14 - Usaha Seorang Kakak untuk Melindungi Adiknya

1.4K 87 6
                                    

Gabriel menatap nanar tubuh ringkih adiknya dari jendela kecil yang tersedia di pintu ruang rawat, dari posisinya sekarang tampak sosok itu masih betah terpejam dengan beberapa peralata medis yang di fungsikan untuk menjaga kondisinya tetap stabil. garis bergelombang di monitor EKG menunjukkan keadaan pasien sudah lebih baik namun rasanya keterangan itu belum cukup untuk meyakinkan hatinya jika semuanya benar-benar sudah membaik. Terhitung satu minggu sejak insiden mengejutkan malam itu, Rio belum mau bangun seakan sengaja mengabaikan stimulus yang diberikan oleh dokter dan pihak keluarga lainnya, padanya. genggaman, suara, cerita bahkan lagu favoritnya tidak bisa menjadi wasilah apa-apa untuk membuatnya kembali terjaga. Dokter Andrean menegaskan jika kondisi pasien sudah stabil akan tetapi pihak rumah sakit belum bisa memutuskan tindak lanjut yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan ulang setelah pasien sadar.

Malam itu, setelah Bu Manda dan Pak Tama pamit pulang, Gabriel yang baru kembali dari kantin dikejutkan dengan suasana panik di depan ruang rawat adiknya. penasaran dengan apa yang terjadi Ia mendekati Ify yang terisak hebat di kursi tunggu namun hanya raungan yang Ia dengar. Gadis itu seolah kehilangan kata - kata hingga tak mampu memberikan petunjuk apapun, agak lama Ia menunggu Dokternya keluar untuk meminta persetujuan wali agar pasien dipindahkan ke intensif care unit karena kondisinya kembali menurun.

Gabriel blank. Ia mengangguk saja sambil mengikuti Dokter Andrean keruanganya untuk mengurus surat pernyataan pemindahan pasien.

Kejadian ini membuatnya terbelenggu dalam kebimbangan yang besar, sudah satu minggu dan selama itu pula dia memutuskan untuk menutupi keadaan sebenarnya dari Alvin dan Cakka. Ia memilih tetap berangkat ke sekolah dengan berbekal informasi palsu jika Rio sedang menyelesaikan urusan perusahaan Ayahnya keluar kota bersama Pak Dedi. begitu pula dengan Ify dan Ray yang mau tidak mau harus mengikuti rencana gilanya ini untuk kebaikan bersama.

Berat itu pasti, rasanya Ia tidak ingin melanjutkan sandiwara ini tapi bagaimana lagi? Siapa yang akan meredam kesedihan, kekecewaan, bahkan kemarahan para sahabatnya jika mereka tahu apa yang sebenarnya?

Dia bisa saja menenangkan Sivia, Shilla ataupun Agni, tapi dia tidak akan sanggup melakukan itu pada dua sahabatnya yang lain. tidak ada yang bisa merayu kediaman Alvin sebaik apa yang sering Rio lakukan, begitu pula tidak ada yang bisa menenangkan emosionalnya Cakka seperti yang biasa Rio lakukan. Lantas, bagaimana dia bisa memberi tahu mereka jika sampai hari ini Rio bahkan belum mau bangun dari mimpi panjang itu? Apa yang harus dia jelaskan? bagaimana caranya? Pembelaan seperti apa yang bisa dia lontarkan jika keadaan belum juga membaik?

Huft...
Gabriel mendesah kecewa, dunia putih diujung sana rupanya terlalu indah untuk ditinggalkan. Atau mungkin adiknya yang tampan sedang menjadi tawanan para bidadari di kayangan, sehingga dia tidak punya keberanian untuk kembali.

"Yel..."

Gabriel memutar badan ke samping saat mendengar suara berat seseorang memanggil, ternyata Pak Tama. "Eh, Papa... Baru datang, Pa... Mama mana?"

Pak Tama mengulum senyum membalas pertanyaan panjang putranya itu, "Mama lagi kebagian administrasi, Yaudah kamu berangkat sana, nanti telat. Ray udah nunggu di mobil" jelas beliau memberikan kunci mobil yang Gabriel tahu betul milik siapa itu.

Gabriel mengangguk, "Kalau gitu, Gabriel berangkat, Pa..."

"Iya, hati-hati dijalan."

---

Ify berdiam diri cukup lama di kelas barunya, XI-A1. tidak terasa liburan semester 2 berlalu begitu saja tanpa ada kegiatan mengesankan lainnya. Hari kedua kembali ke sekolah Cakrawala masih dihiasi suasana huru - hara anak baru yang selalu menyuguhkan konsep baru setiap tahunnya. Shilla, Alvin dan Agni tampak antusias menyambut parade yang akan diadakan pihak sekolah selama satu minggu ke depan sambil membantu tugas anggota Osis yang baru.

[2] BAHASA RASAWhere stories live. Discover now