Ya, Tuhan, kumohon jangan sampai ketakutanku ini terjadi. Bukankah setiap pencobaan yang datang tidak mungkin melebihi kekuatan manusia? Aku tidak sanggup, Tuhan. Oleh karena itu, jangan sampai hal ini terjadi.

***

Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan, itulah mengapa manusia seringkali mengambil keputusan atau melakukan sesuatu yang ia sesali ke depannya. Namun yang harus dilakukan bukan terus meratapi dan menyesal, melainkan terus melangkah maju dan menjadikan hal tersebut sebagai sebuah pelajaran.

Violeta berdiri di depan cermin di kamar kost-nya. Pandangannya langsung terkunci pada bagian perutnya, tempat di mana kehidupan itu kini sedang berkembang. Tangan kanannya perlahan bergerak hendak mengelus perut itu, namun seakan ada bagian dari dalam dirinya yang menolak.

Semua harapan dan doanya tidak terjawab. Garis dua pada tiga buah testpack yang ia beli menunjukkan hal yang ia takuti. Meskipun berulang kali Violeta berusaha membantah hal itu, namun dua garis itu tidak juga berubah, sama seperti kenyataan yang harus ia hadapi sekarang.

Sungguh Violeta tidak menyangka kalau semuanya akan jadi seperti ini. Hubungan satu malam itu mampu menghasilkan sebuah kehidupan yang kini berada di rahimnya. Ironis bukan? Di saat banyak wanita yang begitu berusaha untuk segera hamil namun mengalami kesulitan, Violeta yang tidak menginginkan hal itu, bisa mendapatkannya hanya dengan hubungan satu malam.

Terkadang apa yang kita benar-benar inginkan sulit untuk didapatkan, sedangkan orang yang tidak menginginkannya bisa langsung mendapatkannya. Itulah kehidupan. Tidak ada yang pernah tahu, tidak ada yang mampu menduga.

Apa yang harus kulakukan?

Violeta melihat ke sekeliling kamarnya. Kamar kost berukuran 2,5 x 3 meter yang ia tempati itu memang hanya terdapat kasur kayu, kaca, dan lemari kecil. Apa yang ia harapkan? Merawat dan membesarkan seorang bayi di ruangan ini pastinya akan membuat sebuah keributan, apalagi dinding kamarnya bukan terbuat dari batu bata, melainkan dari tripleks.

Tatapannya kembali beralih pada pantulan dirinya di cermin. Kini tangan kanannya sudah berada di perutnya. Mengelus, membelai, mencoba merasakan kehidupan di dalam sana.

Rasanya ia ingin menertawakan dirinya sendiri. Ia ingat betapa takjub dirinya saat menyentuh perut milik wanita hamil itu. Bahkan ia membayangkan betapa bahagianya kelak saat ia juga bisa merasakan hal yang sama. Namun kini, bayangan yang ia pikir masih jauh di depan sana, ternyata sudah da di hadapannya. Konyol bukan? Bahkan di saat ia membelai lembut perutnya, pikirannya masih saja berusaha menolak.

Seketika air matanya jatuh dan terus mengalir. Mungkin tidak ada yang tahu apa yang dirasakan Violeta saat ini. Hanya ia yang tahu betapa hancur hatinya. Betapa remuk ia rasakan di saat ia sadar ia tidak layak menjadi seorang ibu.

Di saat kehidupan itu hadir di dalam hidupnya, bukankah seharusnya ia bersyukur? Namun entah mengapa sulit bagi Violeta merasakan hal itu. Apakah ia sanggup? Apakah ia layak? Apakah anak itu akan bahagia kelak? Apakah anak itu akan menerima hinaan seperti dirinya?

Menjadi anak yatim piatu cukup membuat Violeta merasakan bully-an saat itu. Kini dapatkah anak itu tumbuh lebih baik, di saat Violeta bahkan tidak bisa menjanjikan apapun. Lahir tanpa seorang ayah, ya ... bagaimanapun Violeta sudah menandatangani semuanya. Ia tidak bisa meminta bantuan atau bahkan status ayah pada Dillian.

Apakah Tuhan tidur hingga Ia tidak mendengar doanya? Ingin rasanya Violeta berteriak pada Tuhan bahwa ia lelah, ia lelah harus menanggung semua ini. Tidak cukupkah hinaan dan bully-an yang selama ini ia terima? Tidak cukupkah kerja keras yang ia lakukan? Tidak cukupkah sakit yang harus ia tutupi dan sembuhkan? Kini ... apakah ia harus membuat anaknya kelak mengalami hal yang sama?

Atau ... ya ... Violeta bisa mencegah hal itu terjadi. Inilah satu-satunya cara. Ia tidak ingin anaknya menderita kelak. Ia tidak ingin anaknya itu harus merasakan kejamnya kehidupan. Hanya itu satu-satunya cara ... hanya itu....

###

Part 7B selesai sebelum matahari terbit, hihihihi. Entah kenapa pas banget adegannya untuk closing part. Nah, untuk part ini aku dedikasikan untuk Vita Resta. Thank you, ya untuk comment-nya kemarin malam. ^^

Buat yang bingung, kenapa aku mulai mendedikasikan cerita pada beberapa reader? Alasannya simple, sama seperti aku lagi suka pakai gif, hihihi. Intinya sama seperti kalian memberikan vote dan comment pada cerita yang kutulis, jadi aku memutuskan untuk memilih satu orang untuk kudedikasikan (kalau Wattpad bisa dedikasi ke semua orang pasti akan kudedikasikan ke kalian semua). Gak ada penilaian atau hal-hal lain kok. Aku hanya mengikuti angin yang berhembus dan air yang mengalir. #EAAAAA.

Okay deh, buat yang belum tidur, ayoooo, tidurrrrrr

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Okay deh, buat yang belum tidur, ayoooo, tidurrrrrr. Aku mau nemenin Arvemo, Dillian, and George bobo dulu. hihihihihihi

 hihihihihihi

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Love,

Depurple

VioletaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt