Hal Berharga

Mulai dari awal
                                    

"Apa yang kau lakukan?"

"Aku tak melakukan apa-apa. Aku hanya ingin bermain hujan. Aku sangat menyukai hujan," kata Micell sambil merentangkan tangannya.

Jeffrey menarik tangan Micell. "Bodoh! Kau ingin sakit? Ayo cepat!" Pemuda itu membawa Micell menuju kafe. Lalu ia meminta dua buah handuk kepada pelayan kafe itu.

"Kenapa kau tidak mengelap kepalamu?" tanya Jeffrey setelah melihat handuk yang ia berikan masih terlipat rapi di atas meja.

"Aku hanya ingin merasakan air hujan di tubuhku."

"Kau aneh!"

Bibir gadis itu tersenyum. Ia sangat senang berada di tempat ini. Berada di kafe berdua bersama pemuda itu. Bukankah ini terlihat seperti, emmm, kencan?

Tidak ada percakapan lagi di antara mereka berdua. Mereka sama-sama memandang air yang berjatuhan dari atap kafe. Mereka sibuk dengan khayalan mereka masing-masing.

Hujan sudah berhenti, tinggal tersisa rintik-rintik. Namun, awan-awan hitam itu masih menghiasi langit sore kota itu. Micell dan Jeffrey memutuskan untuk segera pulang sebelum hujan kembali datang.

XXXXX

Keesokkan paginya, Micell bangun dengan kepala yang berat. Sebelah kepalanya terasa sakit. Dengan sempoyongan, ia berjalan ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Setelah semuanya selesai, ia beranjak menuju dapur.

Uhuk!!! Uhuk!!!

Micell terbatuk. Batuk yang sukses mengalihkan perhatian sang ibu dari wajan di atas kompor.

"Kau kenapa Micell?" tanya ibunya dengan khawatir. Sang ibu memegang kening anaknya. "Panas sekali! Sebaiknya kau tidak usah berangkat sekolah!" ujar ibunya.

"Tidak Mommy! Hari ini ada tugas praktik. Bahan-bahannya aku yang bawa. Jika aku tidak berangkat, temanku tidak akan ikut praktik itu!"

"Tapi..."

"Tidak apa-apa, Mommy. Aku baik-baik saja."

Sang ibu membawa anaknya untuk duduk, "Ya sudah! Kau istirahat saja! Mommy akan meminta Daddy untuk mengantarmu."

"Terima kasih, Mommy!" ucap Micell dengan senyum yang dipaksakan.

Hari itu Micell di antar oleh ayahnya. Kondisinya membuat kedua orang tuanya sangat khawatir. Bahkan sang ayah berkali-kali menyarankan agar Micell tidak usah masuk sekolah hari ini. Namun, putrinya itu sangat keras kepala. Ia tetap bersikeras untuk hadir dalam praktik itu.

Lagi-lagi ada guru yang memberikan kuis di akhir jam pelajaran. Kuis yang tentu saja membuat semua murid kesal. Tapi mau tak mau mereka harus mengerjakan kuis itu dengan apa adanya. Mereka sudah pasrah dengan hasil kerja yang akan mereka peroleh.

Micell merasa tak bersemangat. Ia merasa pusing melihat soal-soal matematika yang tertulis di kertas kuisnya. Bukan hanya pusing karena tidak bisa menjawabnya, gadis itu juga merasakan sakit di kepalanya. Ia hanya sanggup mengerjakan beberapa nomor saja. Selanjutnya ia hanya menuliskan rumus-rumusnya saja. Itu pun jika ia mengingat rumusnya.

Pak Brian membacakan hasil kuis siswa-siswi di kelas itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pak Brian membacakan hasil kuis siswa-siswi di kelas itu. Seperti pelajaran yang lain, Micell selalu memperoleh nilai terendah. Namun gadis itu tidak merasa keberatan. Justru ia tersenyum senang mendengar Jeffrey yang memperoleh nilai tertinggi. Sambil memandang Jeffrey, Micell menetapkan hatinya, mulai hari ini, ia akan belajar dengan rajin. Gadis itu ingin bisa mengejar sang malaikat, setidaknya ia harus berada di peringkat tengah agar bisa mengikuti berbagai perlombaan karya ilmiah bersama Jeffrey.

"Kau tak apa Micell? Kau terlihat pucat." Nadya memberikan jas laboratorium milik Micell yang dimasukkan di dalam lokernya karena loker Micell telah penuh dengan makanan. "Ya. Aku pucat karena tak bisa menjawab kuis Pak Brian" ucap Micell dengan nada bercanda.

"Bukannya setiap kuis kau tidak bisa menjawabnya?"

"Eh! Enak saja! Kalau kuis bahasa Indonesia pasti aku mendapat nilai bagus!"

Nadya tertawa, "Tapi sayang, di sekolah kita bahasa Indonesia tidak ada kuisnya."

Micell ikut tertawa. Mereka berjalan menuju laboratorium kimia dengan saling melepaskan candaan.

Semua murid berdiri di depan meja praktik mereka masing-masing. Bu Nita masuk ke dalam ruang laboratorium. Guru itu menjelaskan beberapa langkah dan cara kerja serta peralatan yang diperlukan untuk melakukan praktik replikasi pencernaan di dalam lambung itu. Setelah mendapatkan arahan dari Bu Nita, siswa-siswi memulai praktik mereka.

Micell mengambil beaker glass dan meletakkan satu jenis makanan ke dalamnya. Ia lalu mengambil tabung reaksi. Namun belum sempat meneteskan HCl ke dalam tabung itu, tangannya dipegang oleh Jeffrey.

"Bodoh! Gunakan sarung tanganmu sebelum menyentuh bahan kimia! Kau tidak mendengarkan instruksi dari Bu Nita?"

"Ah Iya! Aku lupa!" Micell meletakan tabung reaksinya. Ia memakaikan sarung tangan karet ke kedua tangannya. Kemudian ia mengambil pipet dan tabung reaksi. Saat akan meneteskan cairan asam itu ke dalam tabung reaksi, Micell merasa penglihatannya mulai kabur. Segera ia menggelengkan kepalanya dan menyadarkan dirinya.

"Ada apa?" tanya Jeffrey yang heran melihat tingkah aneh Micell.

"Tidak! Tidak ada apa-apa!"

Micell kembali melanjutkan praktiknya. Namun baru beberapa detik, tiba-tiba ia berkeringat dingin dan merasa sangat lemas. Lama kelamaan pandangannya mulai menghilang. Ia tak dapat mendengar suara apa pun dan tubuhnya seketika ambruk.

XXXXX

"Micell? Kau sudah sadar?" tanya Thomas dengan cemas. Pemuda itu duduk di bangku di samping ranjang Micell.

"Apa? Aku kenapa?"

Micell melihat sekelilingnya. Ia tahu benar bahwa saat ini ia tengah berada di mana. Ruangan itu sangat familiar baginya karena ruang itu adalah ruang yang selalu menjadi tempat langganannya setiap upacara bendera. Ruang UKS.

"Tadi kau pingsan!"

Micell bangun dari ranjangnya, "Oh! Terima kasih sudah membawaku kemari"

Sang ketua kelas menggeleng, "Kau berterima kasih kepada orang yang salah!"

"Salah?" Micell mengernyitkan dahinya.

"Ya! Bukan aku yang membawamu ke sini! Aku hanya membawa tas sekolahmu!"

"Lalu siapa yang membawaku?"

"Jeffrey!"

Micell terkesiap, "Ha? Kau serius?"

"Sejak kapan aku bercanda kepadamu?"

Micell menatap Thomas. Pemuda itu berkata benar. Thomas adalah satu-satunya orang -kecuali Jeffrey- di kelasnya yang tidak pernah bersenda gurau dengannya. Tapi jika yang dikatakan Thomas benar, itu berarti Jeffrey benar-benar mengangkatnya ke UKS.

Micell tersenyum senang. Ia tak pernah menyangka pemuda itu akan berbuat seperti itu kepadanya. Lagi-lagi, Jeffrey telah membuktikan bahwa dirinya adalah malaikat yang dikirimkan Sang Kuasa untuk menyelamatkannya.

^^^^^

Kangen banget suasana lab... Jas lab... Tabung reaksi... Beaker glass... Neraca...

Ahkkk!!! >_<

PUK!!! (Harus sadar dengan kenyataan sekarang T.T)

Oh ya... Jangan lupa comment dan vote nya ya!!!

Danke 😍😚😘😋

Moribund LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang