Part 14

18.4K 1.6K 94
                                    

"Apa kamu sudah atur semuanya?" tanya Pak William pada tamunya.

"Sudah, Pak. Semua sudah sesuai dengan keinginan Anda."

"Bagus. Kinerjamu tidak kalah dengan Papimu," puji Pak William seraya menepuk pundak tamunya.

Violeta masih berdiri di dekat sofa. Ia tidak mengerti alasan dirinya disuruh bergabung dengan mereka.

"Kenapa kamu berdiri, Violeta? Duduklah," ucap Pak William membuat pria itu ikut menatap Violeta.

"Ini, Pak. Mungkin tamu Pak William ingin minum sesuatu, biar saya buatkan," ucap Violeta mengingat tugas sekretaris yang biasa ia lakukan saat Dillian kedatangan tamu.

"Tidak perlu. Kamu duduk saja, Yisak yang akan membawakannya."

Violeta masih semakin tidak mengerti guna keberadaannya saat ini. Ia terpaku sejenak saat melihat pria yang menjadi tamu Pak William tersenyum sambil menatapnya.

"Ah, maaf, saya lupa memperkenalkan kalian berdua. Violeta, perkenalkan dia adalah pengacara pribadi saya, Laxsel. Laxsel, dia adalah sekretaris Dillian, Violeta," ucap Pak William.

Laxsel langsung berdiri dan menjabat tangan Violeta. Bohong jika ia tidak terpesona oleh pria itu. Jabatan tangan sesaat itu, terasa menjalarkan kehangatan yang nyaman pada Violeta. Laxsel kembali tersenyum dan mempersilakan Violeta untuk duduk. Bagaikan terhipnotis, Violeta kini tidak merasa segan lagi untuk ikut duduk bersama mereka.

"Bagaimana kalau kita mulai sekarang?" tanya Pak William pada Laxsel.

Laxsel mengeluarkan beberapa map dari tasnya dan menaruh di hadapan Pak William. Violeta memilih tetap diam karena ia tidak mengerti dan merasa tidak ada yang perlu ia mengerti saat ini.

"Baiklah, berapa lama prosesnya?" tanya Pak William setelah membaca barisan kalimat di map itu.

"Tidak akan lama, Pak. Saya akan memastikan semuanya beres...." Laxsel terdiam sesaat. Dari ekspresinya tampak ia sedang memikirkan sesuatu.

"Apa ada masalah?" tanya Pak William.

"Ah, tidak, Pak. Hanya saja, saya menyiapkan ini." Laxsel membuka map yang berada di paling bawah dan memberikannya pada Pak William.

"Apa ini?" tanya Pak William melihat hanya ada beberapa baris kata di lembar itu.

"Untuk memastikan, Pak. Agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," jawab Laxsel.

Pak William menutup kembali map itu dan menaruh di atas meja. Ia menatap Laxsel sejenak, lalu beralih menatap Violeta.

"Violeta," panggil Pak William.

"Y-ya, Pak." Violeta terkejut karena Pak William tiba-tiba memanggilnya. Sebelumnya ia sedang menatap beberapa map yang ada di atas meja. Sedikit rasa ingin tahu timbul karena pembicaraan Pak William dan Laxsel tadi.

"Apa menurutmu Laxsel bisa dipercaya?" tanya Pak William.

Violeta yang terkejut dengan pertanyaan itu, langsung menoleh pada Laxsel. Merasa diperhatikan, Laxsel yang awalnya masih menatap Pak William, beralih pada Violeta. Tidak ada senyuman atau ekspresi apapun pada wajah Laxsel. Violeta bingung, jawaban apa yang harus ia berikan, sedangkan ia sendiri baru pertama kali bertemu dengan pria di hadapannya. Ia tidak mungkin mengambil resiko mempercayai orang yang baru pertama kali ia kenal. Namun ia tidak mungkin berkata jika dirinya tidak percaya pada Laxsel. Jika ia melakukan hal itu, maka sama saja bersikap tidak sopan. Ia tidak tahu sejauh mana jawabannya akan berimbas pada pria itu, kan?

"Jawab saja sejujurnya," ucap Laxsel seolah dapat membaca pikiran Violeta. Violeta buru-buru mengalihkan tatapannya dari pria itu. Ia merasa malu, walaupun tidak mungkin jika pria yang ada di hadapannya bisa membaca pikiran. Ia tidak sedang berada di dalam kisah paranormal atau fantasy.

"Menurut saya ... sejujurnya saya tidak tahu, Pak. Bagaimanapun juga, ini pertama kalinya saya bertemu dengan Pak Laxsel. Itu pun baru beberapa menit yang lalu. Jadi rasanya ... tidak mungkin saya dapat memberi penilaian," ucap Violeta.

Mendengar jawaban Violeta, Pak William menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Ia menatap Violeta lalu Laxsel. Tak ada satu kata pun yang diucapkan Pak William. Ia hanya sesekali bergantian menatap Laxsel dan Violeta. Laxsel ikut diam, karena ia tahu saat ini Pak William sedang berpikir. Namun tidak dengan Violeta, keterdiaman Pak William justru membuat dirinya merasa gugup karena takut jika jawabanya tidak memuaskan.

"Bagaimana kalau saya ubah pertanyaannya? Violeta, jika kamu menikah, siapa yang kamu pilih menjadi pasanganmu, Dillian atau Laxsel?"

Pertanyaan itu seakan membangkitkan bulu kuduk Violeta, karena saat ini seluruh ujung jarinya terasa dingin. Ia tidak memperkirakan akan ada pertanyaan seperti itu di dalam hidupnya, apa lagi pertanyaan ini melibatkan ayah dari anak yang ia kandung dan pria asing yang baru ia kenal. Tidak sampai di situ, pertanyaan itu ditanyakan oleh orang yang memiliki hubungan dalam DNA dari anak yang dikandungnya.

Apa yang harus kujawab?

Violeta menatap Laxsel. Ia terlalu terkejut dan larut dalam pikirannya sendiri tadi, sehingga tidak melihat reaksi yang diberikan oleh pria itu. Ia tidak tahu apakah Laxsel akan bereaksi terkejut sepertinya, marah karena seakan disandingkan dengan perempuan seperti dirinya, atau tidak masalah akan pertanyaan itu.

Jangan berharap, pria seperti dia tidak mungkin mau disandingkan denganku, meskipun hanya dalam pertanyaan 'misalkan'.

Namun anehnya, Violeta tidak bisa melihat ketidaksukaan dalam ekspresi Laxsel. Pria itu malah menatapnya sama seperti Pak William, menunggu jawaban.

"Ha-haruskah saya menjawab pertanyaan ini, Pak?" tanya Violeta sambil memohon di dalam hatinya. Ia berharap Pak William dapat peka akan keengganannya menjawab pertanyaan itu.

"Ya. Jawablah dengan jawaban yang pertama kali muncul di dalam pikiranmu. Tidak perlu berpikir terlalu lama. Tidak perlu juga kamu melihat latar belakang mereka atau apapun, ikuti saja feeling-mu. Tidak ada benar dan salah dalam pertanyaan ini. Saya tidak akan memecatmu jika kamu salah menjawab," canda Pak William yang sama sekali tidak membuat Violeta lebih relaks.

Jawaban pertama tentu saja dia yang akan kupilih, tapi ... aku tidak mungkin mengatakan hal itu di hadapan Pak William dan pria ini. Bagaimana kalau Pak William bertanya kembali alasan dari pilihanku itu?

'... Violeta, jika kamu menikah, siapa yang kamu pilih menjadi pasanganmu, Dillian atau Laxsel?' Pertanyaan Pak William tadi kembali terulang di pikiran Violeta.

Ia menatap Laxsel berharap mendapatkan sebuah clue jawaban yang harus ia berikan. Tatapan mata mereka bertemu dan Laxsel memberikan sebuah senyuman untuk Violeta. Senyuman yang memberi dirinya kenyamanan. Ia yakin jika Laxsel bukan pria yang jahat atau memiliki maksud buruk. Pria itu juga terlihat sangat bertanggung jawab dari caranya berinteraksi dan juga berkenalan tadi.

Siapa yang kuinginkan untuk menjadi pasanganku? Jika mengingat anak yang ada dikandunganku saat ini, tentunya aku akan memilih Pak Dillian. Bagaimanapun, Pak Dillian adalah ayah dari anakku. Tapi ... jika aku melupakan semuanya saat ini dan bisa bermimpi, aku ingin memilih Pak Laxsel. Walaupun aku belum mengenal dia, senyuman yang ia berikan seolah memberikan kehangatan dan kenyamanan....

###


VioletaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang