Chapter 27

21.3K 1.1K 277
                                    

"Sayang."

"Hm,"

"Kamu tunggu aku sampe jam pulang kerja ya?"

"Jam lima?"

"Mungkin malem, sekitar jam tujuh. Kerjaan aku banyak, mau?"

"Boleh deh, aku izin sama Mama dulu,"

"Iya."

Setelah mendapat sahutan dari Ali, gadis cantik itu meraih handphone miliknya. Mencari kontak mamanya.

"Assalamualikum Ma."

"Waalaikumsalam Sayang, kenapa?"

"Bie pulangnya telat ya Ma, mau nemenin Ali lembur."

"Oh iya, Mama juga nunggu Papa baru pulang ke rumah,"

"Ya udah Ma, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Sayang," Prilly melangkah mendekati Ali yang sibuk dengan laptopnya.

"Ya," Ali menghentikan gerakan tangannya, menatap ke arah Prilly yang  sudah berdiri disampingnya.

"Kamu masih banyak kerjaan 'kan?" tanya Prilly, tangannya mengusap tengkuk Ali membuat kekasihnya itu memejamkan matanya.

"Iya, kenapa Sayang?" suara Ali terdengar begitu lembut.

"Aku ngantuk, boleh tidur ya?" izin Prilly begitu manja. Mata gadis itu sudah terlihat begitu sulit untuk dibuka.

"Oh ngantuk, kirain mau apa. Ya udah tidur aja dulu, entar kalau aku udah selesai aku bangunin." Ali berdiri dari duduknya, merangkul Prilly. Membawa kekasihnya itu menuju kamar pribadi miliknya.

"Tidur aja dulu," ucap Ali begitu Prilly sudah berbaring nyaman di atas kasur.

"Nggak papa 'kan kamu sendiri?" Prilly masih terlihat tak enak meninggalkan Ali sendiri, padahal matanya sudah hampir menutup sempurna.

"Nggak papa, dari pada kamu bengong nungguin aku, mending tidur." Ali membenarkan selimut yang menutupi tubuh Prilly hingga dada.

Pria tampan itu duduk di tepi kasur, mengusap rambut kekasihnya begitu lembut, hal itu semakin membuat Prilly tak kuasa menahan rasa kantuk yang menyerang. Mata indah yang selalu memancarkan binar kebahagiaan itu perlahan tertutup.

"Good sleep Honey," bisik Ali mesra.
Dengan senyum yang tak pudar sama sekali, Ali melenggang meninggalkan Prilly setelah sebelumnya mengecup kening bidadarinya cukup lama.

Ali kembali dengan kegiatannya. Sesekali pria tampan itu menghembuskan napas lelah, berulang kali ia memijit pelipisnya, seolah tengah mengurangi rasa pusing yang menyerang kepalanya.

Getaran handphone terdengar, dengan malas Ali meraih benda persegi panjang yang terus bergetar di atas mejanya. Begitu melihat siapa yang menelpon, cepat Ali menggeser layar handphone miliknya.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam, Bang."

"Kenapa Tia?"

My BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang