Part 21 - Walk in the Dark

2.3K 178 0
                                    

"Acel? Acel? Acel!"

Pada panggilan ketiga, gue akhirnya kembali ke masa sekarang. Dion menatap gue dengan pandangan bingung, dan gue hanya tersenyum seadanya.

"Ya? Sorry, lo tadi ngomong apa?"

"Tadi gue tanya panjang lebar, lo gak denger?" Dion mendengus. Menatap ke arah depan sambil menghentak-hentakkan kakinya pelan.

Gue menoleh ke arahnya, mengangkat dagu pelan dengan arti menanyakan tadi Dion mau nanya apa.

"Arti nama lo apasih Cel?"

Gue memejamkan mata, mengkerutkan kening lalu menatapnya kembali. "Lo mau tau banget, apa mau tau aja?"

"Mau tau semuanya." Dion terkekeh melihat ekspresi gue.

"Perempuan mulia berambut pirang." potong gue cepat. "Seinget gue sih kaya gitu."

Dion memegang rambut gue dengan tatapan heran. "Semenjak kapan pink berubah nama jadi pirang?" tanyanya polos.

"Enak aja! Lo kira gue bego." gue memanyunkan bibir. "Rambut gue dulu pirang, turunan dari daddy."

"Lo bule? Bule bakul lombok?"

"Bulek kali mas! Bulek!?" ucap gue kesal.

"Uhh jan ngambek dong, ceritain gimana asalnya rambut lo pirang?" bujuknya dengan lembut.

Gue mengeluarkan hp dari saku, lalu membuka gallery. Menujukkan pada Dion sebuah gambar, seorang laki-laki parubaya menggedong anak kecil berambut panjang dan pirang.

"Lucu banget gila!? Itu lo?"

Gue mengangguk. "Daddy orang jerman, dan gue turunan. Herannya cuma gue aja yang rambut pirang, Keisha enggak tuh."

"Trus?"

"Dulu awal masuk SMP gue dimarahin kakak kelas, dibilang cabe juga gara-gara rambut pirang. Mangkanya itu gue sering juga ganti warna rambut, biar di bilang cabenya kagak nanggung." gue tertawa melihat wajah Dion yang sangat antusias mendengar cerita gue.

Entah semenjak kapan gue menjadi akrab dengannya, tapi Dion orangnya asik dan lucu. Mangkanya itu gue cepet banget bergaulnya sama dokter jadi-jadian ini.

"Daddy lo kemana? Gak jengukin lo?"

Deg.

Gue memejamkan mata, menahan sesuatu yang ingin sekali keluar. Dan pertahanan pun runtuh, segelinang air mata tumpah membasahi pipi gue.

"Daddy pergi ke negaranya."

"Loh!?! Kok nangis? Salah ya gue ngomong gitu?" gue menggeleng pelan. "Jangan cengeng dong." Dion mengusap air mata gue.

"8 tahun daddy pergi dan sama sekali bahkan gak pernah nyamperin gue." gue menghela nafas pelan. "Balik buat gue aja gak pernah, apalagi jengukin gue yang lumpuh gak berguna gini."

Dion memeluk gue, pelukannya sehangat pelukan Gintar. Gintar? Semenjak kabar gue lumpuh, dia gak pernah dateng lagi ke rumah sakit. Mungkin dia malu dan menyesal, menyayangi seorang cewe yang menolak dia dan akhirnya lumpuh.

"Udah lah kok jadi galau gini."

"Lo yang mulai! Nanya-nanya rambut gak penting, akhirnya gini."

"Tapi nama lo cantik kok, secantik yang punya nama."

Pipi gue merona dengan ucapannya barusan, Dion yang ganteng bilang gitu ke gue. Kalian bisa bayangin lah gaes! Dion itu kaya artis Korea, Lee Min Ho tapi versi Indonesia nya.

"Balik ke kamar yok, udah mau malem nih. Ntar nambah sakit." ajak Dion dan gue bales dengan anggukan.

Dion mendorong kursi roda gue melewati koridor-koridor. Lalu mata gue menyipit saat melihat persimpangan meja admin, seorang cowo yang gue rindukan selama ini berjalan terburu-buru memasuki lift.

Secret Love √Where stories live. Discover now