Part 16

24.5K 1.9K 210
                                    

"Apa Pak Dillian ada di dalam?"

Sebuah suara yang tak asing membuat Violeta mengalihkan tatapannya dari layar komputer. Sedikit terkejut saat mengetahui sosok Laxsel-lah yang bertanya padanya.

"Pak Laxsel. Um ... Pak Dillian belum kembali," jawab Violeta tanpa berani menatap mata pria itu. Ia masih merasa canggung mengingat percakapan di ruang Pak William tadi.

"Hm, baiklah kalau begitu. Oh iya, Violeta, apakah kamu ada waktu luang hari Minggu ini?" tanya Laxsel.

"Waktu luang? Ada apa, Pak? Apa Pak Laxsel butuh sesuatu? Saya tidak masalah untuk lembur dan—"

"Bukan, bukan. Kamu ini, jangan terlalu larut dalam pekerjaan. Saya membutuhkan bantuanmu. Tapi bukan dalam hal pekerjaan," ucap Laxsel membuat Violeta bingung.

"Maksudnya, Pak?"

"Jadi begini, saya baru saja membeli rumah. Apakah kamu bisa membantu saya memilihkan perabotannya? Kamu tahu, kan, kalau beberapa pria mempunyai selera yang plain, dan bisa dibilang saya termasuk di dalamnya. Jadi saya butuh sentuhan wanita di rumah itu. Apakah kamu bisa membantu?"

Membantu? Apa Pak Laxsel bercanda?Bagaimana mungkin ia mengajak diriku?

"Maaf, Pak. Tapi saya bukan orang yang kreatif atau mengerti hal seperti itu. Mungkin saya bisa membantu Pak Laxsel untuk mencarikan ahli design interior."

"Saya tidak ingin memakai jasa itu. Saya lebih suka memilih sendiri secara langsung. Kamu tidak perlu kreatif, hanya bantu saya memilih dan membayangkan apakah akan cocok dengan rumah itu atau tidak. Simple."

Violeta terdiam sejenak. Logikanya masih tidak bisa menerima ajakan Laxsel. Rasanya tidak wajar pria itu tiba-tiba mengajak dirinya. Tidak mungkin juga pria iu jatuh hati padanya dan mencoba PDKT, kan? Violeta cukup sadar diri.

"Hari Minggu pukul sebelas siang, ya. Saya akan mentraktirmu makan siang. Kamu bebas memilih ingin makan apa, anggap saja hadiah atas bantuanmu."

"Tapi, Pak. Apakah tidak le—"

"Jangan sampai terlambat dan pakailah baju senyaman mungkin. Kamu tidak perlu bersikap formal pada saya. Anggap saja kita berteman mulai sekarang. Bagaimana?" tawar Laxsel membuat Violeta menatap pria itu tak percaya.

Berteman? Apa Pak Laxsel gak salah bicara?

"Maaf, Pak. Tapi—"

"Laxsel?"

Violeta menghentikan ucapannya saat mendengar sebuah suara yang sangat ia kenal. Bersamaan dengan itu, Laxel pun ikut menoleh kepada si pemilik suara.

"Dillian."

Dillian mengerutkan keningnya saat sosok yang ia lihat memang sesuai dengan tebakannya. Ia tidak mengerti alasan Laxsel berada di tempat ini dan bercakap-cakap dengan Violeta.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Dillian.

"Apa seperti itu sikapmu pada teman sendiri, huh?" sindir Laxsel.

Teman, sebuah kata yang sedikit menggelitik hati kedua pria itu. Ya, mereka memang berteman, hubungan persahabatan antara ayah Laxsel dan ayah Dillian, membuat mereka sering bertemu kala itu. Hubungan keduanya sempat dekat karena sering main bersama. Namun kejadian itu membuat keduanya renggang dan saling menghindar.

"Masuklah jika kamu ke sini untuk menemuiku," ucap Dillian tanpa ingin membahas lebih lanjut sesuatu yang ada di pikiranya.

"Aku akan menyusul." Laxsel menoleh pada Violeta saat Dillian sudah masuk ke ruangannya.

VioletaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang