16.I Hate You

872 39 2
                                    

Mengawali pagi tanpa Fahril menjadi satu kekurangan Viona. Fahril yang biasanya menjemputnya, dan mengantarnya sekolah, kini terbaring di rumah sakit karena sebuah kejadian yang tidak pernah diinginkan.

Berangkat sekolah sendiri, adalah kegiatan yang jarang dilakukan oleh Viona semenjak ia kenal dengan Fahril. Tetapi sekarang dengan terpaksa ia harus menjalani kegiatan itu seorang diri.

Viona melangkahkan kaki di pintu gerbang utama SMA Bhinneka, semua tatapan terarah kepadanya entah kenapa. Di dalam hati Viona bertanya-tanya apakah gerangan yang membuat seisi sekolah menatapnya seperti ini. Tetapi dengan percaya diri, ia melangkah masuk sekolah tercintanya.

"Udah gak punya malu ya?" tanya seseorang dari jauh yaitu Ramona. Ramona dan tiga orang di belakangnya dan salah satunya adalah Reza, adik kelasnya.

"Lo itu udah ngerebut Fahril dari gue dan sekarang lo deketin adek gue?"kata Ramona lagi.

Viona maju langkah demi langkah dengan mantap. Ia melewati Ramona dengan santai tanpa merasa ada masalah sedikit pun, dan memang begitu adanya.

"Maaf, lo masih punya kuping kan?" tanya seseorang yang berada di belakang Ramona.

Reza maju dan menahan lengan Viona. Sedetik kemudian, Reza memeluk Viona.

Viona terdiam, lalu air matanya jatuh secara perlahan. Dengan kasar ia melepas pelukan Reza, menampar Reza dan berlari keluar sekolah. Tak peduli dengan pelajaran penting hari ini. Yang ia butuh kan hanyalah tempat sepi untuk menyendiri.

-o0o-

Isak tangis keluar dari mulut Viona. Ia merasa seperti ia telah mengkhianati Fahril yang sedang terbaring lemah di bankar rumah sakit. Ia merasa seperti murahan, dipermalukan di depan semua orang disekolah.

Kakinya menyusuri lantai putih yang sepi nan dingin. Membuat derap langkah kakinya terdengar dengan jelas.

VVIP 2

Di buka dengan perlahan pintu ruangan itu, memperlihatkan seorang laki-laki yang sangat dicintainya sedang tidur dengan damai. Tanpa mengganggu tidur kekasihnya itu, Viona masuk dengan perlahan. Meletakkan ransel yang selama ini di tenteng dipunggungnya ke sofa hitam yang tersedia di ruangan itu.

Viona tersenyum melihat wajah damai Fahril. Ia mengambil kursi yang sudah disediakan pihak rumah sakit untuk para penjenguk yang ingin duduk. Suara yang dihasilkan karena gesekan kaki kursi dan lantai membuat Fahril terbangun.

Ia membuka matanya dengan perlahan memperlihatkan bola mata yang indah menurut Viona.

"Hai" sapa Viona dengan suara serak tanda habis menangis.

"Hai, kamu gak sekolah?" tanya Fahril pelan.

Viona menggeleng, "Bolos"

Fahril terkekeh kecil, "Hei. Anak kecil gak bisa bolos"

"Eh, aku bukan anak kecil ya" bantah Viona.

Mereka terkekeh.

"Maaf ya, gak bisa antar jemput kamu sementara ini" kata Fahril dengan nada bersalah.

"Hei. Gak papah kali. Aku kan udah besar"

Fahril menggenggam tangan Viona dengan erat. Tentunya dengan satu tangan yang tidak di infus.

"Ril" panggil Viona.

Fahril menoleh dengan sayang.

"Maafin aku---" ujar Viona dengan suara seperti ingin menangis.

Kening Fahril berkerut menandakan bahwa ia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Viona. Terjadi keheningan yang agak lama di antara mereka. Fahril tidak berani membuka suara, Viona juga seperti itu. Genggaman tangan yang begitu erat mengartikan bahwa mereka satu.

"Tadi, Reza meluk aku"

Dengan perlahan, genggaman erat itu terlepas tergantikan dengan kepalan tangan kesal dari Fahril. Kepalan tangan yang sangat kuat sehingga ruas -ruas jarinya memutih.

Fahril memalingkan wajahnya, enggan menatap Viona. Ia takut jika Viona melihat perubahan wajahnya ketika mendengar kabar itu langsung dari mulut kekasihnya.

"Ril, tapi aku gak balas pelukannya itu. Aku-" ujar Viona yang terpotong untuk mengambil nafas dalam-dalam. "Aku minta maaf"

Fahril melihat mata Viona dengan teliti. Melihat ada penyesalan yang tersirat di matanya.

"Hei. Kamu gak salah. Dan gak pernah salah" ujar Fahril seraya mengontrol emosinya. "Kamu udah berusaha buat jaga cinta kamu hanya untuk aku" Fahril bangun dengan perlahan, lalu memeluk gadinya itu.

"Aku sayang kamu"

Tidak ada jawaban dari Viona, tetapi hanya isakan kecil yang menandakan bahwa ia menangis.

-o0o-

Tangisan reda diiringi oleh terbukanya pintu ruangan yang ditempati Fahril. Pintu dibuka oleh seseorang yang memakai jas putih dengan map ditangannya yang sudah diyakini itu adalah dokter yang akan memeriksa Fahril. Viona yang mengetahui hal itu segera mundur beberapa langkah memberi tempat untuk dokter itu.

"Selamat pagi, Fahril" sapa dokter itu.

"Pagi, dok. Ada apa ya?" tanya Fahril langsung.

"Mau cek aja, sekalian mau bilang kalau hari ini kamu udah bisa pulang. Tetapi belum bisa masuk sekolah karena belum pulih total kakinya" jawab Dokter itu dengan jelas.

Fahril mengangguk tanda mengerti.

"Gimana keadaannya?" tanya Dokter.

"Udah baikan kok, Dok"

"Ohiya, kalau begitu saya pergi dulu ya" pamit Dokter itu seraya mengangguk. Lalu ia meninggalkan ruangan yang sepi itu.

-o0o-

Hari mulai gelap mengartikan bahwa hari sudah malam. Viona bangkit dari tempat duduknya, pamit pulang kepada Fahril.

"Ril, aku pulang dulu"

Fahril yang kala itu sedang makan camilan sambil menonton TV itu menoleh, "Hm? Tunggu dikit lah. Tunggu sampe Brian dan lainnya datang deh" tolak Fahril.

Viona mendengus kesal, "Udah malem Fahril"

Perkataan Viona itu tidak digubris oleh Fahril. Setelah beberapa menit berlalu, hanya suara TV yang mendominasi suasana di ruangan itu dan akhirnya orang yang ditunggu-tunggu datang yaitu, Brian dan teman-temannya.

"Nah mereka udah dateng. Aku mau pulang" rengek Viona

"Yan, lo free gak?" tanya Fahril. "Antarin Viona pulang gih"

"Siap!"

Setelah itu, Viona pulang di antar oleh Brian karena Fahril masih sakit. Di perjalanan hanya keheningan yang tercipta karena memang tidak ada topik yang ingin dibahas. Lalu mereka sampai di rumahnya Viona. Setelah Brian pamit pulang, Viona masuk ke dalam rumah yang sangat sepi tanpa siapa pun di rumah itu. Ayah dan Bundanya masih di kantor untuk bekerja, sedangkan Valero masih berada di kampus untuk mengerjakan tugas terakhirnya sebelum ia wisuda.

Viona masuk ke dalam kamarnya, membersihkan diri, makan dan akhirnya ia berada dialam mimpi.

-o0o-

plis gue kehabisan ide dan ini hanya dipaksa buat mikir. gatau kenapa lagi males aja lanjutnya. ada ide nah baru ditulis.

btw maafkan kalau part ini jelek banget karena gue gak mood buat lanjutin. but karena kalian udah nungguin, gue terbitkan. astaga. pokoknya ailofyu buat kalian semua.

maafin udah buat kamu nunggu, karena aku tau. Menunggu itu Menyakitkan

I HATE YOU BUT I LOVE YOU (END)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora