2. Pendekatan

2.1K 95 7
                                    

Saat pelajaran sedang berlangsung, pandangan Viona lepas dari Fahril karena selama 5 menit yang lalu Fahril meminta izin keluar. Dan sampai sekarang, ia belum balik.

Viona sedang menulis apa yang diperintahkan. Aisyah yang duduk di sampingnya pun sibuk mengisi catatannya.
Tapi entah apa yang membuat Aisyah bertanya kepada Viona secara tiba-tiba.
"Viona. Menurut lo, Fahril itu ganteng gak?" tanya Aisyah tiba-tiba.

Viona terdiam. Ia berhenti menulis memandang kertas setengah kosong itu. Lalu menoleh sempurna kepada Aisyah dengan tatapan bingung, "kenapa lo nanya gitu ke gue?"

"Karena lo deket sama dia?" pernyataan Aisyah yang seperti pertanyaan karena tidak yakin.

"Ngaco deh lo." Viona terkekeh dengan pertanyaan dari Aisyah.

"Is. Beneran" keukeuh Aisyah

Viona hanya bisa menanggapi temannya itu dengan memutar bola mata malas.

Tiba-tiba, seseorang datang dan memberi tahu bahwa ada yang perlu sama Viona di luar.

"Siapa?" tanya Viona

"Gak tau. Kayaknya temen-temen lo deh" jawab teman sekelas Viona.

"Oh makasih ya"

Viona beranjak dari tempatnya menuju pintu kelas. Ia melihat dari celah celah yang terbuka siapa yang ingin menemuinya.

"Hai Indri, Hai Aliva. Ada apa?"

Mereka adalah sahabat Viona. Mereka adalah teman satu geng.

"Vi, vi. Aurora bilang ada murid baru di kelas lo. Beneran?" tanya Indri dengan girang.

Viona mengangguk. "Emangnya kenapa?" lanjutnya.

"Ganteng gak, ganteng gak?" tanya Indri dengan melompat-lompat.

Indri memang seperti itu, tak pernah bisa diam. Kecuali kalau lagi tidak mood atau marah.

"Kayaknya gak sih. Karena bukan tipe gue" jawab Viona cuek.

"Gak ya? Makasih deh. Bye"

Indri dan Aliva berjalan beriringan. Viona yang melihat itu, terkekeh kecil.

Karena sudah tidak mempunyai urusan lagi, Viona masuk ke dalam kelas melanjutkan aktivitasnya.

Di kelas, Viona menyisir ke segala arah namun tak menemukan kehadiran Mem Herlin.
"Main kartu yuk" ajak Viona saat ia tahu Mem Herlin meninggalkan kelas karena ada urusan mendadak.

"Ayo" jawab beberapa orang.

Banyak yang menyukai permainan ini. Hanya buang kartu yang diperlukan. Mereka membentuk sebuah lingkaran di bagian belakang. Di situ ada, Viona, Aisyah, Fitrah, dan Aziz. Mereka bermain dengan seru dan menyenangkan. Saat mereka sedang bermain dengan asyik, Fahril datang dan mengacaukan segalanya.

"Hoy. Lagi ngapain?" tanya Fahril.

"Lo bisa liat sendiri deh" jawab Viona ketus.
"Jutek amat mbak” rayu Fahril.
"Yang kalah, gue ganti" lanjutnya.
"Apa apaan sih lo. Datang nyambung" teriak Viona marah.
"Lah? Gue dateng dengan baik-baik dan lo nyambut gue kek gini?" tanya Fahril dramatis.
"Ya bodo. Sana ah" usir Viona.
"Gak ah. Gue mau main" Fahril tetap pada pendiriannya.
"Udah sih. Fahril main aja. Dari pada ribut" lerai Fitrah
"Ish. Gak asik tau gak" tolak Viona.
"Intinya gue tetep main" final Fahril. Viona tidak bisa melarangnya karena hanya dia sendiri yang tidak ingin Fahril ada.

Permainan dilanjutkan. Kali ini Aisyah yang diganti. "Aisyah, lo keluar" usir Fahril sok berkuasa.
"Biasa aja dong" ejek Aisyah.
"Yaudah. Viona kocok." Fahril lagi-lagi mengganggu Viona.
"Loh kok gue? Gue kan yang menang?" kata Viona.
"Yaiya emang. Siapa yang menang, dia punya hak buat kocok" jelas Fahril.
"Ish" lagi-lagi Viona tidak mau.
Akhirnya, Viona yang mengocok kartu tersebut dan membagikannya secara rata kepada pemain.

"Yang kalah mulai duluan"

"Gak bisa gitu dong. Gue yang menang. Seharusnya gue yang mulai"

"Aturan gue kan gitu!"

Viona terdiam.

Sedetik kemudian, Viona membuang semua kartu yang ada di tangannya dan beranjak pergi dari situ.

Entah ke mana dia akan pergi, yang penting tidak berdekatan dengan si Fahril itu.

Viona terus-terus dan terus berjalan. Mengelilingi sekolahkah, pergi ke kantinkah, dan di semua tempat asalkan dia tidak bersama Fahril.

Begitu besar rasa benci Viona terhadap Fahril. Sampai bel pulang berbunyi, Viona masih di luar kelas.

Ia berjalan dengan terpaksa karena ia harus mengambil tasnya di dalam kelas. Karena tidak ada orang yang bisa disuruh untuk mengambil tasnya.

"Jangan dikunci dulu pintunya" teriak Viona ketika ia melihat Vincent si ketua kelas akan mengunci pintu kelas.

"Apa lagi?" tanya Arif

"Tas gue masih di dalem" jawab Viona sambil berlari.

"Tas lo di bawa sama Fahril" kata seorang siswa yang bernama Fatima.

Viona berhenti berlari.

"Siapa yang suruh?" tanya Viona.

"Dia langsung ngambil gitu aja. Awalnya sih gue udah larang. Tapi dia ngotot" jawab Fatima

"Terus dia di mana?" tanya Viona pasrah.

"Gak tau. Mungkin lagi cari lo kali" jawab Vincent acuh.

Viona berbalik dan segera berlari. Viona terus berlari, ia tidak mencari Fahril.

Viona berlari keluar sekolah menuju rumahnya.

-o0o-

Viona berjalan dengan kesal. Ketika sudah di tengah perjalanan menuju rumahnya, ada suara yang memanggil namanya.

"Viona. Viona tunggu" teriak seseorang.

Viona yang mendengar namanya di panggil berhenti dan berbalik.

Di belakang, terdapat Fahril yang sedang menenteng tas Viona.

Fahril berjalan maju mendekati Viona.

"Ini tas lo. Tenang, gue gak bongkar kok. Malah yang masukin buku lo itu Aisyah"  Fahril menyerahkan tas berwarna biru laut itu dengan iringan senyum.

"Bener lo gak bongkar?" tanya Viona meyakinkan.

Fahril terkekeh kecil "Ya nggak lah. Gue kek kurang kerjaan tau gak"

Viona menerima tasnya dengan hati-hati. Belum sempat tangannya meraih tasnya, Fahril langsung memegang tangan Viona.

"Lama banget bu" ujar Fahril.

"Pulang bareng yuk. Rumah lo dimana?" tawar Fahril.

"Gak ah. Ngerepotin" tolak Viona.

"Gak kok. Ayo. Motor gue disana" kata Fahril.

Belum sempat Viona menjawab, Fahril langsung memegang tangan Viona dan menariknya untuk berlari.
Viona hanya bisa diam membisu, mengikuti langkah kaki dari Fahril.
Entah mengapa ia tak menolak tarikan dari Fahril.

-o0o-

Hai gaes. Cerita udah aku edit. Jadi insya Allah lebih baik. Ga banyak, cuma nambahin dikit aja. Makasihh😘

I HATE YOU BUT I LOVE YOU (END)Where stories live. Discover now