***

"Selamat datang di rumah gue!"

Sejak pintu rumah Dylan terbuka Kirana hanya termangu melihat rumah ini. Rumah Dylan terlihat sederhana untuk sosok orang seperti Dylan.

"Sorry rumahnya kecil."

Kirana menggelengkan kepala. Rumah Dylan tidaklah kecil malah rumah ini yang paling besar diantara rumah lainnya di kompleks itu. Tapi Kirana pikir Dylan akan mempunyai rumah dengan gaya modern tapi pria itu malah memilih rumah dengan aksen Makassar yang kental. Bahkan lantai rumahnya terbuat dari kayu.

"Apa lo yang orang Makassar?"

Dylan mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Kirana sebelum akhirnya menggelengkan kepala. "Gak ada. Gue cuman pengen rumah yang unik aja. Sebenarnya Papa sih yang ngurus semuanya. "

Kirana tersenyum. Ia terus berjalan dengan matanya yang terus menatap sekeliling.

Ia baru tahu Dylan suka lukisan. Bahkan entah berapa lukisan mahal yang sudah di pasang pria itu di dindingnya. Namun tatapan mata Kirana berhenti di sebuah lukisan sebuah keluarga dengan seorang anak kecil laki-laki di tengah kedua orang tuanya.

Kirana tersenyum lagi sambil mengelus lukisan itu. "Lo anak tunggal juga?"

Dylan ikut menatap lukisan itu. Wajahnya berubah muram namun dengan cepat ia kembali menguasai ekspresinya. Ia tersenyum lebar pada Kirana sambil mengacak rambut wanita itu.

Kirana menatap sekali lagi pada lukisan itu. Namun kemudian ia memalingkan wajahnya ke Dylan.

"Gue ngantuk," ucap Kirana polos.

Dylan tertawa dan lagi-lagi mengacak rambut Kirana. Wanita itu entah mengapa terlihat imut di mata Dylan padahal make up tebal Kirana bahkan sama sekali tidak menonjolkan sisi innocent.

Dylan mengandeng tangan Kirana ke salah satu kamar. Wanita itu segera berbaring dan dengan sigap Dylan memasangkan selimut ke tubuh Kirana.

"Good night, Dy. " Kirana menguap lebar dan menutup matanya. Dan tak menunggu lama Kirana sudah tertidur lelap.

Dylan tidak berpindah. Ia masih menatap wajah Kirana lamat-lamat. Ia mengelus wajah wanita itu.

Ia mengingat wanita itu terus menangis sedari tadi. Wanita itu terus berbicara sambil terisak. Dylan hanya bisa duduk mendengarkan semua curhatan Kirana.

Saat itu ia ikut merasakan rasa sakit yang terus ditutupi wanita itu dari wajah angkuh wanita itu.

"Dylan, lo tahu gak dulu gue cupu. "

Dylan berbalik menatap wanita itu yang malah terkekeh dengan ucapannya.

"Dulu semua orang mau berteman dengan gue. Gue punya banyak... banget teman."

Mata Kirana menatap datar cahaya mobil-mobil yang berlalu lalang di bawah mereka. Saat ini Kirana sedang berada di gedung kantor milik Dylan. Ia tidak ingin pulang ke rumah saat ini.

"Gue pikir itu baik. Gue gak akan kesepian biarpun Ayah dan Bunda selalu ninggalin gue kerja. Mereka bahkan pernah cuman nemuin gue sebulan sekali."

Dylan tak berani menyela. Ia terus duduk mendengar wanita itu berbicara.

"Tapi lama-lama gue ngerasa semua ini palsu. Di dunia ini semuanya palsu. Gue tahu semua teman gue hanya berteman dengan gue hanya karena orangtua gue itu rekan bisnis orangtua mereka. Mereka palsu, Dy. Dan gue makin merasa gue kesepian dan sendiri."

Chandra & KiranaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant