tiga

35.3K 5.3K 225
                                    

Sabtu malam tiba, sesuai dengan percakapan gue dengan Mia sebelumnya, akhirnya kami nongkrong di kafe langganan tempat band Bang Tio dan kawan-kawan biasa manggung kalau tidak ada jadwal di luar kota. Kafe ini kebetulan milik Ardian Trisutono Azra, yang akrab dipanggil Azra, salah satu anggota band exact bersama Bang Tio, Ezi, dan juga Levi. 

Azra sendiri merupakan teman baik Kiran, jadi di sinilah kami biasa berkumpul untuk menghabiskan sabtu malam di saat gue tidak sibuk jaga di rumah sakit. Jadi kami tidak terkesan terlalu ngenes meski sudah jomblo menahun. Dekat dengan anggota band yang cukup eksis tentunya memunculkan pride tersendiri di mata perempuan lainnya. Ya, di mata perempuan lain, bukan para laki-laki.

Percayalah sebagian besar perempuan berdandan dan tampil cantik bukan untuk pasangan mereka, tapi agar tidak kalah saing dengan makhluk sejenisnya. Jadi kalau ada slogan yang bilang kaum laki-laki suka wanita yang apa adanya, sungguhlah salah. Kami bersolek bukan untuk mereka, melainkan harga diri kami di mata perempuan lain.

Gue menatap jam di tangan dengan gelisah, sudah jam tujuh, tapi belum ada tanda-tanda kedatangan Mia dan temannya. 

"Gelisah amat Kei?" tegur Azra yang kini sedang menaruh capucino latte di hadapan gue, nampaknya ia memperhatikan gelagat gue sejak tadi.

"Lagi nunggu yang lain nih, kok belum dateng juga, padahal gue jaga malem hari ini," ungkap gue jujur.

"Loh? tumben Kei, biasanya lo ke sini kalau libur doang, makanya gue kira lo nunggu exact manggung nanti malem."

Gue menggeleng pelan. "Enggak Zra, gue cuma ada keperluan aja ke sini. Btw, Bang Tio, Ezi sama Levi belum dateng?"

"Sebentar lagi Ezi nyampe kok, dia kan bawa motor. Levi belum ada kabar nih, ini anak emang suka rada-rada deh kalau ada jadwal manggung malem minggu gini, nggak ada kabarnya. Kalau Kiran ke mana Kei?"

"Dia bilang lagi di jalan." Begitu ucapan gue selesai, pintu kafe terbuka, Kiran melangkahkan kakinya dengan riang sambil melambaikan tangan kepada Azra.

Panjang umur...

"Hei, Zra! udah dateng?" sapanya pada Azra yang membuat gue memutar bola mata.

"Hello! Yang punya janji sama lo ada di sini sekarang," tegur gue bermaksud meledek. Dunia Kiran seolah terpaku kepada Azra.

Wajah Kiran berubah menjadi jauh lebih cerah dan segera mengambil tempat duduk di samping gue. "Well, kayaknya malem ini lo dapet jackpot deh?"

"Maksud lo?"

Pertanyaan gue terjawab saat Sera melangkah masuk dengan seseorang yang begitu familiar. Ya, familiar, karena gue kemarin baru saja melihat videonya yang me-review salah satu produk kecantikan.

"Bramantio Jovin?" ucap Azra spontan yang membuat gue menoleh ke arahnya. 

"Lo tau Zra? Jangan-jangan lo suka pakai skin care juga lagi?" cerocos gue yang dijawab senyuman malu oleh Azra. 

Ya Tuhan! Cowok seganteng dan sekalem Azra aja bisa keracunan skin care karena seorang Bramantio Jovin! Pantas saja nama Bram kini begitu terkenal di kalangan remaja dan dewasa muda.

"Halo Kei!" sapa Bram dengan cengiran khasnya. Tangannya terjulur yang membuat gue reflek menyambut juluran tangannya. Jemarinya yang lentik untuk ukuran laki-laki dan kulit tangannya yang begitu halus membuat gue merasa gagal jadi perempuan. Berarti selain bersolek untuk mempertahankan harga diri di mata perempuan lain, gue harus bersolek untuk mempertahankan harga diri di mata Bramantio Jovin juga.

"Bram, Bramantio Jovin."

"Kei Anggita Azkadania, panggil Kei aja, temennya Sera," ucap gue seraya melepaskan tautan tangan kami. Wajah Bram terlihat begitu halus dan licin, tipe-tipe perawatan banget pokoknya. Gue rasa kalau lalat nempel di wajahnya, lalatnya pasti akan terpeleset karena saking licinnya.

Looking For MateWhere stories live. Discover now