Bab 21

49.9K 3.4K 477
                                    

"Di, kamu ... suka sama Mas Biru?" Pertanyaan Cinta sukses membuat Nadia menghentikan langkah kakinya dan menoleh sempurna ke hadapan sepupu yang paling dekat dengannya itu.

Melihat belum ada tanda-tanda jawaban, Cinta bertanya lagi, "Kamu suka sama Mas Biru, kan?"

Nadia mengerjapkan matanya, dan menyadarkan diri dari keterkejutan. "Kamu ngomong apa sih, Cin? Nggak usah ngaco, deh." Ia melanjutkan langkah kakinya yang diikuti Cinta dari belakang.

"Di ... aku memang terkadang kurang peka, tapi aku tidak cukup bodoh untuk tahu perasaan orang yang sudah aku anggap sebagai saudara kandungku sendiri."

Hembusan nafas pelan terdengar dari indera penciuman Nadia. Ia mengerem mendadak laju jalannya dan kembali menoleh ke arah gadis berkerudung itu. "Oke, aku jujur, dulu aku emang pernah suka sama Mas Biru."

"Dulu?"

"Ya, dulu. Saat SMA," ujar Nadia lagi.

"Sekarang?"

Lidah Nadia berdecak. "Kamu kenapa kepo banget, sih?" Gadis itu melipat tangannya di depan dada. " Nah ... sekarang aku yang tanya sama kamu. Kamu suka nggak sama Mas Biru?"

Mulut Cinta gelagapan. "Kok malah nanya aku?"

"Nah, situ nggak mau dikepoin, terus ngapain tanya-tanya?"

"Ya ... karena jawaban kamu bisa jadi penentu langkah aku ke depan, Di."

"Okey, gini aja, aku mau ngomong sesuatu sama kamu."

"Soal apa?"

Tatapan mata Nadia meneduh, dia memang sudah lama ingin mengungkapkan ini kepada Cinta, dan mungkin sekarang lah saat yang tepat baginya.

~~~

Sebuah gesekan spidol pada white board yang ditaruh di ujung gazebo itu terdengar nyaring, beberapa pasang mata memperhatikan Bian yang sedang menjelaskan materi kali ini.

"Jadi yang harus dilakukan pertama kali adalah pembuatan kerangka, kerangka dapat membuat cerita kita fokus dan nggak lari kemana-mana," terang Bian. "Lalu, biasanya akan ada pertanyaan, jika kerangka sudah jadi, tetapi mendadak ada ide baru yang ingin kita selipkan di dalam cerita bagaimana? Apakah masih boleh kita masukkan? Jawabannya, boleh? Selama tidak mengubah plot dan alur cerita yang sudah kita susun rapi." Bian menaruh spidol yang dipegangnya ke lantai.

"Sejauh ini ada pertanyaan lagi?"

Seluruh junior yang memperhatikannya dengan serius, menggeleng pelan, merasa sudah jelas dengan semua penjelasan yang ada. Terkecuali Cinta, gadis itu terlihat tidak fokus sedari tadi, bahkan ia sempat ingin bolos saja dari materi kali ini, kalau tidak bertemu dengan Naura ditengah jalan saat pulang tadi.

Pikirannya berkecamuk, apa yang dikatakan Nadia kemarin benar-benar membuatnya gamang. Dia sudah mengerti duduk perkara dari persoalan ini, tetapi dia masih ragu untuk memutuskan apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Apakah dia memang harus mengambil langkah itu? Apa dia bisa?

Tanpa ia sadari sepasang mata coklat terang memperhatikannya sedari tadi, matanya menyipit curiga, merasakan kejanggalan dari gerak-gerik Cinta.

"Oke, cukup sekian dari saya. Kalian bisa langsung mengumpulkan kerangka yang sudah kalian buat, jika masih ada yang perlu ditambahkan saya beri waktu lima belas menit dari sekarang. Terima kasih." Kaki lelaki itu menapak ke arah samping, menghampiri Biru yang sedang fokus mengamati sesuatu.

"Gadhul Bashar, Ru! Tundukkan pandanganmu!" seru lelaki itu yang membuat Biru terhenyak.

"Oh, kamu, Yan."

Birunya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang