41. What is Exactly Wrong With Makayla?

1.1K 154 16
                                    


"Kay."

Michael menghampiri Makayla yang sedang melamun di taman belakang rumah Edward. Makayla terlihat sangat kacau. Meskipun otak Michael terus menyuruh Michael untuk pergi dan tidak ikut campur, namun ia tetap menghampiri Makayla yang risau.

"Mike." Makayla menoleh lalu sedikit memaksakan sedikit senyum di bibirnya agar Michael tahu jika Makayla baik-baik saja. Michael berniat untuk pergi, tetapi ia sadar, ia tak tahan melihat wajah itu murung. Michael mengakui jika ia sangat memuja tawa Makayla tempo hari saat Makayla mabuk dan dicium oleh Michael. Sekarang, ia sangat berbeda jauh dari itu.

"Kau... baik-baik saja?" tanya Michael canggung. Sambil terus mendekati posisi Makayla hingga mereka hanya tertinggal jarak beberapa senti saja.

"Aku... Mike, aku minta maaf sudah mengacau hari ini. Aku tak tahu apa yang salah dengan diriku." Makayla menggelengkan kepalanya menyerah, lalu menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

"Tak apa." Michael mengangkat kedua bahu lalu memasukkan kedua tangan ke saku celananya seperti biasa. Namun untuk kali ini, dengan alasan spesifik. Michael tak ingin kedua tangannya menyingkirkan kedua tangan Makayla dari wajah lugunya. "Aku tahu ini sangat sulit. Jangankan kau, aku mengalami hari-hari yang sulit. Aku tahu persis bagaimana rasanya. Dan, masalah Si Sok Kaya itu—"

"Damien, Michael. Bisakah kau memanggil namanya?" Makayla akhirnya membuka wajahnya. Dan rautnya berubah menjadi kesal. Michael yang melihat itu terdiam sesaat, melihat ke dalam mata Makayla dan menemukan kesesatan di sana.

"Sepertinya aku tak seharusnya di sini." Michael membalas dengan sarkastik. Jika saja Makayla mengerti, tatapan itu bisa meretakan udara di sekitar mereka. Tatapan itu menunjukkan ketidak mengertian, menunjukkan kecemburuan yang mendalam. Michael sadar, Makayla meminta maaf hanya untuk mengacaukan pembicaraan mereka tentang misi. Bukan untuk membela keluarga Skylar.

Michael menggelengkan kepalanya, melihat ke sembarang arah sambil tersenyum ironi lalu pergi melenggang meninggalkan Makayla. Michael berjalan menggelengkan kepalanya beberapa kali lagi tak percaya jika ia baru saja membiarkan dirinya sendiri kembali jatuh di perangkap Makayla. Sangat ironis.

Makayla menghela napas dengan berat. Semua ini terlalu menekan kehidupannya. Ia sama sekali tak pernah membayangkan kehidupannya akan berubah drastis menjadi seperti ini. Yang ia pikirkan hanya kehidupan gadis biasa yang memiliki banyak teman, kehidupan bahagia dan tanpa masalah. Bukan kabur dari rumah bersama lelaki yang membuatnya sering kali merasa sakit hati, membolos sekolah, lalu menghilang seperti ditelan bumi. Makayla sadar jika ini hanya mengulur waktu sampai Abraham menemukan mereka dan membunuh mereka. Itu pasti akan terjadi, batinnya meyakinkan dengan pesimis.

"Wanita memang sulit huh?" Abaghta menegur Michael tanpa sepengetahuannya. Michael menghentikan langkahnya dan melirik pada Abaghta yang bersandar di permukaan tembok sambil menyilang tangannya.

Michael terdiam dengan seribu bahasa di dalam tubuhnya. Mungkin Abaghta tak sepintar Abdiel dalam membaca pikiran. Namun Abaghta tahu ada sesuatu yang sedang terganggu di dalam sana.

"Kau menyukainya, kan?"

"Hentikan. Aku tidak, aku membencinya. Sangat." Sangkal Michael dengan gelagat mencurigakan hingga membuat Abaghta mendengus meremehkan.

"Bung, kau tak bisa terus menyembunyikan itu. Jika semua orang yang kautemui seperti Makayla, mungkin kau bisa menyembunyikannya. Tetapi, lihatlah sekelilingmu." Abaghta merentangkan tangannya. "Kami memiliki berkat, dan kau tak tahu betapa besarnya itu. Melihat perasaanmu seperti menjawab satu ditambah satu dalam matematika. Mudah." Abaghta menyipitkan matanya seperti mengancam.

(TERBIT) Things I CanWhere stories live. Discover now