"Nyamm..nyamm.. ini lagi makan!"

"Ga ngajakin ih!"

"Gue makan mie instan Ra, ngiler liat iklan!"

"Oh, jangan kebanyakan makan junk food!"

"Baru satu kok di bulan ini! Hehe"

"Ya udah deh, gue cari makan dulu!"

"Mau gue anter Ra?"

"Engga, gue bukan anak kecil, wassalam!" Dan sambungannya terputus.

Menu yang dicari adalah kentang balado, dan oseng-oseng sayuran ya walaupun kemungkinannya 10% dapetin menu itu, karena jam 08.30 di dekat kos-annya hanya ada menu Nasi kuning atau Nasi uduk, Rara sudah bosan dengan menu itu.

Rara terus mencari sampai ada satu warung nasi yang sudah buka dalam list incaran terakhirnya, yaitu di dekat mess para dokter, tepatnya di samping klinik.

"Bu mau satu!" Kata Rara dengan gembira

"Makan disini atau bungkus?"

"Bungkus bu!" Dengan segera dua centong nasi disimpan dalam kertas coklat yang dilapisi plastik, Rara menunjuk menu yang dia inginkan

"Makasih bu! Eh tambah es jeruk tapi anget!" Ibu yang sedang melayani pembelinya tertawa

"heheh bukan es neng namanya klo anget!"

"Hehe iya sih bu" dan pesanan yang ia minta datang, saat berbalik Rara melihat Ferdi sedang berjalan menuju warung nasi tempatnya berada di temani dr. Devi, anak dari dr. Doni, mereka sedang tertawa riang dan dr. Devi melihat bekas luka di wajah Ferdi, karena dia menunjuk luka Ferdi, tanpa menunggu waktu lama Rara bersiap kabur, entah rasa apa yang dominan saat ini.

****

Hoaamm.. rasa kantuk Rara tak kunjung padam, padahal saat ini baru jam delapan malam, pasien yang ditunggunya tak kunjung datang, Lab nya masih terlihat rapih jadi yang ia lakukan hanya menunggu

Kriing.. kriiingg.. telpon Lab berbunyi
"Hallo, dengan Lab Nuansa.."

"Di UGD urgent!" Tak ada jawaban dari Rara dia malah terpesona dengan suaranya

"Hallo? Dengan Lab?" Tanya seseorang di sambungan telpon

"Iyaa.. iya..!" Rara berlarian menuju ruangan yang dimaksud

"Bawa alat gula yang langsung?" Tanyanya, oh suara telpon tadi suara Ferdi, seksi banget pas nelpon

"Heii..!" Dia mendadah tangannya kedepan wajah Rara

"Ah ya" dan mengeluarkan (alat seperti bolpoin) yang sudah terpasang jarum, Rara mendekatkan alat itu dan jari pasien tersebut mengeluarkan darah, lalu alat gula itu didekatkan pada jari yang berdarah, untuk ia periksa konsentrasi gula yang dimiliki pasien tidak sadar ini

"325 Fer! Eh dok!" Wajah Ferdi yang sedang fokus pada pasiennya menahan tawa akan kelakuan Rara

"Baiklah!" Seru Ferdi tanpa melirik Rara sedikitpun, ah tugasnya sudah beres, namun saat melihat form yang tersimpan di sebuah kotak bertuliskan Laboratorium, disana tertumpuk banyak pesanan pemeriksaan yang dibutuhkan untuk diagnosa dokter.

Deengg..!!

Asyik dengan sampel pasien yang datang silih berganti mampu melupakan rasa kantuk dan rasa lapar yang Rara miliki, dia lupa saat menuju Klinik tak sempat makan, sudah jam 10 malam saat jam berdentang keras, namun pekerjaannya belum usai, lembur tlah tiba, lembur tlah tiba, hati pun gembira.. itu yang Rara nyanyikan untuk mengurangi rasa lelahnya.

"Masih sibuk?" Tanya seorang pria sambil menepuk bahu Rara, dia muncul secara tiba-tiba di ruangan itu

"Hah, kaget gue! Perasaan, gue kunci deh tuh pintu!"

"Saya punya pintu kemana saja" mulai deh dia ngarang

"Heemm, dengan kantong ajaib?" Ferdi menutupi senyumnya

"Kenapa sih? Dosa emang klo ketawa?" Tanya Rara lagi sambil menatapnya tajam

"Emm.. sudah makan?" Tanya Ferdi mengalihkan pembicaraan Rara

"Belum"

"Bareng?"

"Duluan aja Fer, eh dok! Masih banyak kerjaan!"

"Saat seperti ini, panggil Ferdi saja!" Rara hanya mengangguk dan asyik dengan kerjaannya yang ditemani dengan alunan musik dari hedsetnya

"Saya tunggu!" Rara tak mendengarnya

Alhamdulillah beres juga, sampel rapih, hasil lab siap di serahkan, dan laporan bisa di pending, karena napsu lapar yang bergemuruh, Rara berbalik dan mendapati Ferdi tengah tertidur di ruangannya, sejak kapan dia disini? Emang sedang tidak ada pasien? Rara menyelidik wajahnya, masih terdapat bekas luka disana, ada sesuatu yang berbeda hari ini dia lebih tampan ah ya kacamatanya, Ferdi jauh lebih tampan tanpa kacamatanya wajahnya yang sedikit kecoklatan dan rambut halus di sekitar rahangnya membuat dia lebih maskulin.

"Emm.. Rara?" Ferdi mengerang dan mengucapkan asal nama seseorang, dia terbangun karena merasa ada napas yang terasa di depan wajahnya, jarak tubuh mereka terlalu dekat

"Saya Devi!" Seru wanita yang sedang berada di pangkuannya.

****

Aduh maaf.. Maaf kepenceett..

Di harpkan partisipasi kalian heheh #keukeuh..

Bakalan d boom 💥💥 bukan bom panci ko tenang 😀😀 happy read..

Salam,
_Rf

On (a)ther StepTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon