Prolog

66 4 3
                                    

"Mimi!!"

Anak lelaki berumur 5 tahun berlari ke arah sahabat karibnya--anak perempuan sebaya dengannya, sedang duduk termenung di ayunan halaman Taman Kanak Kanak Semprul pada siang hari yang terik sekali. Panasnya bisa sampai masak telor mentah jadi telor mata sapi. Untungnya bisa berteduh sambil duduk-duduk di ayunan yang berada di bawah pohon mangga yang besarnya sebesar Bus Telolet.

"Mimi.. Mimi.." ucap anak lelaki itu yang terus memanggil Mimi, tapi Mimi tak memberi respon kepadanya. Dia tetap menunduk menatap sepatunya yang masih baru, tapi sudah kotor karena Mimi pamer sepatu barunya ke teman teman sekelasnya.

Tiba-tiba Mimi menangis sampai terisak-isak. Anak lelaki itu tercengang dan merasa iba. Dia duduk di ayunan sebelah Mimi.

"Hu hu hu," tangis Mimi.

"Mi, kenapa nangis..."

"Aku ga bisa ketemu kamu lagi mulai besok..dan selamaaaaa lamanya," ujar Mimi yang masih menangis sesenggrukan.

Anak lelaki itu membuka bajunya. Mimi kaget melihatnya, cuma bisa diam. Lalu anak lelaki itu memberi bajunya ke Mimi. Dan sekarang dia hanya memakai kaus kutangnya yang berwarna putih--suci seperti author.

"Ini buat kamu, Mi"

"Heh? Untuk apa?" Mimi bingung sambil menerima T-Shirt merah bergambar Angry Boss dari sohibnya.

"Elap air mata dan ingus kamu pakai bajuku." kata sohib Mimi.

Tanpa ragu ragu Mimi langsung mengerahkan semua tenaganya untuk mengeluarkan ingusnya.

SROOOTT

Kemudian Mimi membuka kacamatanya untuk mengelap air matanya. Walapun masih sesenggrukan, dia sudah merasa tenang sejak bisa membersihkan bekas-bekas tangisan dari wajah imutnya.

"Kenapa.." kata sohib Mimi, "kenapa ga bisa ketemu lagi, Mi. Kamu memangnya mau kemana tiba tiba?!"

Mimi menoleh, menatap sohibnya itu yang bermuka masam karena sahabatnya tak akan bisa bermain dan bercengkrama dengannya lagi.

"Ibu dan aku harus pindah.. Katanya ibu, ibu kerjanya dipindahin gittuuuuu,"

"Mimi ga usah ikutan pindah," sentak sohib Mimi.

"Nanti aku bagaimana.." Mimi mulai berkaca kaca.

"Aku nanti kesepian ga ada Mimi! Ga bisa main loncat kodok sama main catur bareng lagi!!"

"Iya.. hmm," ucap Mimi sambil menghapus air matanya.

"Mi, ga usah khawatir. Kamu bisa tinggal di rumah ku."

"Eh?"

"Iyaa!!"

"Ga bisa..."

"Kenapa?!"

"Kemarin tanya ibu tapi ga dibolehin heheh.."

Ekspresi sohib Mimi berubah menjadi lesu. Dia mengalihkan perhatiannya ke jungkat jungkit berjarak 3 meter di depan mereka. Lalu dia menggerutu kesal. Mimi sadar kalau temannya sebal sekali dia mau pindah.

DIIINNN DINNNN

Mobil jemputan Mimi datang. Mimi dan sohib laki lakinya itu tersentak. Mimi langsung turun dari ayunannya dan berdiri tegang. Sohibnya juga. Mereka lalu bertukar tatapan. Saatnya berpisah ya?

Dari kejauhan, Mimi dan sohibnya bisa melihat Tante Dewi(ibu Mimi) memasuki halaman sekolah mereka. Tante Dewi dengan pesonanya yang khas tiap hari itu tak pernah lupa untuk memoles wajahnya dengan make up dan proporsi tubuhnya selalu saja cocok untuk memakai segala pakaian. Ia tersenyum lebar ketika melihat anaknya dan sohibnya.

"Hai Mimi dan nak Bima!" ucap Tante Dewi dengan aksen medoknya. Cantik-cantik tapi medok ya rapopo lah!

"Ibu!" seru Mimi berlari ke arah ibunya untuk memeluknya. Tante Dewi langsung merangkul anak kesayangannya itu sambil terkekeh.

"Bima sudah tahu?" tanya Tante Dewi. Mimi mengangguk. Sedih.

Bima--iya, sohib Mimi, sedari tadi cuma bisa diam, memerhatikan Mimi. Tidak rela sahabat baiknya akan pergi meninggalkannya..

"Bima..." ujar Tante Dewi.

Bima menatap Tante Dewi, "Iyah, tante?"

"Ini nih.. ada surat buat Bima, kenang kenangan dari Tante Dewi dan Mimi."

Tante Dewi mengeluarkan secarik kertas yang dibalut dengan amplop putih. Tertulis di depan amplop itu For Bima, From Mimi and Dewi

Bima menerima surat itu. Lagi lagi Bima memasang ekspresi sendu ketika menatap surat itu. Tetapi dia tersenyum manis ketika berterima kasih kepada Tante Dewi untuk hadiah kenang-kenangan terakhir dari Mimi.

"Bima, semoga kamu sehat selalu. Salam buat mama kamu juga. Pokoknya Bima jangan suka bandel dan nggak nurutin orang tua ya??"

Bima mengangguk, "Ho'oh"

"Terus.. terima kasih sudah mau jadi teman terbaik buat Mimi. Tiap hari Mimi ngomongin Bima terus kayak ga ada topik lain loh hehehe."

Mimi malu mendengar itu. Spontan dia memukul ibunya pelan, "Apaan! Nggak kok!" kata Mimi sewot.

Bima tersenyum tersipu sipu mendengarnya. Tante Dewi yang senyumnya paling lebar karena kelakuan anaknya dan temannya yang lucu minta diteloletin #demamtelolet. Saat itu juga, Tante Dewi baru ingat kalau dia sudah tak punya waktu untuk dibuang buang lagi. Dia mengecek jam tangannya, "Waduh!"

"Kenapa, bu?" tanya Mimi heran.

"Kita harus pergi sekarang! Barang barang untuk pindahan juga belom beresss!"

"Ya sudah ya, Bima! Sampai jumpa lagi! Ayo, Mimi!"

"Tunggu, bu!" sergah Mimi, "Aku masih mau sama Bima."

"Wahhh kalo gitu ibu duluan ya, nanti kamu langsung naik ke mobil ok! Cepat cepatt!"

Tante Dewi berbalik badan. Buru buru sembari berjalan cepat dan tak lama kemudian dia menghilang dari pandangan mereka.

Bima tak kuasa menahan rasa sedihnya akan kehilangan Mimi sampai-sampai dia tak mau menatap Mimi setelah ibunya pergi. Mimi juga merasa berat mau mengangkat kaki nya pada saat itu. Dua duanya tak mau kehilangan satu sama lain.

"Bima..."

"Hmm.."

"Makasih sudah mau jadi sahabat aku. Aku senaaaaaaang banget."

"Iya.." kata Bima, "Aku juga senang banget punya sahabat kayak kamu."

Lalu Bima dan Mimi berpelukkan seperti Teletabis.

-----

25 December 2016
by : humbugurl

Casts : Mimi, Bima, Tante Dewi (ibu Mimi)

Written on Xmas Day! Om telolet om is apparently becoming a trend, so I mentioned it in the story hahaha.

Trust in UsWhere stories live. Discover now