Chapter 5 -- Masa lalu

39 3 0
                                    

"Siapa dia? Selingkuhan baru kamu? Hahaha! Kamu pikir hubungan kita ini hanya permainan yang konyol?"

"Bob, aku sudah bilang berkali-kali kalau dia adalah salah satu rekan kerjaku."

"Rekan? Rekan?!" teriak Bob dihadapan muka Dewi. "Kalau cuma rekan, kenapa dia harus makan malam dan mengantarmu pulang setiap saat akhir-akhir ini? Kau selalu pulang malam! Aku selalu menebak kalau kau melembur tapi seminggu aku sudah menyaksikan kau diantar pulang sama dia!! Dasar dia cowok brengsek!! Pelacur kau!!"

Amarah Bob berkoar-koar. Kursi, file-file di atas meja, lampu, telpon rumah, bahkan foto yang menunjukkan keharmonisan Bob, Dewi dan Mia ia lempar sampai terbecah belah--seperti keadaan rumah tangga mereka. Mata Dewi mulai berkaca-kaca, ia menahan kesedihannya sambil mengelus-elus dadanya.

.

.

Mohon bersabar ini ujian.... Ujian dari Allah... Ini adalah perjuangan... Mohon ditahan emosi... Memang mengecewakan...

.

.

"Bob, please dengerin aku dulu.. Jeneng'e jangan mengambil kesimpulan seperti itu sebelum aku menjelaskan semuanya."

"Baiklah. Jelaskan kalau begitu!"

"Aku dan Guntur sebenarnya sudah dekat sekali dengan satu sama lain tapi cuma sebatas sahabatan saja. Dan semenjak kita dipindah kesini, Cibadrek, aku ditugaskan dari kantor pusat untuk melakukan research bareng si Guntur dan kawan-kawan. Tiap malam bersama rekan-rekan yang lain kita selalu diskusiin masalah ini karena sekarang kita hampir menyelesaikannya, so, bentar lagi kita bisa lepas dari kerjaan itu dan bisa dapat jam kerja lebih longgar."

Bob bertepuk tangan sangat kencang mendengar penjelasan Dewi yang panjang lebar.

"Bagus juga kata-kata mu yang sangat JELAS kamu rencanakan akan kamu katakan di depanku iya kan!?"

Dewi meggelengkan kepalanya. Bingung. "Apa maksudmu, Bob? Kamu kenapa seperti ini sihh?"

"Aku sudah tahu semuanya kalau kamu selingkuh sama si monyet Guntur ini!! Kuperlihatkan salah satu bukti kau selingkuh di belakangku,"

Bob mengambil hape Dewi yang sudah tergeletak di lantai semenjak ia lempar tadi ketika membabi buta. Ia membuka galeri foto Dewi dan menunjukkan salah satu foto Dewi dengan Guntur.

Dewi sedang menyenderkan kepalanya di bahu Guntur di salah satu kafe Cetarmbak. Mereka terlihat sangat akrab dan mereka menunjukkan senyum yang sangat hangat dan sumringah di foto ini. Guntur langsung melempar hape Dewi ke lantai setelah menunjukkannya foto tersebut.

"Bob." kata Dewi berusaha mengkalemkan Bob, "Apa salahnya cuma berfoto seperti itu dengan seorang teman yang aku sangat akrab? Dulu waktu kita masih berteman dekat kita sering kok foto seakrab seperti yang di foto."

"DIAM." seru Bob tak sabaran, "Ini sudah jelas..! Ini jelas kau cinta sama Guntur.. Senyum mu, senyum mu itu, aku ingat sekali ketika kita masih PDKT dan sehabis nikah kalau kau waktu itu masih tersenyum sehangat ini."

Dewi makin bingung mendengar perkataan Bob, "Bob, ini aku yang apa adanya. Aku selalu tersenyum seperti ini walaupun terpaksa ataupun refleks."

"Tidak tidak." ujar Bob tidak menyetujui perkataan Dewi. "Aku sudah muak dengan senyum palsu mu yang kau campakkan dihadapanku. Aku lihat bagaimana kau menatap Guntur dan tersenyum dihadapannya."

Bob mendorong Dewi, membenturkan tubuh rapuhnya di dinding yang kerasnya bisa menghancurkan tubuh lemah Dewi. Dewi menjerit kesakitan begitu tubuhnya terbentur dan cengkaraman tangan Bob meremas bahunya dengan sangat kencang. Bob menatap mata Dewi lekat-lekat. Dewi tak tahu harus apa jadinya ia hanya menunduk. Ia takut menatap mata Bob. Dewi berasumsi bahwa Bob sudah kehilangan akal sehatnya dan mungkin ia dirasuki sesuatu yang membuatnya menjadi gila malam itu.

Trust in UsWhere stories live. Discover now