Isolate (O) : Obat Peralih

336 124 15
                                    

Isolate (O) : Obat Peralih

DIBANDING menahan tangis, mungkin menahan senyum lebih susah.

Riana sudah membuktikannya malam ini. Melihat Nasya, seorang teman dari masa lalunya berdiri di atas panggung menyanyikan sebuah lagu—yang Riana ingat adalah lagu yang berhasil membuat salah satu studio rekaman mengajak Eagle untuk bergabung—Riana rasanya ingin tersenyum lebar dan mengacungkan jari jempolnya ke perempuan itu.

So I standing here
Still to you
Waiting for the moment you …
Can see Me …

Defasya yang berada di samping Riana mendadak memeluknya. Menceritakan tentang seberapa galaunya lagu ini pada Riana. Padahal kalau Riana mau cerita, Riana bahkan duduk di samping Nasya saat cewek itu menulis lirik lagu Can You See Me ini. Riana jugalah, orang perdana—selain teman-teman Alayersnya yang lain—mendengarkan lagu ini di ruangan musik SMA Wizard High.

“Gue tuh sebenarnya nggak bisa dibaperin gini sama sebuah lagu … Gimana bisa Kak Nasya ngebawain lagu yang sebaper ini. huaaa!” Defasya masih sibuk histeris. Riana memegang perlahan bahu cewek itu, mengusapnya. “Lagunya gue banget, anjir! Gue juga nggak pernah dilihat sama orang yang gue suka. Gue nggak pernah dipandang sama orang yang gue suka. Orang yang gue suka terlalu sibuk ngeliatin orang yang dia suka, dan nggak sadar dia udah sia-siasin orang kayak gue. Padahal kalau diajak setia bareng, gue kan bisa.”

“Lebay,” ejek Rian sambil geleng-geleng kepala.

Riana tidak berniat membenarkan ucapan Rian. Sebab, saat dia bersama kelima temannya, duduk di ruangan musik Wizard High, memerhatikan dan mendengarkan lagu ini sebagai orang-orang pertama, Riana juga mewek. Rekornya, Riana berhasil membuat baju Kanissa, basah kuyup karena air matanya.

Defasya lantas melepas pelukannya. Mencebik kesal kemudian mencubit kuat-kuat lengan Rian. “Cowok nggak pernah ngehargain perasaan bapernya seorang cewek.”

Waktu ternyata berganti secepat itu, ya?

Riana yakin, baru beberapa jam yang lalu dia berdiri di sebuah konser bersama Aviva, satu-satunya sahabatnya yang tersisa. Dan, yang tidak Riana sadari, sekarang, di depannya, dia melihat sesuatu yang seharusnya tidak dilihatnya.

Kalau dulu hanya ada Riana yang menemani Aviva ketika melihat Nasya manggung, kini ada teman-teman mereka yang lain.
Riana ingin sekali berjalan, berdesak-desakan dengan orang-orang demi mencapai sahabat-sahabatnya—itupun kalau mereka masih menganggap Riana sahabat—kemudian memeluk mereka, mengatakan bahwa Riana sangat rindu.

Tetapi, takdir Tuhan sudah mengatakan ‘nanti’, dan dia harus membatalkan niatnya dan menunggu waktu hingga ‘nanti’ yang Tuhan maksudkan tiba.

Sudah tidak peduli lagi Riana dengan Defasya dan Rian, juga lagu Nasya yang mengalun lewat pengeras suara. Yang dipedulikannya hanya bagaimana, keempat temannya itu berdiri dengan senangnya.

Diam-diam, bibir Riana tertarik membentuk sebuah senyuman kecil. Satu kesadaran membuat senyum itu perlahan pudar. Ah, mereka tidak lengkap. Salah satu teman Riana yang lain tidak ada, Ananda namanya. Riana hapal betul bagaimana tabiatnya, memang tidak mudah mengajak cewek berkacamata dan pendiam itu ke sumber keramaian.

Silahkan kemukakan pendapatmu. Yah, yah, yah. Riana dulu memang berteman dengan beberapa cewek. Pupuler di sekolah lagi. Nama-nama mereka adalah Aviva, Aurel, Nasya, Kanissa, Deora dan Ananda. Dan karena sebuah alasan, dia harus meninggalkan persahabatan itu. Dia menghentikannya secara paksa saat mereka belum sampai ke sebuah persimpangan. Dia meninggalkan mereka saat semuanya masih amat lurus untuk dimengerti.

Isolatonist GirlWhere stories live. Discover now