Isolate (E) : Entah Apa Namanya

Mulai dari awal
                                    

"Aneh."

"Justru menurut gue inovatif, Ri. Oke, meskipun konsep pemahamannya jika dilihat dari sudut pandang lain, nyebelin, tapi, Alvin spesial dengan caranya sendiri." Ayni tersenyum lebar. "Ya walaupun gue nggak bisa mengelak kalau masih banyak kesalahan-kesalahan dia dulu."

Riana menyipitkan mata dan mulai curiga. "Lo naksir Revan?"

"Hah?! Siapa?"

"Revan."

"Revan mana?"

Ah, Riana lupa kalau orang-orang lebih senang memanggil Revan dengan panggilan Alvin.

"Lo naksir Alvin?"

"Ya enggak gitu juga kali ah!" sungut Ayni, wajahnya berubah kesal. "Sementang gue certain dia panjang lebar ke elo, gue dikatain suka. Dih, enggak. Tapian, kalau misalnya gue beneran naksir Alvin, kenapa?"

"Ya bagus."

"Bagus kenapa?"

"Tau ah."

"Dengerin, mau sebanyak apapun seseorang mencintai seseorang. Tapi, kalau seseorang yang dicintai itu sudah mencintai seseorang, seseorang itu bisa apa?"

"Ay nggak jelas," ketus Riana pusing mendengar kalimat yang baru saja diucapkan Ayni.

"Iya juga sih, sebenarnya gue mau bilang apaan ya, tadi?" Ayni menggaruk tenguk. "Udah deh. Lupain. Rumah lo yang mana, nih? Ini kali pertama gue nganterin lo pulang."

"Entar gue kasih tau."

"Kalau gue ngegas keblabasan gimana?"

"Ya balik."

"Astaghfirullah. Untung orang, kalo ayam, udah gue kunyah-kunyah nih anak," geram Ayni lalu diputuskannya untuk diam dan fokus menyetir pada jalanan.

Setelah memutuskan untuk tidak bicara, memang betul-betul diantara keduanya tidak ada topik. Kedua perempuan itu sibuk pada dunianya sendiri.

"Berhenti di depan," kata Riana memecah keheningan yang tadi sudah menyelimuti sebagian besar mobil
.
Ayni mengangguk. Dipelankannya kecepatan mobil lalu kemudian menepi di sebuah pelataran parkir apartemen.

Tetapi, belum sempat Riana turun dan mengucapkan terima kasih, Ayni harus menelan bulat-bulat keterkejutannya.

"Eh, Ay." Riana tampak pias. "Gue lupa."

"Lupa apa?"

"Ke toko buku."

Karena malas berdebat, Ayni akhirnya hanya bisa pasrah. Dilajukannya kembali kendaraan kemudian berkutat bersama kendaraan lainnya di jalan raya. Tujuannya kini berubah, tidak lagi mengantar Riana pulang. Tapi, ke toko buku.

"Makasih, Ay," ucap Riana ketika ia sudah turun dari mobil.

"Sama-sama." Ayni melihat sekitar Riana. "Terus lo pulang sama siapa entar?"

"Taksi," jawab Riana cepat. "Lo hati-hati."

Ragu, akhirnya Ayni menarik pegas dan meninggalkan Riana di parkiran toko buku itu.

Isolatonist GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang