Penasaran

836 69 2
                                    

Agatha berjalan di tengah hutan dengan santai. Namun selang beberapa detik, tiba -tiba saja jalanan hutan yang awalnya dipenuhi rumput dan bunga, berubah di penuhi semak belukar dan ilalang. Agatha terkejut sembari menghentikan langkahnya. Terdengar suara tapak kaki lalu suara kerikil yang berhamburan dari arah belakang. Agatha terlempar ke semak-semak yang ada di depannya, terkapar di sela daun ilalang. Agatha memejamkan kedua matanya. Ketakutan mulai menyelimuti tubuhnya. Napasnya mulai tak menentu saat ia merasakan sesuatu menyentuh kakinya. Duri-duri dari semak belukar melilit kakinya. Agatha tidak merasakan apa-apa selain hawa dingin dan perih karena goresan daun ilalang.

Hawa dingin itu semakin mendekat dan semakin menutupi tubuh Agatha. Gadis itu berusaha melepaskan dirinya. Namun percuma. Saat Agatha membuka matanya, ia tidak melihat adanya duri-duri yang melilitnya. Yang ada hanya hamparan dedaunan yang berguguran dan bunga-bunga yang bermekaran dengan indah. Pemandangan yang sama seperti sedia kala.

Agatha mencoba menggerakan kakinya. Semakin gadis itu bergerak, duri-duri itu semakin melilitnya. Agatha terus bergerak. Walau kakinya begitu perih, tapi ia tidak pantang menyerah. Ia memukul-mukul duri yang menjalar mendekati wajahnya dengan tangan kirinya. Saat duri itu akan menutupi bibirnya, Agatha mengambil cermin yang ada di samping tangan kanannya dan memukul duri-duri itu dengan cermin.

Blussss!!!

Ajaib! Seketika duri-duri itu menghilang. Dengan tangan yang gemetar ia melihat cermin yang ia genggam. Tiba-tiba cermin itu bersinar terang.

"23 hari lagi, Agatha. Waktumu tinggal 23 hari lagi!"

XXXXXX

Jeffrey melamun di tepi jendela kelasnya, kedua tangannya berada di atasnya sebagai bantalan kepalanya yang bersender di tembok dan headset dengan setia menggantung di kedua telinganya. Deretan meja tanpa kursi menjadi tempatnya untuk bersantai. Duduk di bangku belakang dan di samping jendela memberikan akses bagi Jeffrey untuk bisa langsung menatap langit pagi yang biru. Tak sepenuhnya cerah karena awan putih silih berganti menghiasi langit biru itu. Berkas matahari terpantul di dinding putih kecoklat-coklatan kelasnya, sebagian lagi terhambur ke tubuhnya hingga membentuk bayangannya yang siluet. Beberapa burung melintas, berkicau dengan nyaring seolah sedang menyapa dirinya. Melihat jendela pagi memang menjadi rutinitas, setelah seminggu ia habiskan di sini.

 Melihat jendela pagi memang menjadi rutinitas, setelah seminggu ia habiskan di sini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jeffrey melepaskan kedua tangannya. Menutup jendela dan mencopot headsetnya. Ia membenarkan letak meja kelasnya. Memasangkan meja-meja itu dengan kursinya.

Duk!

Jeffrey menghentikan aktivitasnya. Ia menoleh ke arah pintu. Jeffrey tahu bahwa ada seseorang di balik pintu itu. Berlahan-lahan Jeffrey berjalan ke pintu dan membuka pintunya.

Brakkk!

Seorang gadis yang terkejut tiba-tiba saja menjatuhkan buku-buku yang ia pegang.

Moribund LoveWhere stories live. Discover now