28 - Tentang Sebuah Kehilangan

600 50 11
                                    

Ify melangkah cepat melewati halaman rumah lalu berlari kearah pintu gerbang, hampir saja Ia berteriak jika tidak ingat ini masih pagi buta, ya tuhan... bahkan matahari baru saja menyapa dunia setelah bertukar shift dengan bulan yang telah berjaga semalaman.

"Ini aku nggak lagi mimpi, kan?" racaunya linglung.

"Selamat pagi, princess..."

Astagfirullah! Subhanallah!

Ify menutup wajahnya dengan telapak tangan, mulutnya komat - kamit seperti mbah dukun baca mantra sementara kakinya menghentak keras di aspal jalan.

Kesal? Nggak usah di tanya.

Kalau ingatannya tidak salah, sekarang masih pukul setengah enam pagi. ibu - ibu komplek tampak baru keluar untuk berburu sayur di opek keliling. Lalu bagaimana ceritanya seseorang yang semalam berkata akan menjemputnya tahu - tahu sudah berada disini? sepagi ini?

Ah, Ify bahkan belum mengganti piyamanya dengan seragam sekolah.

"Eh, eee... aku kepagian ya?"

"Ya, menurut kamu?"

Rio tertawa seraya melepaskan helm dan meletakkannya diatas tangki motor.

"Tukang sayur aja baru jalan, aku baru mandi, belum siap - siap lagian hari ini tuh nggak ada ulangan, kamu yang bener aja dong!" Ify malah ngomel yang lagi - lagi hanya dibalas kekehan ringan dari sang lawan bicara.

"Aku nggak disuruh masuk dulu nih, ceritanya? pegel loh ini!"

Ify mendengus pasrah, merelakan omelan paginya menguar begitu saja di udara. Detik berikutnya Ia menarik lengan Rio untuk masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya memarkirkan motor di halaman.

"Maaa... Paaa... Dep... ada kak Rio nih" Ify melangkah masuk keruang tamu yang juga terhubung ke ruang keluarga lalu melipir ke kamar untuk bersiap-siap.

Deva yang sedang tidur bebek disofa melirik kebelakang begitu nama Rio disebutkan, netranya menyipit menatap Rio yang sudah duduk di sofa tidak jauh dari posisinya. "Kirain Kakak gue lagi halu, ternyata beneran ada orangnya" ujarnya nggak nyambung.

Rio hanya terkekeh, "Biasa, lagi ada misi sama kakak lo"

"Misi apa tuh?" balas Deva kepo

Rio tersenyum sebagai jawaban, beruntung Deva tidak memperpanjang obrolan mereka karena teriakan Ify yang menyuruhnya untuk segera bersiap menggelegar sampai ruang tamu.

Ajaib memang si Ify.

Lagi, Rio hanya tersenyum melihat tingkah konyol Deva yang tidak ikhlas aksinya diganggu, sambil menggerutu anak itu menenggelamkan tubuhnya di balik pintu kamar dengan suara debuman keras yang lagi - lagi membuat Ify berjengit kaget dari kamarnya.

"Maafin ya, Nak Rio. Kelakuan mereka kalau dirumah memang seperti itu"

"Eh, iya tante... udah keseringan di omelin saya mah sama anak tante yang cantik banget itu" Rio tersenyum membalas sapaan dan tepukan pelan dari Bu Gina yang entah sejak kapan menggantikan Deva untuk duduk di sofa tepat di samping kanannya. Senyumnya yang memancar indah tampak memesona meski usia beliau sudah tidak lagi muda.

"Kamu bisa aja ngerayunya. Sarapan dulu yuk, Om dan yang lain udah nunggu"

Rio mengangguk patuh.

Detik berikutnya berlalu dengan khidmat, suasana di meja makan terasa lebih menyenangkan dibarengi obrolan ringan layaknya keluarga yang utuh.

Ah, membicarakan tentang keluarga Ia jadi ingat rumah, sudah tiga hari dirinya tidak pulang dan memilih tidur di motel dekat kantor demi tidak membuat suasana dirumah menjadi canggung karena komunikasinya dengan sang kakak belum cukup baik. Terlebih Ia tidak ingin Bu Manda atau Pak Tama tahu tentang kejadian hari itu karena disaat yang sama Rio tengah membutuhkan mereka untuk sesuatu yang lebih penting tentang pengobatan lanjutan yang di bahasnya dengan Dokter Andrean tempo hari.

[2] BAHASA RASAWhere stories live. Discover now