Bab 17

41.6K 3.3K 512
                                    

Allah bukan melarang kita untuk mencintai seseorang sebelum keabsahan terjadi. Hanya saja ia meminimalisir rasa sakitmu, karna orang yang belum menjadi hakmu bisa saja terbawa angin dan pergi. Siapa yang tahu takdir akan bermuara kemana?

- Cinta

Pertemuan Lingkar aksara baru saja bubar, Cinta berjalan terhuyung ke parkiran motor, tapi baru saja gadis itu masuk ke dalam sana dan akan mengambil kendaraan roda duanya, hujan deras mendadak turun.

Ia melenguh pasrah, lalu beristighfar, ia tak bermaksud membenci salah satu anugerah Tuhan ini, tapi dia seperti tak bisa ke mana-mana kalau hujan turun. Gadis itu menggosok badannya pelan, rasa dingin sudah merasuk dalam tubuhnya.

Cukup lama, sampai sebuah jaket mendadak terlempar ke arahnya dan secara reflek langsung ia tangkap. matanya menangkap punggung seseorang yang sedang berjalan menjauh darinya, seolah tak mengenal gadis itu

"Emmm ... Mas Biru, ini apa?"

Lirikan mata sekilas Biru layangkan ke arah Cinta. "Aku naik motor, nggak mobil."

Bola mata Cinta berputar. Lalu? Apa nyambungnya dengan pertanyaanku?

"Aku nggak nanya itu, Mas. Yang aku tanya jaket ini, punya Mas Biru, bukan?"

"Oh."

Ini jawaban seperti apa lagi??

"Hatchi!" Hidung Cinta mulai gatal dan bereaksi dengan lingkungan sekitar yang mulai mendingin.

Mata Biru membulat lalu kemudian berkata dengan keras, "Cepetan!"

"Apanya?"

"Di pake."

"Apa?"

"Itu." Ia mengendikkan dagunya ke sesuatu yang ada di tangan Cinta

"Apa, sih?"

"Jaket."

"Oh." Cint membulatkan mulutnya dan mengerjap. "Jadi ini beneran punya Mas Biru, kan?"

"Penting?"

Ah, ngomong sama dia selalu saja seperti ini, berputar-putar tak tentu arah. Lebih baik Cinta tak mengindahkannya saja. Ia pakai jaket itu tanpa berkata lebih lanjut lagi. Hangat dan nyaman, aroma mint menguar memberikan kesan segar.

Cinta mendekap tubuhnya sendiri. Sesaat ia merasa kejanggalan. Bukankah Biru tadi melangkah menuju motornya, lalu kenapa belum keluar juga sampai sekarang.

Cinta menoleh ke belakang dan mendapati sosok itu sedang duduk di atas motornya, berjarak kurang lebih empat meter dari tempatnya berada. Tidak melakukan apa-apa, hanya duduk-duduk saja sambil membaca sebuah buku, padahal parkiran ini cukup gelap. Apa maksudnya lelaki itu? Dia aneh hari ini.

"Mas?" Cinta setengah berteriak agar lelaki itu mendengarnya. "Kok masih di situ, nggak pulang?"

"Baca," jawabnya. Singkat, padat dan jelas.

Diksinya dalam berbicara hanya secuil, apa kabar dengan tulisannya? Bukankah dia penulis?

Cinta hampir menyahut lagi kalau tidak ada bunyi ringtone dari dalam tasnya. Nama yang tertera di ponsel itu membuat dahinya berkerut. Dari Langit?

"Ya, Halo. Assalamu'alaikum."

"Lo dimana, Cin?" balas orang di seberang sana dengan cepat.

Cinta tersenyum kecil. "Jawab salam wajib, Lang."

"Oh iya. Wa'alaikumsalam. Lo dimana?"

"Di parkiran."

Birunya CintaWhere stories live. Discover now