"Kamu naik angkot aja, ya? Papa bisa terlambat kalau nganterin kamu dulu ke sekolah." kata Papanya, lalu mengambil satu lembar uang sepuluh ribu dari dompetnya. "Ini buat ongkos."

"Tapi, kalau naik angkot Leo bisa terlam-"

"Sekolah kamu, kan, masuk jam tujuh lebih lima belas. Masih ada waktu 15 menit lagi." Papanya memotong perkataan Leo. "Udah sana keburu angkotnya pergi."

Leo mendengus dan mengambil uang sepuluh ribu dari tangan Papanya. "Fine."

Baru saja Leo keluar dari mobil, Papanya berteriak, "Nanti pulang sekolah Papa jemput deh, ya!"

Leo hanya menoleh sekilas ke arah mobil Papanya, lalu berjalan menuju angkot yang terlihat sudah agak penuh. Setelah mendapatkan tempat duduk di belakang supir, Leo melihat seisi angkot yang rata-rata dinaiki oleh ibu-ibu. Leo baru menyadari para ibu itu sedang melihat ke arahnya. Mungkin mereka heran kenapa ada makhluk ganteng nyasar naik angkot. Tapi, faktanya, ini bukan pertama kalinya Leo menaiki angkot dan mengalami hal semacam ini.

Leo sudah beberapa kali berangkat ke sekolah menaiki angkot. Pertama kalinya Leo menaiki angkot saat ia berumur 6 tahun. Saat itu Leo diajak Papanya untuk membeli sayur-sayuran dan buah-buahan ke pasar. Awalnya, Leo kecil yang masih polos mengira ia dan Papanya akan pergi ke sana dengan menaiki motor atau mobil. Namun, ternyata, mereka berdua menaiki angkutan umum yang suka berhenti sembarangan itu untuk menuju ke pasar. Leo awalnya merasa kecewa, tapi karena jiwa penasarannya terhadap angkot, ia akhirnya pasrah menaiki angkutan umum itu.

Pandangan Leo teralihkan saat seorang perempuan yang memakai seragam SMA dan sweater biru muda duduk di samping kiri, bersempit-sempitan dengan ibu-ibu yang tubuhnya lebih besar dari perempuan itu. Beberapa detik kemudian, kedua mata Leo bertemu dengan kedua mata perempuan itu. Perempuan itu awalnya terlihat terkejut setelah melihat Leo berada di angkot yang baru saja ia naiki. Akhirnya, perempuan itu mengalihkan pandangannya dengan cepat. Entah mengapa Leo menduga perempuan itu satu sekolah dengannya dan mengenal dirinya.

Leo melihat jam di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul 07.10. Itu berarti angkot yang ia naiki sudah melaju sekitar 10 menit, dan 5 menit lagi bel sekolah tanda masuk akan berbunyi. Dari luar, Leo memang terlihat tenang dan cool. Namun, di dalam hatinya, Leo terus mengomel karena Papanya yang tidak mengantarkannya ke sekolah, dan supir angkot yang melajukan angkotnya dengan lamban. Leo juga merasa gugup dan takut karena pelajaran pertama hari ini adalah pelajaran Pak Philip, guru Matematika yang dikenal sebagai guru killer, dan sering disebut 'Pak Lampu' karena namanya yang mirip merk lampu terkenal.

Gerbang sekolah yang masih terbuka terlihat oleh Leo yang masih berada di dalam angkot. Akhirnya, Leo berteriak, "Kiri!", bersamaan dengan perempuan itu. Leo sempat melirik ke arah perempuan itu yang akan turun setelah angkot berhenti tepat di depan sekolah. Dugaan Leo ternyata benar. Perempuan itu satu sekolah dengannya.

Leo turun dari angkot setelah perempuan itu turun. Perempuan itu kini berada di hadapannya sedang membayar ongkos. Leo tidak sengaja melihat ke arah gerbang sekolah, dan terlihat satpam sekolah sudah bersiap-siap akan menutup pintu gerbang.

Leo mengalihkan padangannya saat perempuan itu sedikit menyenggol tubuhnya. Perempuan itu lalu berlari menuju pintu gerbang. Leo kemudian memberi selembar uang sepuluh ribu kepada supir angkot dengan terburu-buru.

"Nggak ada uang kecil, Dek?" tanya supir angkot.

"Nggak ada, Pak," jawab Leo yang mulai merasa cemas karena sebentar lagi gerbang akan ditutup.

Dengan perlahan dan tangan sedikit gemetar, supir angkot yang sudah tua itu merogoh saku celananya untuk mengambil uang. Pergerakan perlahan sang supir angkot yang seperti slow motion itu membuat Leo merasa kesal dan tidak sabaran.

"Udah ambil aja semuanya, Pak!" kata Leo yang kesabarannya sudah habis, lalu berlari menuju gerbang sekolah dan meninggalkan supir angkot dan penumpang lainnya yang cengo menatapnya.

***

"Lo kemarin kenapa nanya Fiona anak kelas sebelah?" tanya Ryan kepada Leo sambil berjalan di lorong sekolah untuk menuju kelas.

"Nggak papa. Cuman kepo aja." jawab Leo sambil menggelengkan kepalanya dan memasukkan tangannya ke dalam saku celana seragamnya. "Ada yang ngirim surat puisi, dan yang ngirimnya itu, ya, Fiona tadi."

Faktanya, otak Leo kini sedang mengingat kata-kata 'Fiona anak kelas sebelah' yang dikatakan Ryan tadi. Entah mengapa setelah membaca surat dari Fiona itu, Leo penasaran dengan seperti apa perempuan itu. Leo kini juga masih memikirkan perempuan yang satu angkot dengannya tadi pagi.

Lamunan Leo buyar saat Ryan menyikut lengannya. Seketika mereka berdua berhenti berjalan. "Lo mau tau nggak Fiona itu yang mana?"

Leo menoleh dan menaikkan sebelah alisnya. "Yang mana?"

"Itu cewek yang pake singlet warna pink," kata Ryan blak-blakan sambil menunjuk seorang perempuan yang sedang mengobrol dengan temannya dan membelakangi Ryan dan Leo.

Leo melihat ke arah yang ditujuk Ryan tadi. Kenyataannya memang benar perempuan yang diduga Fiona itu memakai singlet berwarna merah muda yang terlihat dari balik baju seragam putihnya.

Perempuan itu menoleh ke belakang seperti sedang mencari sesuatu. Kedua mata perempuan itu akhirnya menangkap sosok Leo yang sedang menatapnya. Leo baru menyadari kalau ia mengetahui perempuan itu.

***

A/N:

Ada yang nunggu ff ini gak? Wkwk.

Kayanya gue bakal update seminggu sekali mengingat gue lagi sibuk anu... Anu itu jalan-jalan sama Papanya Leo.

Gak deng. Gue lagi sibuk bergaul sama tugas. Gue lelah ngapa tugas gak selesai-selesai.

Btw gak tau kenapa anak kecil yang meluk paha Luke di foto ini ngingetin gue sama Elsa anaknya Nick di Lemma (book 3, yang belum baca, baca deh. Wkwk.)

And thanks for 600+ reads!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

And thanks for 600+ reads!

LEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang