26 - Menanggung Konsekuensi

Start from the beginning
                                    

Dukkk...

Dukkk...

Permaiannya berubah kasar, semakin banyak dia memantulkan bola, semakin berat, banyak yang menganggu fiikirannya, terlebih aksi diamnya dengan Rio juga belum menemukan titik terang.

Pagi ini saja, meskipun mereka berkumpul dimeja makan yang sama, Dia seolah kehilangan tenaga untuk bisa berperilaku sebagaimana biasa, Bukan tidak bisa, tapi susah. entah kenapa dia selalu diliputi kecemasan setiap kali mereka bertemu pandang. Dia tidak marah, tidak juga benci. Dia hanya kecewa, luar biasa kecewa hingga tidak bisa mengungkapkannya.

Puluhan panggilan dan pesan dari Rio sengaja dia abaikan, biarkan saja. Dia ingin Rio tahu jika persahabatan mereka terlalu rapuh dan mudah dihancurkan jika salah satu pilarnya sudah hilang, rasa percaya.

"Gue rasanya kayak mau mati tahu nggak, yo! Nggak cukup apa, sekali aja lo bohongin gue, kenapa harus ada lagi yang kayak gini! Mau sampai kapan sih Lo nggak nganggep gue ada..."

"Vin..."

Glek!
Alvin membalikkan badan sesaat setelah suara lirih itu terdengar, matanya menyipit tidak percaya mendapati Rio sudah berdiri dibelakangnya.

"Vin... Gue minta maaf, gue nggak bermaksud buat—

"PERGI NGGAK LO DARI SINI?" bentaknya keras.

"Tapi, Vin..."

Brakk

"Oke, biar gue aja yang pergi!" Alvin membanting asal bolanya, melangkah cepat meninggalkan tempatnya tanpa menoleh lagi kebelakang.

"Vin... Vin, tunggu Vin" Rio menggenggam pergelangan tangan Alvin sebelum dia berjalan semakin jauh. "Gue ngaku salah, gue minta maaf. Setelah lo maafin gue, kalau lo minta gue pergi, gue bakal pergi, Vin. Gue janji..."

Alvin mencebik kentara, "Yaudah, pergi sana! nggak ada gunanya juga Lo disini!" balasnya melanjutkan langkah untuk pergi dan menghilang di balik pintu samping.

Rio memandangi siluet itu dari kejauhan tanpa berniat mengejar kembali. Sepertinya kali ini kesalahannya sangat fatal, jelas sekali dia melihat Alvin tidak main-main dengan kata-katanya tadi. Sorot matanya sangat tajam, menusuk batin siapapun yang melihatnya.

Dia gagal meminta maaf.

---

"Pak, Kita ke sekolah ya, agak cepet jalannya!"

Rio membiarkan punggungnya menempel semakin dalam di jok mobil selama perjalanan, berdasarkan informasi dari Agni, Cakka ada pertemuan dengan Pak Joe dan anak basket junior hari ini, kemungkinan bisa sampai sore, tentu dia tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bicara berdua dengan Cakka guna meluruskan kesalahpahaman diantara mereka.

Rio berjalan agak tergesa menuju lapangan indoor sekolah, sepanjang koridor sudah sepi, terang saja proses belajar mengajar sudah selesai sejak beberapa jam yang lalu, pak satpam yang biasa berjaga di depan gerbang utama saja dengan mudah membiarkannya masuk meski tidak memakai seragam.

"Kka..." Rio berdiri di dekat podium tempat Cakka duduk membereskan barang-barangnya, tidak ada siapa-siapa disini, sepertinya Pak Joe dan para pemain juga sudah pulang.

"Hm"

Benar, kan? sama seperti Alvin, Cakka juga pasti sedang marah gara-gara aksinya tadi pagi. Buktinya, si biang rese ini tidak menunjukkan tanda-tanda keramahan sedikitpun. Rio menghela nafas panjang, sesak dengan situasi yang menghimpit. "Gue— gu— gue mau minta maaf, Kka..."

"Nggak perlu!" dengan satu gerakan cepat Cakka berdiri dari posisinya, menyampirkan ranselnya begitu saja lalu melangkah hendak meninggalkan tempat, menghindar dari seseorang yang entah bagaimana ceritanya bisa ada disini padahal dia sudah izin tidak masuk.

[2] BAHASA RASAWhere stories live. Discover now