12. Damien Skylar

2.2K 287 90
                                    

Dentingan sendok mengiringi makan malam mereka yang begitu senyap. Masing-masing dari mereka berdiam diri dengan pikirannya masing-masing. Suasana canggung menyelimuti kebersamaan mereka yang tiba-tiba terasa menjadi begitu asing. Tak biasanya mereka melewati makan malam yang sangat jarang terjadi ini dengan kesunyian. Sesuatu telah terjadi.

Bagi Michael, penampilan Makayla malam ini membuat mulutnya terkunci rapat. Jangankan mulutnya, seluruh sistem sarafnya terasa terkunci, bahkan napasnya tercekat tak karuan mengendus aroma wangi tubuh Makayla di sebelahnya. Ingin sekali lehernya terputar ke sebelah kiri, dan menyaksikan Makayla dalam jarak yang begitu dekat untuk memuaskan keinginan terbesarnya malam ini.

Tapi, egonya begitu saja membunuh keberanian Michael.

“Kudengar, kau sekarang selalu di rumah, Ally?” Sophia membuka percakapan yang terasa begitu dingin. Allyson tersenyum,

“Ya, aku sudah berhenti bekerja.” Jawab Allyson ramah. Michael mendentingkan sendoknya.

“Bisakah kita membicarakan hal lain? Apa saking tak ada dialog, kita perlu mengulang-ulang percakapan yang bahkan kita sudah tahu jawabannya? Apa itu hanya formalitas kalian agar terkesan hangat? Fuck no! It doesn’t work! I’m out.” Michael melap bibirnya dengan serbet dan bergegas menggeser kursinya untuk dapat mengeluarkan diri dari sana.

Tapi, sejenak tangan Michael berdesir keras seolah ada yang menuangkan sebotol Champagne ke lengannya saat tangan kecil dan halus Makayla menggenggam tangannya. Michael menatap Makayla keras, menggelap seolah ia akan menelan Makayla bulat-bulat dengan tatapan intimidasinya. Tetapi rona merah wajah itu…

Keinginan terbesar Michael, keinginannya untuk sedikit saja menatap kilau mata Makayla, kini didapatkannya. Seperti miliknya, Michael menatap lunak ke dalam sana yang begitu teduh dan penuh dengan keluguan. Gadis itu menggelengkan kepalanya pada Michael untuk mencegahnya pergi. Secara tidak sadar, Michael kembali duduk di tempatnya. Bukan untuk menuruti keinginan Makayla, apa lagi untuk menghormati orang tuanya. Hanya saja lututnya mendadak melemas dan menyuruhnya untuk segera mendapat peristirahatan.

Bola mata itu…

Bola mata yang selalu ditatap Michael saat Makayla hendak terlelap dari hari mereka yang melelahkan. Itu dahulu, dahulu yang takkan pernah bahkan sedetik pun akan terulang.

Keheningan kembali menyapa kediaman Almo. Mereka saling melirik bergantian, menyadari ada getaran dan aura yang berbeda di antara Michael dan Makayla. Mereka takut usaha mereka yang sulit untuk memisahkan Michael dan Makayla akan menjadi sia-sia.

Khem…

Albert mendehem dan menarik semua perhatian. Termasuk Michael, ia menoleh kepada Albert dengan dingin.

“Setelah ini kita harus bicara Mike.” Kini giliran Albert yang melap bibirnya dengan serbet, menyatakan kesudahannya untuk makan malam. Ia menutup sendok dan garpunya di atas piring dengan anggun. Ini jelas gertakan yang sangat keras bagi semuanya. Albert pernah bilang jika ia sangat membenci orang yang meninggalkan meja makan sementara orang-orang masih belum selesai makan, menurutnya itu sangat tidak sopan. Tapi sekarang? Albert nampaknya sudah sangat muak untuk berdiam diri di meja makan megahnya akibat gangguan dari putra semata wayangnya sendiri.

Belum sempat Albert mengangkat bokongnya untuk angkat kaki, tiba-tiba saja semua tatapan mengarah pada suara kegaduhan yang terdengar jelas dari ruang tengah.

Alis Albert terkerut mendengar seperti ada suara cekcok di dalam istananya.

“Carla!” Ia menyerukan nama kepala pembantu rumah tangganya. “Ada siapa?” teriak Albert gusar. Sudah hatinya kesal, sekarang ditambah lagi ada suara ribut dari luar.

(TERBIT) Things I CanWhere stories live. Discover now