Part 3

32.8K 2.5K 143
                                    

"Bunda," panggil Violeta saat melihat sosok wanita berumur 40 tahunan yang sedang menyapu halaman.

Sosok wanita itu menoleh pada Violeta disertai dengan sebuah senyuman. Violeta langsung mendekati wanita itu dan memeluknya.

"Manja sekali kamu ini, Mon," ucap Bunda sambil memeluk Violeta.

Mona, begitulah Bunda memanggil Violeta. Bunda tidak pernah memanggilnya Violeta kecuali jika Bunda sedang marah. Wanita paruh baya itu lebih memilih memanggil Mona yang diambil dari nama belakang Violeta, yaitu Diamona.

Violeta melepaskan pelukannya dan tersenyum.

"Aku kan kangen sama Bunda," ucap Violeta.

"Dasar kamu ini." Violeta hanya tersenyum saat Bunda merapihkan anak rambutnya.

Memang benar, Violeta tidak mengetahui siapa ayah dan ibunya. Bahkan ia tidak tahu apakah ayah dan ibunya itu masih hidup atau tidak. Tapi baginya kasih sayang dan perhatian Bunda sudah lebih dari cukup untuk menggantikan orang tuanya.

"Kamu sudah makan, Mona?" tanya Bunda.

"Belum, Bun."

"Ya sudah, ayo masuk. Bunda hari ini ada masak ayam goreng kecap dan pare."

"Wah, pare? Okay, Bun. Tapi kenapa sepi sekali? Anak-anak kemana?"

"Hari ini kan hari minggu ke 3. Mereka di bawa ke kolam renang sama Ayah, yang kecil-kecil sepertinya sedang tidur siang."

"Oh Iya...."

"Ayo masuk. Bunda buatin juice pisang kesukaanmu."

"Wah, siap, Bun!" ucap Violeta sambil menggandeng lengan Bunda.

***

Violeta memasang wajah bad mood-nya selama di dalam taksi. Ia hanya bisa mengacak rambutnya dengan gemas. Bagaimana tidak, saat ia baru saja hendak mengambil lauk ke piringnya, ponselnya asyik berbunyi mengganggu ketenangan. Tebak siapa? Siapa lagi kalau bukan Dillian, sang Boss 'tercinta'. Violeta tahu telepon tersebut akan mengacaukan hari liburnya, dan tepat. Dillian menyuruh Violeta untuk ke kantor dan menyusun beberapa berkas yang harus ia selesaikan sebelum jam tiga sore. Itu artinya Violeta hanya mempunyai waktu 3 jam. Sedangkan jarak panti ke kantornya menghabiskan waktu satu jam, itu pun kalau tidak macet.

Sesampainya di kantor, Violeta langsung menemui satpam di sana. Setelah mendapatkan akses masuk, Violeta langsung menuju ke mejanya dan mulai mengerjakan tugas dari Dillian.

Jemari Violeta mulai menari di atas keyboard komputernya. Ia menyalin dan merapikan beberapa berkas yang diminta oleh Dillian. Sesekali matanya melirik ke arah jam di dinding yang seakan berputar lebih cepat dari biasanya.

Bunyi panggilan masuk dari ponselnya menghentikan jemari Violeta. Violeta dapat menebak siapa yang meneleponnya itu. Violeta melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 15.00 tepat. Violeta menghela napasnya.

"Hallo."

"Antar berkas itu ke Vivola Restaurant. Dalam 10 menit kamu sudah harus tiba di sini."

"Tap-" Ucapan Violeta terhenti saat mendengar nada sambungan telepon sudah berakhir, atau lebih tepatnya sudah diakhiri oleh orang di ujung sana.

Violeta hanya bisa kembali menghela napasnya.

Sepuluh menit? Apa Pak Dillian sudah tidak waras? Memang waktu yang dibutuhkan dari kantor ke sana hanya sepuluh menit dengan mobil. Tapi apa dia tidak memikirkan waktu yang diperlukan untuk menunggu taksi lewat? Ya Tuhan, beri aku kesabaran....

VioletaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang