Part 39

8.1K 890 58
                                    

Cewek-cewek anak kelasku datang berkunjung ke rumah setelah mendapatkan alamatnya dari Arya, cowok itu mengirim pesan padaku agar membiarkan mereka main di rumahku.

Namanya juga teman sekelas ya harus akrab. Mereka ber-empat datang ke rumahku dengan dua motor yang dikendarai oleh Kiyna dan Putri, sementara Wendy dan Mala diboncengin.

Kami berlima duduk di ruang TV sambil bergosip dan makan cemilan, terpaksa aku mengabaikan Gibran. Ya sesekali aku kembali ke ruang tamu, anehnya cowok itu tidak minta pulang malah asyik bermain game.

Kenapa dia tidak pulang saja sih, menyebalkan!!

Sore ini aku menghabiskan waktu dengan teman sekelasku, rasanya seru banget bisa main di luar sekolah bersama mereka. Aku tidak tahu apa yang menyebabkan sekarang Kiyna dan Wendy down to earth banget mau nempel bersama aku, Mala dan Putri.

Ya, mungkin mereka baru menyadari bahwa ternyata kami asyik banget. Siapa tahu?

Jam setengah enam sore mereka memutuskan untuk pulang. Emang dasar apes, bahkan sampai mereka pulang Gibran masih nyaman duduk di sofa tidak mau ikut pulang.

"Cie, rame banget teman lo!" celetuknya begitu aku memasuki ruang tamu usai mengantar kepergian teman-temanku.

"Iya dong. Kalo bukan mereka, siapa lagi teman sekelas gue?" sahutku santai.

"Parah gue dicuekin." Ternyata dia menyadari itu. Aku tersenyum masam.

"Eh, nggak kok perasaan," kilahku cepat.

Gibran bangkit dari posisi duduknya dan merapikan jaket, dia menggerakkan tubuh seperti merenggangkan otot.

"Balik ah udah sore," katanya ngeloyor keluar rumahku. Di depan pintu dia menoleh, "Loh, lo nggak nganterin gue gitu kayak tadi?" Aku syok baru sadar tidak mengikuti langkah cowok itu.

"Duh, manja banget! Iya nih gue anter, yuk!"

Sambil menuruni tangga teras cowok itu merangkul bahuku, aku segera menyingkirkan tangannya dan menjaga jarak. Cowok itu menyipitkan matanya curiga.

"Masih nggak bisa suka sama gue, Sas? Coba lo sekali aja lihat ketulusan gue, dan mengizinkan gue buat jadi pacar lo," katanya sambil mendekatkan wajahnya ke arahku.

Aku sesak menghirup aroma parfum cowok itu, aku menundukkan kepala menghindar terjebak dalam posisi ini lagi. Kakiku melangkah mundur tetapi keburu dipeluk olehnya. Aku memejamkan mata takut. Kenapa dia nekat sekali?

"Sialan!! Lo mau ngapain, hah?"

Tiba-tiba saja terdengar suara yang begitu aku hapal, begitu aku menoleh sudah melihat Arya sedang menarik kerah baju Gibran. Mereka berdua saling menatap tajam dan bengis.

"Arya!" Aku mengerjapkan mata, dari mana cowok itu datang? Sejak kapan dia ada?

Melihat dirinya yang muncul dari belakang kami, kemungkinan dia sebelumnya bersembunyi di balik tembok garasi. Rumahku memang memiliki dua garasi, kalau malam kendaraan dimasukkan ke garasi yang dalam.

"Siapa lo ngurusin kita? Ngapain lo di sini?" balas Gibran teriak. Tangannya menepis cengkeraman Arya di kerahnya. "Lepasin! Apaan sih????"

Mereka jadi terlibat tarik-tarikan kerah baju. Aku bingung harus bagaimana, "Eh, kok kalian jadi ribut sih? Ar! Gib! Udaaah!" ucapanku sia-sia, siapa yang peduli.

Arya semakin mengeratkan cengkeremannya di kerah Gibran, rahangnya mengatup keras. Matanya bergerak-gerak liar menyeramkan. Tangannya yang besar terlihat urat-urat kasar.

"Gue bilang secara halus nggak ngerti? Apa harus pake cara kasar? Jangan ganggu Sashi! Gue mohon sama lo!!" serunya berang.

"Emang lo siapanya Sashi pake ngatur segala? Cemburu hah? Kalo mau bersaing yang fair dong," balas Gibran sambil mendorong bahu Arya. Wajahnya memerah, dia juga sedang menahan amarah. Tidak tahu apa-apa tapi dimarahi oleh Arya. "Cemen! Lo kira Sashi suka sama lo?"

SashiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang