dua puluh

26.4K 4.6K 228
                                    

"Kei, masnya Mia cakep nggak?" Pertanyaan itu keluar begitu aja dari mulut Sera.

Kami berempat saat ini sedang bersantai di rumah sewa, kebetulan sore ini semua tidak ada jadwal dan kami bisa sedikit bersantai.

Gue melirik ke arah Mia yang wajahnya kini ditekuk. Tragedi akta lahir membuat Sera menjadi begitu penasaran akan sosok Kakaknya Mia.

"Lo tau temen Bang Azril yang gue bilang dokter galak kayak macan?" Sera spontan mengangguk. Mas Daru dan mulut tajamnya tentu saja mudah diingat oleh banyak orang. "Iya, itu dia."

Mia tiba-tiba menoyor kepala gue, tidak terima kakaknya disebut macan. "Sembarangan lo!"

"Kenyataannya Mas lo emang galak ya Nyet! Lo aja mengakui itu," sungut gue tidak terima.

"Ya, emang. Tapi galak-galak gitu juga dia Mas gue, Kei." Mia memberi pembelaan.

"Iya terserah lo deh ah,"

"Sera nanya cakep enggaknya Nyet, bukan galak enggaknya!" Kiran ikut angkat suara karena gemas dengan keadaan.

"Cakep... cakep..." ucap gue tidak ikhlas.

"Dih nggak ikhlas gitu jawabnya." Sera menimpali.

"Lo bisa nilai sendiri lah Ra, kan lo udah ketemu dokter Daru di reuni kemarin, ternyata dia kakaknya Mia yang selama ini dipanggil Mas Iyal."

"Reuni apaan ni weh? Kok lo nggak cerita-cerita?" Mia melayangkan pertanyaan penuh protes.

"Cowoknya Sera, Bang Azril, sama mas lo itu temen satu sekolah dulunya, satu SMA."

"Jadi lo udah tau duluan nih kalau Sera udah jadian? Pantesan kemaren responnya biasa aja." Kiran menimpali.

Gue mengangguk, mengiyakan ucapan Kiran.

"Lo kalo mau ketemu ikut aja Ran ke Bandung ntar. Kayaknya Mas Daru ikut juga."

"Kalau mas gue ikut gue berarti nggak ikut Kei, percuma mau ada berapa cowok ganteng pun di sana gak akan bisa gue ambil celah kalo ada dia!" Ucapan Mia membuat gue terbahak. Melihat reaksi Mas Daru saat Danar mengantar Mia pulang kemarin membuat gue sedikit mengetahui karakternya sebagai seorang kakak. Berbanding jauh terbalik dengan Bang Tio dan Bang Azril.

"Selama Levi ikut, gue ikut." Kiran buka suara. Kini bukan rahasia lagi bahwa Kiran memang sedang mencoba mencuri hati temannya di bangku kuliah itu. Bukan tanpa alasan, beberpa teman di angkatannya memang ada yang mengalami cinta lokasi yang berakhir pada pelaminan. Oleh karenanya Kiran mencoba nekat untuk mendobrak pintu pertemanannya dengan Levi. Respon Levi yang cukup baik membuat harapan Kiran kian membumbung tinggi.

"Ini kenapa pada kejebak friendzone semua sih?!" Sera memekik.

"Cuma Kiran sama Mia kok, gue enggak," jawab gue santai.

"Ye, sialan! Meski nggak friendzone lo juga belum tentu lebih baik dari kami. Deket sama banyak cowok tapi hilang timbul dan nggak ngasih kepastian." Kiran menyindir, menancap hingga ulu hati. Membuat wajah gue tertekuk.

"Kei, gue dapet broadcast lagi nih," kata Sera tiba-tiba.

Jika Sera yang berbicara perkara broadcast, pasti ini soal yang aneh-aneh. Terakhir gedung pernikahan yang mempelai wanitanya meninggal. Sekarang apa lagi?

"Lo mau taarufan nggak? Target seratus hari langsung nikah nih. Ada kontaknya juga buat daftar."

"Lo gila ya Ra?!"

***

Hari yang dinanti pun tiba, short gateaway kami ke Bandung. Ajaibnya weekend kali ini adalah Mas Arel, gue, dan juga Mas Daru bisa libur bersama. Di Rumah Sakit ada Shakeel dan tiga dokter lainnya. Gue menduga ini semua campur tangan Mas Arel selaku anak ketua yayasan, jadi kami bisa menukar shift dengan mudah.

Looking For MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang