34 - Tidak Lagi Bisa Sembunyi

974 74 11
                                    

Sesaat setelah membuka mata Rio merasa seluruh tubuhnya sakit dan susah digerakkan. Langit masih gelap namun denyutan kuat di kepalanya membuat dia tidak bisa melanjutkan istirahat, jangankan kembali tidur, untuk bersandar di ranjang saja dirinya kepayahan.

"Kenapa sakit banget, sih!" Rio menghela nafas berat.

Hari ini agendanya cukup padat dan tentu saja dia tidak ingin semuanya berantakkan jika sampai tubuhnya tidak bisa diajak kompromi. Terutama adalah jadwal latihan hari ini yang juga merupakan sumbangsih terakhirnya untuk Cakrawala. Belum lagi urusan perusahaan dan janjinya pada sang pujaan hati untuk melihat kembang api yang mengharuskannya untuk tidak menjadi lemah sekarang, tidak di depan siapapun.

Cklek!

"Pagi sayang..."

"M... ma... mama." Rio mencoba untuk bangun namun pusing dikepalanya memaksa untuk kembali berbaring.

"Kenapa sayang? Mana yang sakit, Nak?"

Baru saja Rio ingin memanipulasi keadaan saat wajah panik Bu Manda lebih dulu mengisi pandangan dalam hitungan detik.

Ya tuhan... sekuat inikah naluri seorang ibu hingga semua usahanya untuk terlihat baik - baik saja di depan beliau semakin membuatnya tampak mengenaskan. Permintaan demi permintaan terlontar meski Rio sudah berusaha meyakinkan sang bunda jika dia hanya kelelahan.

"Kamu yakin?"

"Tapi badan kamu panas banget, sampai gemetaran begini loh!"

"Ke rumah sakit aja ya?"

"Enggak usah, Ma..." Rio bersikeras untuk tidak pergi. Dia tidak ingin kalah dari sakit yang tidak seberapa dibandingkan dengan banyaknya nikmat sehat dan waktu yang sudah Tuhan berikan sebelum ini, dan lagi dia harus bisa membuktikan pada para sahabatnya bahwa alasan dia meminta mereka pergi bukan karena dia penyakitan.

"Oke, Mama percaya sama kamu."

Rio mengulas senyum lembut kemudian memaksa badannya untuk bangkit dan beranjak dari tempat tidur, "Mama turun aja duluan, Rio siap - siap bentar." pungkasnya mengakhiri obrolan sebelum melesat ke kamar mandi.

"Mama tunggu di bawah ya sayang, jangan lama!"

"Siap, Komandan!" Rio menyahut dari dalam kamar mandi tanpa membuka pintu. sepersekian detik kemudian dia membiarkan tubuhnya luruh di lantai yang dingin. denyutan kuat di kepala bagian belakang membuatnya hilang kekuatan, sekelilingnya terasa ber putar sekarang.

'Bangun, Yo!'
'Lo harus bisa kalahin rasa sakit lo!'
'Udah cukup dramanya! Jangan jadi pengecut!'

Tidak ingin mengecewakan sang Mama yang menunggu diruang makan, Rio berusaha bangkit meski kakinya terasa lemas seperti jeli. Butuh waktu lebih lama dari biasanya hanya untuk bersiap namun Rio tidak menyerah, dia tetap menyelesaikan kewajibannya kemudian meraih ransel diatas meja belajar, merapikan seragamnya sejenak sebelum melangkah keluar.

Ssshh...

Ia memukul sebelah kakinya yang kebas padahal belum lama berjalan, baru saja dia berhasil keluar kamar, lemas masih mendominasi namun dia tetap memaksa badannya untuk turun ke ruang makan yang artinya dia masih harus mengajak tubuhnya bekerjasama sekali lagi.

'Jalan, bangsat!'

***

Ify memandangi ponselnya dengan senyum paling bahagia sedunia. Rasanya tak sabar menunggu nanti malam setelah beberapa hari dihadapkan pada situasi yang membuatnya nyaris kehilangan pijakan.

Bagaimana tidak, selain dihadapkan dengan masalah persahabatan yang entah kapan akan selesai, dia juga harus berjibaku dengan Rio yang belakangan mulai bersikap aneh, belum lagi kondisi kesehatan lelaki itu juga terus menurun sehingga membuat emosional sang pacar menjadi tidak stabil.

[2] BAHASA RASAWhere stories live. Discover now