Bab 4

4.1K 167 11
                                    

Serryl menyeruput teh kotak dengan sedotan, sementara matanya menatap sekeliling kantin. Ke mana Revan dan Livia? Tidak biasanya mereka telat datang janjian di kantin sini. Serryl melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Sepuluh menit lagi bel masuk akan berbunyi.

Seseorang duduk di sebelahnya, seorang cowok berwajah manis dan tenang, bertubuh kurus dan berkulit putih pucat. Siapa lagi kalau bukan Rian ketua OSIS SMA mereka, sekaligus anggota Klub Mading, teman se-klub Livia.

"Eh, lihat Livia nggak, Yan?" tanya Serryl.

"Livia? Oh, dia lagi sibuk ngurusin sesuatu kayaknya," jawab Rian dengan suara tenang.

Ternyata benar. Serryl mengangguk kecil seraya melempar senyum tipis ke Rian. Cowok itu salah satu dari sederet fanboy-nya di sekolah. Serryl tahu itu karena Rian sering kali kedapatan menatap memuja padanya dan sangat baik sikapnya. Namun, Rian sama sekali bukan tipenya. Lagian tuh cowok kayak bukan tipe yang berani mengajak Serryl berpacaran. Rian sepertinya tahu betul bakalan kalah saing dengan cowok-cowok terkeren di sekolah, seperti Tristan, Kemal, Lucky, Yogi, dan pastinya Revan, cowok yang paling dekat dengannya. Rian juga masih sering terlihat kaku, tidak akrab amat dengan Revan padahal mereka harus dituntut kompak. Serryl sempat berpikir bahwa kekakuan Rian disebabkan rasa cemburu karena Revan lebih akrab dengannya.

Keberuntungannya Rian terpilih jadi ketua OSIS, sebab saat orasi promosi diri terlihat sangat bagus. Program kerjanya juga menarik. Belum lagi Rian didukung sepenuh hati oleh anak-anak IPA, yang lebih ingin dipimpin oleh anak murid pintar dari jurusannya.

Revan tak memiliki lebih banyak dukungan karena kurang dipercaya oleh beberapa anak murid lain. Perbedaan suara mereka sekitar 5 suara saja. Memangnya kalau ganteng doang tidak akan bisa mengurus suatu organisasi? Mereka sudah skeptis duluan sama Revan, padahal cowok itu lebih mudah bergaul dan ramah dalam mendekati anak-anak eksis jurusan IPS. Aura Revan juga bisa membuat orang lain senang.

Rian berada di ranking dua, di bawah Livia. Anaknya rada pendiam dan tenang, tidak pernah terlihat heboh apalagi bandel, berbicara hanya pada saatnya. Bijak jika berbicara dan dimintai pendapat. Tipikal cowok baik-baik banget, kan? Teman akrabnya anak OSIS juga, sesama anak-anak baik. Rian seperti Livia versi cowok.

Kalau Serryl menjadi pacarnya akan menjadi gosip teranyar cewek itu cuma mempermainkannya. Dan, itu akan sangat menyakitkan bagi Serryl dan Rian. Serryl juga tidak suka difitnah ketika digosipin oleh cewek-cewek yang diam-diam memusuhi serta iri hati padanya.

"Serryl, gue udah suka sama lo dari lama." Tiba-tiba Rian menembaknya dengan kalimat seperti itu. "Bukan sekedar suka, gue sayang sama lo. Mau nggak jadi pacar gue?" Suaranya berubah menjadi bening dan jernih sekali di telinga Serryl.

Cowok ini berani menembak secara langsung? Ya Tuhan, bagaimana ini?

Serryl berusaha sekuat tenaga menelan teh yang sudah berada dalam mulutnya, lalu melotot tak percaya ke arah Rian. Cowok itu sudah memandangnya dengan sorot matanya yang dalam dan teduh. Rambutnya yang sedikit turun menutupi dahinya. Matanya yang bulat dan jernih memang menunggu jawaban terbaik yang akan segera Serryl katakan.

"Maaf? " jerit Serryl heboh, "Lo lagi bercanda kan, Yan? HAHAHA."

Rian mengernyitkan dahi heran lalu menggeleng, "Gue serius, Ser. Lo mau nggak jadi pacar gue?" Ulangnya sekali lagi pada inti obrolan itu.

"Maaf—gu-gue nggak bisa. Hehe," ujar Serryl menggigit bibir bawahnya salah tingkah.

"Kenapa? Karena gue nggak pantes untuk lo?" Raut wajah Rian berubah menjadi muram sekali.

Jangan bilang cowok itu mau nangis. Masa Serryl bikin anak orang nangis?

"Bukan. Gue baru banget putus. Jadi, gue masih butuh waktu lagi."

HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang