BAB 2

80.5K 4.2K 295
                                    

Oh iya, buat yang nggak sabar baca lebih banyak, atau mau ngasih THR sama aku. Wkwkwkwk. Kalian bisa langsung ke karya karsa ya. Cerita ini udah aku update di sana sampai 25 part.

Happy reading! 🤗🤗

****

Cinta mendumel sendiri di perjalanan menuju rumah. Biasanya dia tipe orang yang susah marah, tapi bila agama sudah disangkutpautkan dalam masalahnya. Entah kenapa hatinya mencelos begitu saja.

Dia memang sudah menutup aurat, juga sudah mulai memperbaiki penampilan dengan memakai rok hampir setiap hari. Tapi perkara tingkah laku, dia juga seorang manusia yang mempunyai cacat cela, dan yang perlu disalahkan adalah manusianya, bukan apa yang ia kenakan, apalagi agama.

Mood-nya yang baik saat mengerjakan tugas kelompok bersama Langit tadi pagi, seketika hancur ketika menghadapi sosok bernama Biru. Entahlah. Sepertinya lelaki itu memang bukan orang yang tepat untuk dijadikan seorang teman.

Suara klakson dari belakang tubuhnya mengagetkan gadis itu, membuatnya reflek mengucap istighfar beberapa kali. Tepat saat ia menoleh ke samping, sebuah motor matic lengkap dengan sang pengemudi terlihat tanpa dosa melambai ke arahnya

"Assalamualaikum sepupuku yang paling imut sejagat raya negeri. Tumben jam segini udah balik. Biasanya angkrem dulu di kafe onoh."

Cinta sama sekali tak menjawab, takut kalau emosinya akan kembali mencuat jika mengingat kejadian di kafe yang baru saja ia alami.

"Kenapa, sih? Lagi bad mood, ya?" tanya Nadia yang melihat gelagat tak biasa dari raut wajah gadis itu.

"Yuk, pulang," ajak Cinta, sama sekali tak menjawab pertanyaan Nadia.

Nadia mendengus keras, dia paling tidak suka bila ada sesuatu yang mengganjal dan tidak diketahuinya. "Ck! Ceritain dulu."

"Nanti sampai rumah, ya."

"Beneran, ya. Awas kalau bohong!"

"Hmmmm ...," jawab Cinta malas.

***

Nadia mengunyah Cheesecake stawberry yang ditaruh di meja ruang keluarga. Kepalanya naik turun menanggapi cerita yang dialami Cinta tadi siang.

Oh ya, Cinta bukan asli Semarang, dia berasal dari Pati, sebuah kota kecil yang berjarak sekitar dua jam dari ibu kota Jawa Tengah. Jadi, selama di kota rantau ini dia tinggal di rumah orang tua Nadia yang tidak lain dan tidak bukan adalah kakak dari ibu kandungnya, dan hal itulah yang mendasari kedua gadis itu menjadi sangat dekat meskipun berbeda kepribadian.

"Oh... begono," kata Nadia masih dengan bibir penuh dengan krim lembut yang langsung ia bersihkan dengan lidahnya.

Cinta berdecak melihat reaksi dari gadis manis berambut keriting gantung itu. Padahal tadi Nadialah yang memaksanya bercerita, menguntitnya sampai berbicara. Dan sekarang apa yang ia lakukan? Menertawakan ceritanya seolah itu hanya guyonan semata.

Pelan-pelan, Nadia meletakkan sendok ke piring yang sudah bersih tak tersisa dan setelah itu menatap Cinta dengan saksama. "Ini menurut aku nih, ya." Ada jeda beberapa detik sebelum Nadia melanjutkan perkataannya. "Kayaknya tuh cowok jodoh kamu deh, Cin."

Dan ucapan Nadia sukses membuat bibir Cinta mencebik lucu, memikirkan sering berinteraksi dengan makhluk seperti itu saja sudah membuatnya pusing, apalagi bila ditakdirkan berjodoh, bisa pusing tujuh keliling dia.

Melihat reaksi Cinta, tawa Nadia semakin mengeras, ia bahkan sampai memegang perutnya sendiri. "Beneran, deh. Cowok kafe itu tuh tipe akhi-akhi alim yang gak mau deket sama cewek, kalau jadi jodoh kamu yang mempunyai prinsip nggak mau pacaran kan cucok."

Birunya CintaWhere stories live. Discover now