11 - Kolaps

1K 71 5
                                    

Kamar ocean blue milik keluarga Nuraga menampakkan penghuninya yang kini sedang tiduran diatas ranjang sambil sesekali melirik rumah sebelah yang tampaknya masih gelap, sepertinya Agni sedang keluar mengingat sejak siang tadi mereka tidak saling berkabar.

Cakka memejamkan mata saat dirasa pandangannya berbayang, wajar jika tubuhnya mulai berprotes ria pasca latihan super tadi. sebenarnya sejak tadi dia sudah ingin tidur, tapi obrolannya dengan Rio sepanjang perjalanan pulang terus berputar seperti kaset rusak.

Flashback on

Cakka mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan Jakarta yang cukup ramai sore ini. Sesekali dia melirik pejalan kaki atau kumpulan pedagang di bahu jalan, mengomentari aktifitas mereka dengan gaya kritisitas anak seusianya sampai gaya bicara bussnisman kelas berat. Disampingnya, Rio tampak pasrah menjadi pendengar dengan sesekali menimpali celotehnya sampai tiba - tiba anak itu membuka obrolan.

"Eee... menurut lo, siapa ya kapten basket yang paling cocok buat Cakra?"

Hah?
Cakka menampakkan wajah bingungnya sambil mengamati wajah lawan bicaranya yang kini berubah serius. Niatnya bercanda dan mengatakan ini april mop tertelan begitu saja.
"Ya elo lah, Sob! Siapa lagi coba!"

Rio mencebik, "Ya, maksud gue, siapa gitu kira-kira yang cocok gantiin gue di Tim, abisnya nggak mungkin kalau gue nyalonin Lo atau Debo, udah pada kelas tiga masalahnya..."

Cakka menoyor kepala sohibnya keras - keras, "Ebuseeeeet! Lo sehat? Jabatan lo masa aktifnya masih lama keles, pikiran lo kejauhan!" Ujarnya mengingatkan.

Agendanya, baru minggu depan mereka resmi naik kelas yang artinya jabatan Rio sebagai kapten basket Cakrawala baru dimulai, masih ada waktu satu tahun sebelum purna tugas dan parahnya kenapa harus memikirkan itu sekarang?

"Yaaa... kan umur nggak ada yang tahu, Cakk! Gue nggak mau ninggalin tanggung jawab gitu aja kalau seandainya gue nggak sanggup ngejagain posisi ini sampai akhir"

Deg...

Cakka bungkam.

Apa-apaan sih ini! Mereka tidak sedang bermain stand up comedy, kan? Disini sedang tidak ada kamera tersembunyi, kan? Pikirnya aneh. Hatinya tertohok mendengar sanggahan itu, seperti ada jarum tak kasat mata yang berlomba menusuk jantungnya sedemikian dalam.

"Ehm... gimana kalau Kopin aja? Tapi entar anak-anak bisa nggak ya ngimbangin tuh muka tembok?"

Cakka geram, bisa-bisanya tuh anak berfikiran seperti ini disaat mereka baru saja selesai latihan dengan strategi yang benar-benar fresh, diluar ekspektasinya. "Udahlah, mulai ngaco lo! Kalau ngantuk itu tidur, bukannya ngelantur" tutupnya tidak suka.

Second berikutnya Cakka menyibukkan diri dengan memasang musik keras-keras dari recorder tape tanpa mengindahkan seseorang di sampingnya yang masih mencari pembenaran atas tindakannya tadi.

'Kalau lo tahu, gue adalah salah satu suporter paling gila yang setia nungguin aksi nekat lo dilapangan. Lo ngajarin gue banyak hal tentang gimana mimpin tim, koordinir pemain dan banyak pelajaran lain yang nggak gue temuin di buku-buku sekolah. Lo udah buat gue jadi lebih baik asal lo tahu, jadi pliiiis... jangan bawa kata-kata nggak penting itu dipersahabatan kita, gue masih yakin banget bisa ngabisin waktu sama lo lebih dari ini, gue yakin kisah kita masih sangat panjang kedepannnya. lagian, gue nggak mau ah, diomelin si Agni lagi apalagi sampai dicuekin tanpa bantuan lo, ntar baikannya jadi nggak seru' ujarnya dalam hati

Flashback Off

Arrrrgh, Sial!

Memikirkan itu membuat kepalanya seperti mau pecah. Seandainya percakapan sialan itu tidak ada, bisa dipastikan dia bisa tidur nyenyak sekarang, tapi sayang hal itu tidak terjadi.

[2] BAHASA RASAWhere stories live. Discover now