[4]

2K 271 79
                                    

"Jangan diliatin terus. Entar suka." Suara Ryan mengalihkan pandangan Leo dari Fiona, perempuan itu. Terhitung sudah 30 detik Leo dan Fiona saling menatap satu sama lain. Leo pun baru menyadari kalau Fiona adalah perempuan yang satu angkot dengannya tadi pagi.

"Gue tau dia cantik. Kalau gue ganteng kayak lo, gue udah pacarin dia." kata Ryan kembali.

Leo mengabaikan perkataan Ryan dan kembali melihat ke arah Fiona yang kini sedang tertawa bersama teman-temannya. Entah mengapa melihat Fiona tertawa adalah pemandangan terindah yang pernah Leo lihat saat ini. Leo bisa saja memfotonya yang sedang tertawa, lalu mencetak dan memajang foto itu di kamarnya. Namun, Leo berpikir kalau hal itu sangat berlebihan, dan seorang Leo Hemmings tidak mungkin melakukan hal semacam itu.

Leo menggeleng kecil dan mulai melangkahkan kakinya. Sementara itu, Ryan, yang kini berjalan di sampingnya, membuka suara kembali. "Sapa dia gih."

"Hah?"

"Hah, heh, hoh," kata Ryan agak kesal. "Udah sana sapa dia."

Leo hanya mendengus, lalu sedikit mempercepat langkahnya. Entah mengapa jantung Leo mulai berdegup kencang saat jarak antara dia dan Fiona semakin dekat. Kedua telapak tangannya pun kini mulai terasa dingin.

Leo akhirnya berada di belakang Fiona. Namun, Leo malah hanya melirik sekilas ke arahnya dan memutuskan untuk melewatinya. Leo tidak mengerti mengapa dirinya bisa segugup ini. Padahal Leo hanya perlu mengatakan 'hai' kepada perempuan yang sama-sama satu spesies dengannya.

Ryan, yang sejak tadi berjalan di belakang Leo, terlihat bingung dan melihat Fiona dan Leo secara bergantian. Ryan lalu berteriak sambil mempercepat langkahnya untuk mengejar Leo. "Woi, nyet! Mau kemana lo? Fionanya ada di sini, woi!"

"Bego," gumam Leo kesal tanpa menengok ke belakang. Di dalam hatinya, Leo mengutuk Ryan karena menyebut nama Fiona dengan keras di hadapan orangnya. Leo juga mengutuk dirinya yang entah mengapa bisa merasa sangat gugup saat akan menyapa perempuan yang membuatnya penasaran itu.

***

"Oh Tuhan, ku cinta dia, ku sayang dia, rindu dia, inginkan dia..."

Suara Leo terdengar menggema di kantin sekolah yang cukup luas ini, diiringi suara gitar milik Ryan yang ia mainkan. Selain rumah pohon, Leo dan Ryan memang terkadang nongkrong di kantin setelah pulang sekolah. Itu juga kalau mereka tidak ada kegiatan ekstrakulikuler atau kerja kelompok.

Karena hari ini Leo tidak membawa motor, Leo terpaksa menunggu Papanya untuk menjemputnya. Sebelumnya Leo sudah mengirim chat kepada Papanya untuk memastikan kalau Papa kesayangannya itu menepati janjinya.

"Utuhkanlah rasa cinta di hatik- kok, berhenti?" tanya Ryan yang baru saja mulai bersenandung.

"Bentar. Ada chat masuk." jawab Leo sambil mengambil ponselnya yang sejak tadi tergeletak di atas meja.

Luke Hemmings: Leo anak papa yang ganteng.
Luke Hemmings: Tapi masih gantengan papa.
Luke Hemmings: Papa udah di depan ya.

Leo H: y

Luke Hemmings: K.

"Gue cabut duluan, ya, bro. Papa gue udah jemput." kata Leo sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celana seragamnya, lalu menyerahkan gitar kepada Ryan.

"Dasar anak Papa," kata Ryan yang kini memangku gitar.

"Bacot lo," kata Leo sambil membenarkan posisi tas ranselnya, lalu berjalan keluar dari kantin.

Setelah menemukan mobil Papanya yang terparkir di depan sekolah, Leo masuk ke dalam mobil dan menemukan Papanya yang sedang memakan pisang goreng. Papanya lalu memberikan sebuah kantung kresek kepada Leo. "Ini Papa sisain buat kamu."

LEOWhere stories live. Discover now