Part 19

18.2K 1.7K 284
                                    

Dillian melangkah mendekati sebuah kamar yang sungguh ia rindukan. Kamar yang menjadi tempat ia menghabiskan sepertiga waktu dalam satu hari semenjak Mommy-nya meninggal. Di kamar inilah, semua barang-barang kenangan itu disimpan, di kamar inilah setiap memory kebersamaan mereka ditata rapi.

Dillian menyentuh gagang pintu itu matanya menatap ukiran pada pintu kayu di hadapannya. Sungguh ia merindukan kamar ini. Dulu, sejak Mommy  meninggal, ia selalu tertidur di kamar ini, kamar yang dahulu ditempati oleh Daddy dan Mommy. Dillian kecil juga bersikeras menolak saat Daddy dan istri barunya hendak menggunakan kamar itu. Baginya tidak ada wanita lain yang boleh tidur atau bahkan masuk ke dalam kamar itu. Selamanya, kamar itu akan menjadi kamar Mommy-nya.

Ia membuka pintu itu, seolah sedang membuka kembali pintu menuju kenangannya. Tatapan rindunya berganti dengan keterkejutan saat pemandangan yang ia lihat tidak sesuai dengan bayangan yang ia miliki. Tampak urat-urat di tangannya mengencang dan wajahnya menunjukkan amarah. Cukup sudah! Cukup sudah ia menahan diri selama ini. Ia tahu benar siapa dalang dari semua itu.

Dillian membalikkan tubuhnya dan berjalan menuruni anak tangga. Matanya menggelap, terlihat tubuhnya menegang karena emosi yang ia rasakan. Ia menghentikan langkahnya saat melihat sosok yang ia cari sedang tertawa dengan anaknya di ruang makan. Tanpa pikir panjang, Dillian langsung menghampiri sosok itu dan menarik wanita itu untuk langsung berdiri.

"Apa-apaan i-ni...." Suara wanita itu seketika menjadi tidak terdengar saat ia melihat kemarahan di wajah Dillian. Ia tahu kalau Dillian pasti sudah melihat kamar itu. Kamar yang sudah ia ubah, bahkan semua isinya sudah ia buang.

"Apa yang Anda lakukan pada kamar itu?" geram Dillian. Ia masih menahan dirinya untuk tidak memaki dan berteriak. Walaupun di dalam hatinya ia sangat ingin menghabisi wanita di hadapannya ini.

"Apa? Bukankah kamu sudah melihat sendiri kamar itu. Bagus bukan? Kamar itu kujadikan sebagai tempat menyimpan koleksi perhiasan dan barang-barangku. Nuansa kamarnya juga sangat cocok, jadi aku ti—"

Pranggg

Ibu tiri Dillian langsung terkejut saat Dillian menarik taplak meja makan hingga membuat semua piring dan gelas di atasnya jatuh dan hancur berantakan di lantai. Albert yang tadinya hendak menolong ibunya itu hanya bisa mematung karena terkejut. Dillian mengencangkan cengkramannya di lengan wanita itu dan menatapnya penuh amarah.

"Dengar! Jangan Anda kira saya akan terus diam! Saya sudah katakan dari dulu, jangan pernah menyentuh kamar itu sedikitpun, atau saya sendiri yang akan membunuhmu!"

"Membunuhku? Hahaha ... Dengar anak manja! Wanita itu sudah mati! Untuk apa barang-barangnya masih tersimpan di sini? Lagi pula, aku adalah Nyonya di rumah ini, aku berhak melakukan apapun yang aku inginkan! Ibumu sudah mati! Untuk apa kamu masih menyimpan benda-benda tidak berguna itu, hah?!"

"DIAM!!!" Dillian mencengkram lengan wanita itu dengan lebih kuat, membuat ibu tirinya meringis kesakitan.

"Lepaskan tanganmu!" ucap wanita itu sambil berusaha melepaskan diri dari Dillian.

"Ke mana? Ke mana semua barang-barang itu?!!" seru Dillian.

Melihat kemarahan Dillian, perempuan itu malahan semakin tersenyum.

"Barang-barang itu sudah kubuang!" ucap wanita itu seolah-olah menantang Dillian.

"Anda tidak punya hak membuang barang-barang itu!"

"Siapa bilang? Aku sudah mendapatkan ijin dari pemilik rumah ini, Daddy-mu."

Betapa terkejutnya Dillian mendengar ucapan wanita itu. Ia tidak percaya jika Daddy tega membuang barang-barang tersebut. Ya, tidak mungkin ... tidak mungkin Daddy melakukan hal itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VioletaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang